1 Keluarga rambutan

451 41 13
                                    

"MAU kemana lo?"

Yudhistira Harris, cowok yang tengah fokus menguncir rambut gondrongnya di depan cermin menoleh ke arah pintu kamar demi menemukan presensi perempuan yang mirip dengannya sedang berdiri di sana, dengan tangan terlipat di depan dada.

Ini masih pagi, dan Harris segera tahu keributan apa yang akan terjadi beberapa menit kedepan.

"Ngampus lah begㅡ"

"BUNDAAAA!"

"NGAMPUS DONG CERDAS."

Yang barusan disebut cerdas langsung tersenyum puas dengan aksinya. Dia ini Yesicha Karina, saudara kembar dari manusia kelomang Yudhistira Harris.

"Aduan sia," Cowok gondrong itu mencibir.

Yang dicibir malah memasang ekspresi tengil, "Suka suka beta, beta punya hak."

Paham bahwa tidak ada gunanya berdebat dengan perempuan, Harris melanjutkan kegiatannya. Kali ini membentuk volume dan sedikit memberi kesan berantakan pada rambut bagian atas kepala yang terikat.

"Potong rambut kek Yis, risih banget gue lihat rambut lo gondrong kayak gembel." Yesicha memandang kembarannya hina.

Harris merotasikan bola mata. Dirinya tahu kalau kembarannya ini punya masalah impresi dengan laki laki yang rambutnya gondrong. Terbukti dari 'ceramah potong rambut' yang kerap kali Harris dapatkan dari cewek berambut sepinggang itu. Setiap ditanya alasannya kenapa, katanya cuma tidak suka.

Kan, bagi manusia pemegang prinsip tiada perbuatan tanpa alasan seperti Harris, jawaban seperti itu tidak akan membuatnya mengorbankan rambut sebatas pundak yang sangat disayanginya. Untuk Harris, selain tahi lalat kecil dibawah mata kirinya, rambut gondrong adalah ikon ketampananya.

Merasa tidak terima dengan kalimat Yesicha tadi, Harris membela diri, "Dih, lo juga gondrong gue nggak pernah komplain, tuh."

"Ya kan gue cewek tolol."

Mata Harris memindai Yesicha dari atas sampai bawah, lalu kembali lagi dari bawah ke atas. Dari segi bentuk dan karakteristik memang tidak ada yang salah dari ucapan kembarannya.

"Iya tau, kelihatan jelas." Sahutnya sambil menaik turunkan alis dengan ekspresi jahil.

Yesicha yang menyadari sesuatu lantas menyilangkan tangan di depan dadanya lalu memandang Harris seolah serangga, "Heh, lihat apaan lo!"

Harris mengangkat bahunya, memilih buat mengacuhkan tuduhan Yesicha.

"Jadi sebenernya tujuan dan maksud lo kesini itu apa deh?"

"Sarapan, Bunda udah dibawah noh. Pagi pagi ngajak ribut aja lo."

Gue pula yang salah, dalam hati, Harris meminta kesabaran lebih kepada Tuhan.

Tok tok!

"Oi. Asik banget nih barudak pada ngobrol."

Mereka berdua menoleh ke asal suara, mendapati seorang perempuan akhir tiga puluhan berdiri di belakang Yesicha dengan apron yang masih melekat di bagian depan tubunya.

"Pantesan dipanggilin daritadi kok nggak ada yang nongol, ternyata reuni disini."

Ini bunda mereka, Gayatri Larasita. Prioritas utama di hidup Harris setelah Tuhan.

"Ayo ganteng sama cantiknya Bunda, dibawah udah siap santap."

"Ganteng apaan nda, mukanya kayak goblin gitu." Yesicha pura pura muntah.

Gayatri tertawa, "Emang mukanya Ayis tengil banget ya, Cha. Suka heran Bunda tuh. Padahal kamu cantik, loh."

Harris yang mendengar itu menoleh kepada bundanya dengan tatapan memelas. Mengacuhkan Yesicha yang sudah tertawa sampai lututnya lemas.

404 PAGE NOT FOUND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang