20

202 11 0
                                    

Setelah mengantarkan Lita mendaftar, lalu mengantarnya pulang. Aku langsung melesat membelah jalanan menuju kota Depok. Tapi, yang seperti kalian tahu jalanan Jakarta pasti macet. Waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang, aku tidak yakin bisa sampai di Depok pukul setengah 2 siang. Apalagi aku belum tahu pasti dimana letak SD tempat Putri mengajar.

Sebuah pesan Line masuk, disitu tertera nama Putri Andriana. "Sudah aku sent location ya, aku tunggu jam 2 di sekolah!"

Aku membuka navigasi yang ada didalam ponselku, ini masih sangat jauh. Bagaimana aku bisa sampai di Depok dalam waktu setengah jam apalagi keadaan macet parah seperti ini.

------------

PUTRI ANDRIANA'S POV

Kalau kau lihat keadaanku sekarang, pasti kau tak akan menyangka aku ini seorang guru SD. Bukan, aku tidak berpakaian senonoh ataupun berdandan dengan berlebihan. Tapi hanya memberikan sedikit sentuhan keindahan pada penampilanku hari ini.

Bagaimana tidak, aku akan bertemu dengan orang pergi jauh ke Jepang dan juga 5 tahun tidak bertemu tanpa komunikasi.

Sudah pukul 2 lewat 10 menit, aku pastikan dia akan terlambat. Aku yakin dia akan datang sebentar lagi. Dulu saat aku punya janji dengannya dan saat kami masih satu bimbingan bahasa Inggris, dia memang terkenal terlambat. Seharusnya penyakit terlambat itu sudah menghilang, apalagi dia sempat tinggal di Jepang. Negara yang terkenal tidak suka akan hal keterlambatan.

10 menit..

10 menit lagi..

Sabar, 10 menit lagi pasti muncul..

Untungnya cuaca hari ini tidak seterik biasanya. Namun aku sudah menghabiskan satu gelas es cendol yang dijual di depan sekolah.

"Nunggu siapa, bu? Suaminya ya?" Kata tukang cendol yang daritadi menemaniku. Bukan menemani, tapi memang dia setiap hari berjualan disini. Jadi otomatis dia menemaniku saat ini.

"Hus! Saya belum nikah, bang. Memangnya saya sudah terlihat seperti ibu-ibu?" Aku memegang-megang pipiku, berusaha tidak menemukan tanda keriput sedikit pun.

"Lho, suami ibu bukannya yang setiap hari menjemput ibu, kan? Yang tinggi, terus ganteng itu?" Pasti yang dimaksud tukang es cendol itu adalah Alfian.

"Bukan, bang. Itu teman saya. Teman  dari SMA."

"Oalah. Padahal setahu saya dia kalau jemput tidak pernah terlambat. Kenapa hari ini sudah jam 3 dia malah belum datang?" Agak risih sebetulnya ditanya-tanya tentang kehidupan pribadi. Tapi kalau tidak ada tukang es cendol ini aku pasti sudah bosan sendirian menunggu Ali.

"Hari ini bukan dia yang menjemput saya, bang. Sudahlah saya pulang naik ojek saja. Ini saya bayar es cendolnya ya, bang."

Tukang es cendol tadi hanya bisa menggeleng-geleng. Tapi jujur aku malas menunggu orang yang terlambat. 10 menit saja biasanya aku sudah tidak tahan, hanya Ali yang bisa membuatku bertahan menunggunya selama 1 jam.

Akhirnya aku memutuskan untuk pulang saja. Lagipula kalau memang ia berniat bertemu denganku, pasti ia akan mencari rumahku. Biarkanlah.

---------

Sudah hampir larut malam. Dan aku benar-benar kecewa. Ali tidak menepati janjinya hari ini. Sesusah inikah bila aku ingin bertemu dengannya?

Aku merebahkan tubuhku di kasur. Dan kemudian memejamkan mataku.

"Alfian? Sedang apa kau disini?"

"Sini, aku ingin membawamu jalan-jalan." Alfian menggandeng tanganku dengan erat. Entah, seperti hari ini adalah hari terakhir ia bertemu denganku.

Dari kejauhan aku melihat bangku yang terbuat dari kayu terlihat dan di sampingnya ada beberapa makanan-makanan yang sering Alfian belikan untukku.

"Duduk disini. Ini semua untukmu, makanlah."

Nasi goreng, jus alpukat, dan beberapa makanan ringan tersedia di depan mataku. "Semuanya untukku?"

Alfian mengangguk, "Ini juga sekalian aku ingin meminta maaf. Aku merasa bersalah selama ini kepadamu."

"Meminta maaf untuk apa?"

----------------

KRIIIINGGGG..

KRIIIINGGGG..

Sudah pukul 5 pagi. Ternyata aku hanya mimpi, tapi kenapa Alfian datang ke mimpiku, dan kenapa dia meminta maaf. Sebenarnya ada apa. Seharusnya yang salah itu aku, aku yang terlalu jahat kepadanya. Mungkin benar terlalu bodoh aku menunggu Ali selama 5 tahun, dan sampai sekarang dia tidak menemuiku.

Hari Sabtu sebetulnya aku bisa saja tidak datang ke sekolah, toh aku hanya harus mengawasi anak-anak yang sedang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Tapi sehari tanpa melihat tertawa anak-anak rasanya tidak ada obat untuk aku tersenyum juga.

Patricia Anastasia, "Jangan lupa hari ini, pukul 3 sore aku jemput di sekolah."

Putri Andriana, "Tapi hari ini aku hanya sampai jam 11 siang. Kau ke rumahku saja."

Patricia Anastasia, "Oke. Aku ke rumahmu pukul 3 sore."

Setelah ber-Line-an ria dengan Patricia, aku siap untuk berangkat ke sekolah. Hari ini hari Sabtu, dan aku tidak akan menggunakan pakaian yang biasa aku pakai untuk mengajar seperti rok, sepatu tinggi dan segala macamnya itu. Hari ini aku akan memakai running shoes dan celana jeans. Untungnya kepala sekolah sudah terbiasa melihat guru-guru muda sepertiku ini.

Perjalanan dari rumah menuju sekolah tempat aku mengajar tidak memakan waktu lama. Kira-kira 30 menit sampai, tapi kalau tidak macet mungkin 15 menit sudah sampai.

Di tengah perjalananku menuju sekolah. Banyak toko-toko, restoran, café, pedagang kaki lima juga ada.

"Bang, stop bang! Stop disini!"

"Kenapa, bu? Ibu bukannya harus ke sekolah hari ini?" Tukang ojek langgananku setiap pagi keherenan karena aku meminta untuk berhenti di sebuah kedai kopi.

"Abang, tunggu disini sebentar saya mau bertemu seseorang." Tukang ojek langgananku pun hanya bisa menurut dan mengangguk saja.

Kalian tahu apa yang aku lihat? Alfian sedang berbincang-bincang dengan Ali! Aku segera mencari masker untuk menutupi mulut dan hidungku agar tidak gampang dikenali. Aku lihat mereka dari dekat sepertinya mereka sedang membicarakan hal serius.

Seketika itu pula, kenanganku seperti terulang kembali. Apalagi disaat aku tahu mereka punya perjanjian yaitu tidak akan jatuh cinta dengan perempuan yang sama.

Aku rasa kali ini aku putus asa. Aku menyerah. Aku tidak akan mengharapkan Ali lagi, dan aku tidak akan menyia-nyiakan lagi laki-laki yang tulus datang untuk mengambil hatiku.

"Bang, cepat ke sekolah!" Aku kembali naik ojek dan langsung menuju ke sekolah. Aku sudah tidak peduli dengan Ali, walaupun aku tahu, aku sangat merindukannya.

Andai Dia TahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang