PUTRI ANDRIANA'S POV
This day should be our last day, Li. Tapi ternyata aku malah membuat semuanya kacau pada hari ujian kenaikan tingkat. Seharusnya saat Ali selesai bernyanyi aku bisa mengatakan semuanya. Namun Alfian tiba-tiba datang menjemputku. Dia tahu saat hujan pasti aku tidak akan pulang naik ojek, jadi ia menjemputku dengan mobil.
Aku tidak butuh. Aku hanya butuh mengutarakan semuanya sebelum aku lulus dan aku tak tahu kemana Ali akan melanjutkan kuliah. Dia harus tahu semuanya, tak peduli bila Gerry berkata jangan. Aku ingin Ali tahu.
Namun, rasa tidak enak di dalam hatiku lebih besar ketimbang keinginanku untuk mengutarakan perasaan. Aku tak bisa membiarkan orang yang rela berkutat dengan penuhnya jalan Jakarta di tengah-tengah hujan pula, hanya untuk menjemputku.
-----------------
Esok adalah hari Ujian Nasional akan dilaksanakan, tak sepatutnya aku terus memikirkan hal-hal yang tidak penting. Aku harus bisa melalui Ujian Nasional! "SEMANGAT!!"
Semua orang di cafè menatapku dengan tajam. Pasti mereka berpikir bahwa aku perempuan gila yang tiba-tiba teriak begitu saja.
"Putri, please aku tahu kau sedang membagi pikiranmu antara Ujian Nasional dan masalahmu dengan Ali-Alfian. Tapi kau tak perlu teriak tiba-tiba seperti ini. Aku maluuuuu~" Gerry menutup mukanya dengan buku menu yang berada di meja.
"Sudah-sudah seharusnya kau menenangkan pikiran Putri, bukannya menambah bebannya. Bagaimana bila aku mentraktirmu eskrim karamel kesukaanmu? Kau mau?" Patricia memang selalu tahu apa yang aku butuhkan.
"Terimakasih Patricia, terimakasih tidak bersikap seperti apa yang Gerry lakukan." Aku memeluk Patricia sambil terus meledek ke arah Gerry.
Plak!
Buku menu yang tadinya menutupi wajah Gerry baru saja menimpa kepalaku. "Gerry, kau memukulku dengan buku menu? Teganya~" Aku bersikap seolah-olah seperti anak kecil yang sedang pundung karena tidak dibelikan mainan oleh ibunya.
"Kau pikir siapa yang mengantarmu ke rumah sakit saat kau tertabrak? Tidak tahu terimakasih! Huh!"
Patricia menutup mulutku dan mulut Gerry dengan kedua tangannya. Posisinya yang strategis yaitu di tengah antara aku dan Gerry dengan leluasa menutup mulut kami yang sedari tadi bertengkar.
"Nih! Eskrim karamel untuk kalian berdua! Semoga ini bisa menyumpal mulut kalian yang terus bertengkar. Aku ingin membaca, jangan ganggu!" Patricia mulai membaca buku kimia yang memang menjadi mata pelajaran di hari pertama Ujian Nasional.
Aku menjulurkan lidahku pada Gerry lalu menyantap eskrim karamel pemberian Patricia sambil membuka-buka catatan kimia.
Sebuah pesan Line masuk. Tertulis nama 'Alfian Rangga' disitu. Ah pasti tidak penting, gumamku. Aku kembali membaca dan mencoba beberapa butir soal kimia yang ada di buku bimbingan belajar kami.
1 jam...
2 jam...
3 jam...
"Pulang, yuk. Ini sudah pukul 3 sore. Kita tidak mungkin terus menerus mengerjakan soal seperti ini, kan? Aku lelah." Aku mengeluh karena aku sudah merasa mataku ini sudah tak sanggup lagi melihat latihan-latihan soal ujian.
"Bagaimana kalau kita pergi ke salon? Kita butuh merelaksasikan semua otot-otot yang mulai menegang ini. Sekalian kita creambath, dan facial. Bagaimana?" Patricia, ah anak itu selalu membuatku bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Andai Dia Tahu
Teen FictionMungkinkah dia jatuh hati Seperti apa yang ku rasa Mungkin kah dia jatuh cinta Seperti apa yang ku damba Tuhan yakinkan dia Tuk jatuh cinta Hanya untukku Andai dia tahu? Kalian pasti tahu lirik Kahitna itu. Yap! Judul lagunya 'Andai Dia Tahu'. Seper...