10.2 Sadewa's day out

138 23 3
                                    

YESICHA kira, mengurus anak kecil akan semudah pura pura terluka ketika ditembak dengan tangan yang diperagakan seperti pistol, atau mengiyakan semua ocehan random dari bibir mungil si bocah untuk menjaga mood-nya.

Namun semua tidak berjalan sesuai ekspektasinya. Siapa sangka bahwa mengurus anak kecil benar menguras kesabarannya.

Ketika tadi Yesicha bilang dia suka anak kecil, dia hanya suka melihat kelucuannya dan menggoda dari jauh. Dia tidak pernah benar benar mengurus dalam artian berinteraksi aktif dengan makhluk mungil ini.

Awalnya semua baik baik saja dan berjalan lancar ketika Yesicha pura pura antusias menonton Sadewa yang asyik memutar seluruh sisi rubik tanpa pernah menyamakan warnanya. Bocah laki laki itu hanya pamer, khas anak kecil. Namun Yesicha tetap harus memujinya di setiap aksi.

Kemudian keadaan mulai memanas saat Sadewa berkata bahwa dia lelah memainkan rubik, dan mengoper giliran kepada Yesicha. Sadewa bilang Yesicha harus menyamakan semua warnanya dalam waktu lima menit.

"Harusnya Aunty tanya Asa, Asa mau warna apa? Gitu!"

"Oh gituuu? Okedeh. Asa mau warna apa?"

"Mau warna biru sama hijau!"

Padahal Yesicha sama sekali tidak tahu menahu cara bermain rubik.

Ketika di menit ketujuh jemari Yesicha tidak juga menemukan titik temu warna manapun, raut wajah Sadewa mulai berubah. Bibir kecilnya cemberut. Bocah itu mulai menggerutu.

"Aunty masih lama?"

"Bentar lagi kok ini, sabar yaa."

"Daritadi bilang gitu terus tapi nggak jadi jadi warnanya. Kalau Om Wi yang main wush wush wush, jadi."

Yesicha meringis. Dia sampai membuka tutorial dari YouTube bagaimana cara dan rumus rumus bermain rubik.

Akhirnya, rubik jadi di menit kelima belas. "Yeay! Jadi nih Sa!"

Namun antusiasme Sadewa tak lagi sama. Dia menerima rubik dari Yesicha dengan ekspresi jenuh, lalu melemparnya begitu saja ke sofa. Bocah itu lalu turun dari sofa dan berjalan menghampiri Wira yang berada tiga meter dari sofa. Yesicha mau tak mau mengikutinya.

"Om Wi, mau naik ngeng!" Jemari Sadewa menarik kain wearpack bagian lengan Wira yang masih fokus dengan mesin motor yang diperbaikinya.

Wira menoleh, lalu mengecup pipi Sadewa sekilas, "Nanti dulu ya, ini Om Wi belum selesai."

"Mau naik ngeng!"

"Iya, sebentar yaa."

Sungguh Yesicha merasa tidak enak. Dia merasa upayanya untuk membuat Sadewa terhibur tidak maksimal sehingga bocah itu masih mencari Wira.

"Kak, disini ada taman nggak? Kayaknya Asa jenuh deh kalau kelamaan di tempat tertutup." Yesicha menarik Sadewa merapat ke tubuhnya, sambil membersihkan noda oli kering yang menempel di telapak tangan si bocah karena menyentuh wearpack Wira.

Wira berpikir sejenak.

"Ada, Cha. Ada taman bermain yang lumayan gede, punya komplek dibelakang situ. Tapi terbuka buat umum, sih." Jawabnya kemudian.

"Gue mau ajak Asa kesana, boleh?" Yesicha menatap bocah setinggi pinggangnya yang mendongak, menatapnya penuh harap.

"Kalau diluar ruangan gitu, lo harus lebih ekstra ngawasin Asa, Cha. Soalnya bocil satu ini kadang impulsif banget ngikutin apapun yang menarik bagi dia." Wira menatap Yesicha ragu, "Nggak papa?"

Yesicha memantapkan hatinya. Sepertinya, dia bisa. Untuk sekarang, yang penting mood bocah enam tahun ini membaik dulu.

"Iya, nggak papa Kak. Kasihan dari tadi gue lihat Asa jenuh gitu."

404 PAGE NOT FOUND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang