11

372 12 0
                                    

PUTRI ANDRIANA'S POV

"Gerry! Gerry! Kau harus mendengar ceritaku, Gerry! Bangun!" Aku mengguncang-guncangkan tubuh Gerry yang masih setengah tertidur di kelas.

"Apa?" Iya sedikit demi sedikit membuka matanya, "jangan katakan ini soal Harry, aku tak akan mau mendengarkanmu."

"Iya, bukan, ini soal.. Ali! Kemarin malam, Ali menelfonku dan mengajakku untuk menemaninya ke toko buku hari Minggu. Apa ini yang dikatakan berkencan?" Gerry terlihat tertidur lagi. Memang anak itu, sekalinya datang pagi pasti seperti ini. "Bangun! Dengarkan aku!" Aku mencubit-cubit kecil lengan Gerry.

"Iya, iya, aku mendengarkanmu. Emm bisa dikatakan berkencan. Apalagi kau hanya pergi berdua, APA KAU AKAN PERGI BERDUA? PUTRI ANDRIANA AKAN BERKEN.....mmmmmm." Inilah Gerry, si tukang gossip, dan si tukang teriak-teriak.

"Bisakah kau tidak teriak-teriak? Aku tidak akan melanjutkan ceritamu bila kau tiba-tiba teriak seperti itu lagi!" Aku melipat tanganku.

"I'm sorry, I can't believe it. You, and Ali? Akhirnya, tapi kau jangan terlalu menunjukkan bila kau senang. Apalagi ini baru pertama kali, jadi berlagak biasa-biasa saja."

Aku mengangguk, "kau harus tau. Saat aku mendengar suaranya di gendang telingaku, aku merasa tenang."

"Itukan karena kau ini sudah lama tak merasakan bahagianya jatuh cinta. Kau terlalu menutup hatimu karena Harry-mu sayang."

Aku hanya mengkerutkan bibirku, disaat seperti ini masih saja membicarakan tentang Harry. Harry yang mungkin tak akan memikirkanku lagi.

-----------------------------------------

Jumat, ya hari tersibuk untukku. Tapi juga menjadi hari yang mengobati rasa lelahku karena bertemu teman-teman yang luar biasa lebih membuatku nyaman. Dan juga bertemu Ali.

Ah, Ali menjadi trending topic in my mind beberapa minggu belakangan ini. Seperti biasa, ia selalu datang terlambat. Entah 10 menit setelah bel, atau bahkan 20menit.

Setiap aku tanya jawabannya adalah, "aku menjaga adik perempuanku saat ibuku membantu tetangga sebelah yang mempunyai usaha catering, lumayan untuk menghilangkan rasa bosannya saat anak-anaknya pergi sekolah."

Anak laki-laki yang bertanggungjawab menurutku, dia saja setia menjaga adiknya. Bagaimana nanti bila ia menjagaku? Ah terlalu jauh.

"Tuh, yang ditunggu sudah hadir!" Tammy, orang yang tahu bagaimana aku dan Ali disini. Pura-pura tak menyukainya, namun selalu merindukan kehadirannya setiap hari Jumat.

Aku menaruh telunjukku ke bibirnya. "Tammy! Diam! Ssstt!"

Dia hanya tertawa kecil, aku benar-benar suka suasana disini. Dengan orang-orang ini, termasuk Ali.

Ali duduk disampingku dengan nafas yang terengah-engah, aku yakin hari ini dia pasti berlari dari tempat parkir ke ruangan ini.

"Aku ketinggalan apa?"

"Buanyaaaaaaakkk." Sambil melebarkan tanganku dan menunjuk catatan dan latihan yang baru saja aku kerjakan.

"Sudah selesai?" Dia melihat buku tugasku yang hanya aku isi setengahnya. "Belum, kan? Kebiasaan." Dia mengacak-acak rambutku.

Tidak, nafasku terasa berhenti. Ada apa ini.

Aku kembali berkonsentrasi untuk menyelesaikan tugas dari Mr. Alex.

"Put, dengerin deh."

Ali memasangkan headset pada daun telingaku.

I know you've never loved the sound of your voice on tape

You never want to know how much you weigh, you still have to squeeze into your jeans

But you're perfect to me

I won't let these little things

Slip out of my mouth

But if it's true

It's you

It's you

They add up to

I'm in love with you

And all these little things

You'll never love yourself half as much as I love you

And you'll never treat yourself right darlin' but I want you to

If I let you know I'm here for you

Maybe you'll love yourself like I love you

"One Direction? Little things?"

Ali hanya mengangguk sambil kembali menyalin catatan-catatanku yang pastinya masih banyak lagi yang harus dia salin.

"Maksudnya apa?" Aku mengerutkan dahiku, sambil menatap wajah Ali yang serius menyalin catatan-catatanku. Wajah seriusnya membuatku tertarik untuk terus menatap wajahnya.

Ali menjawabnya dengan senyuman.

Dengan cepat aku pura-pura melanjutkan tugas yang diberikan Mr. Alex. Ali pasti akan berpikir bahwa aku pasti sedang salah tingkah saat ini. Aku hanya membolak-balikkan buku tanpa menulis sedikitpun. Ada apa dengan diriku ini.

"Okay guys, maybe some of you must go praying now. So, you can go praying." Mr. Alex mempersilahkan kami untuk melaksanakan shalat Maghrib.

Aku bersyukur Mr. Alex secara tidak langsung membantuku untuk berhenti salah tingkah. Tiba-tiba tanpa menunggu waktu lama, Ali menarik tanganku.

"Tunggu, Li. Aku belum merapihkan alat-alat tulisku yang masih berserakan." Aku menghentikan tarikkan tangan Ali lalu merapihkan alat tulis yang berada di atas meja.

Setelah melihatku selesai merapihkan alat-alat tulis. Ali kembali menarik tanganku ke arah masjid terdekat. Ia hanya menunjuk tempat wudhu wanita di sebelah kiri, dan ia langsung melesat ke arah tempat wudhu laki-laki.

Ya Allah, terimakasih aku bisa merasakan jatuh cinta dengan orang yang seperti ini. Walau dia pasti belum mengetahui tentang perasaanku ini.

Andai Dia TahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang