13.2 Harris, Lia dan nasi padang

124 16 6
                                    

SETELAH melalui drama panjang jajanan dan kotak nasi tumpah, akhirnya pengajian terlaksana dengan lancar.

Semua kekhawatiran segenap anggota seksi konsumsi perihal jumlah kotak yang tak mencukupi hadirin tidak terbukti. Nyatanya kotak nasi bahkan masih sisa sekitar delapan buah yang diputuskan akan diberikan kepada marbot masjid dan satpam komplek. Sedangkan kotak jajanan datang tepat waktu, pas lima menit sebelum azan maghrib.

Ngomong ngomong, Lino yang pada akhirnya tidak sempat pulang untuk sekedar mengganti pakaian terpaksa menjalankan tugas sebagai seksi konsumsi dengan keadaan masih memakai scrub prakteknya, cuma ditambah peci hasil pinjam dari loker masjid. Agak mustahil kalau dipikir, tetapi nyatanya Lino berhasil mewujudkannya.

Para hadirin baru bubar setengah jam yang lalu setelah melaksanakan salat isya berjamaah, diimami langsung oleh ustaz terundang. Setelah mengantar kepulangan sang ustaz dan memastikan bahwa hadirin telah pulang seluruhnya, waktunya bagi para panitia untuk beres beres.

Sandi dan Bama memutuskan untuk membagi tugas dan area pembersihan berdasarkan divisi masing masing, seperti kelompok Remaja Masjid yang diberi amanat untuk membersihkan bagian dalam dan serambi masjid, sementara Karang Taruna akan membersihkan pelataran.

Lia baru saja selesai membuang kantung sampah setinggi pinggangnya. Cewek itu memilih untuk duduk di tikar yang tersedia di tenda seksi konsumsi, bergabung dengan Maya dan beberapa anggota lainnya yang bersantai setelah menyelesaikan tugas bersih bersihnya.

"Ustaznya orang mana sih, tadi? Ganteng nemen." Maya menyeletuk. Kebetulan tadi dia sempat melihat wajah sang ustaz dengan jelas sebelum beliau memasuki mobil saat akan pulang.

"Heh, beliau udah nikah tau."

"Yang bener lo, Han?"

Lia tertawa kecil. Dia akui ustaz penceramahnya memang tampan. Bahkan tadi serampungnya acara, Rara yang beruntung mendapat tempat di shaf paling depan heboh sendiri mengekspresikan kekagumannya. Cewek tomboi itu mengoceh hiperbola selama beberapa menit sambil menemani Lia mengumpulkan sampah.

Untung saja sekarang sahabatnya itu sudah pulang berkat ancaman Lino yang ogah mengantarnya pulang setelah lewat jam delapan. Kalau tidak, Lia yakin mungkin sekarang Rara akan beradu histeris dengan Maya perihal wajah rupawan sang ustaz disini.

"Jadi tadi Mbak Maya bukannya dengerin ceramah tapi ngelihatin ustaznya?" Hana memasang ekspresi kaget yang dibuat buat sambil mengelus dada dramatis, "Istighfar Mbak, Astaghfirullah."

"Nggak gitㅡ"

"Astaghfirullah Mbak Maya, ngeri ih."

Sahutan seseorang menarik perhatian mereka. Ternyata Harris yang baru datang dengan dua bungkus nasi padang di tangannya.

Yang tanpa Lia pernah duga, salah satunya akan Harris sodorkan padanya.

"Ini, Ya." Katanya sambil tersenyum.

Lalu tanpa ragu cowok itu melepas sandalnya untuk bergabung duduk diatas tikar setelah sodoran nasi bungkusnya diterima oleh Lia.

Oke. Sebelumnya, Lia adalah tipe cewek rumahan yang jarang berinteraksi dengan orang lain, apalagi lawan jenis. Dia tidak berinteraksi dengan banyak laki laki selain ayahnya dan Sandi yang notabene adalah sepupunya.

Tapi interaksi umum semacam ini tidak akan serta merta membuat Lia berdebar.

Bohong.

Nyatanya degupan jantung Lia sekarang bahkan merambat sampai gendang telinganya.

"Dih pilih kasih, Lia doang yang diambilin masa," Johan mencibir perlakuan istimewa Harris terhadap Lia.

"Orang tangan gue cuma dua," Tanpa mau repot peduli dengan cibiran yang dilontarkan Johan, Harris membuka karet bungkusan nasi dan menekan isinya terlebih dahulu sebelum kertas pembungkus dibuka sepenuhnya. A procedure how to eat nasi padang: rules number one.

"Pada ambil jatah makan gih, kata Saka yang lauk rendang cuma sepuluh loh."

"ANJIR DARITADI KEK BILANGNYA."

"HAN, JOHAN! GUE DULUAN ANJIR!"

"NUBAMA, SIMPENIN GUE YANG LAUK RENDANG WOI!"

Informasi yang dibawa Harris membuat Johan, Hana dan Maya langsung bubar, berlomba menuju kerumunan disekitar Bama dan Saka yang sedang membagikan jatah makan panitia di serambi masjid.

"Padahal lauknya rendang semua. Ahaha, mampus gue kibulin."

Harris dan Lia terbahak hingga terlambat menyadari bahwa hanya tersisa mereka berdua di tenda ini. Duduk berhadapan dengan dua bungkus nasi padang.

Ada jeda keheningan selama beberapa detik sebelum Lia akhirnya memutuskan untuk membuka bungkusan nasinya.

"Mau pakai sendok?" Harris mengangkat sendok plastik yang didapatnya dari Bama. Sengaja diambilkannya untuk Lia, berjaga jaga kalau saja Lia adalah tipe cewek anggun yang hampir tidak pernah makan dengan tangan.

"Enggak, tabu tau makan nasi padang pakai sendok hahaha. Makasih ya Harris."

Namun rupanya Harris salah. Lia adalah cewek anggun yang sederhana dan apa adanya. Buktinya sekarang Harris dibuat terkesima oleh sosoknya yang sedang mengikat kain kerudung yang menjuntai ke belakang lehernya sebelum makan supaya tidak repot terganggu nantinya.

Keduanya tertawa lagi atas jawaban Lia sebelum akhirnya mulai menyantap makanan masing masing.

Walaupun sebenarnya dalam hati, Lia masih menerka nerka kemungkinan alasan Harris membawakannya makanan. Ini bukanlah interaksi sosial secara general kan?

Sebagai seorang yang mudah berdebar, berboncengan dengan Harris saja sudah membuatnya salah tingkah sepanjang sisa hari hanya dengan memikirkannya, apalagi ini.

"Aku nggak tahu kamu gabung kartar, Ya?" Harris memecahkan keheningan. Dia tahu sih, kalau makan sambil bicara itu tidak baik, tetapi untuk kali ini saja, dia ingin melanggarnya. Karena saling diam seperti ini sangat tidak menyenangkan.

"Emm, sebenarnya aku udah gabung kartar dari SMA, sih. Cuma tahun kemarin aku sempat sakit, vakum berbulan bulan." Lia mengangguk, "Terus kemarin itu aku bilang ke Mas Sandi kalau pengen aktif lagi di kartar kan, eh pas banget ada project ini. Terus disuruh langsung kontak Mas Bama."

Bibir Harris membentuk huruf o. Ternyata itu alasan dia tidak pernah melihat Lia selama tiga bulan sejak bergabungnya. Yah, meskipun Harris sendiri seringkali absen rapat, sih.

"Yah, sori banget kalau gitu. Kamu baru comeback udah langsung kupaksa repot gara gara keteledoranku. Duh, jadi nggak enak." Harris menyuapkan sayur daun singkong kedalam mulutnya.

Jangan salah sangka dulu, permintaan maaf Harris dengan membawakan jatah Lia itu tulus, kok. Ini bukanlah modus belaka.

Lia sendiri seperti biasa hanya tersenyum menanggapi, "Apasih, nggak perlu minta maaf gitu, Ris. Lagian gara gara itu aku jadi ketemu Yesicha, tahu rumah kalian juga."

Oh iya. Ini adalah salah satu poin terlupakan yang sangat ingin Harris konfirmasi kebenarannya sejak tadi. Interaksi Lia dan kembarannya bukan seperti dua orang yang baru saling kenal.

"Kamu kenal Icha, Ya? Teh Rara juga?"

"Iya, kita kenal dari zaman ospek malahan. Tapi aku baru tahu malah kalau Yesicha punya kembaran. Apalagi pas tahu kalau kembarannya itu kamu, aku kaget banget. Pantesan wajah kamu kayak nggak asing."

Harris terbahak karena penjelasan Lia dan ekspresi keterkejutannya yang jujur.

"Dia emang suka begitu, ngaku ngaku kembaranku kalau aku lagi banyak duit doang."

"Hahaha, oh iya?"

"Iyaa, hahaha. By the way kamu kuliah jurusan apa, Ya?"

Begitulah kira kira, niat Harris berterima kasih tadi malah membuat interaksi mereka bertahan lebih lama. Mengobrol dengan Lia nyaman juga ternyata. Cewek itu ekspresif dan apa adanya, tetapi tetap tidak mengurangi keanggunan yang dimilikinya.

Sementara Lia, cewek itu tidak berhenti tersenyum. Rasanya dia ingin pulang sedikit lebih lambat meskipun berjuta kupu kupu yang sedang berhamburan di lambungnya minta segera ditenangkan.

***

Ini akhir dari chaos pengajian💥
to be continued🔥🔥

404 PAGE NOT FOUND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang