22

324 12 0
                                    

PUTRI ANDRIANA'S POV

It feels like a perfect night to dress up like hipsters

And make fun of our exes, uh uh, uh uh.

It feels like a perfect night for breakfast at midnight

To fall in love with strangers, uh uh, uh uh.

Yeah,

We're happy, free, confused, and lonely at the same time

It's miserable and magical.

Oh, yeah

Tonight's the night when we forget about the deadlines

It's time

Uh oh!

I don't know about you

But I'm feeling 22

Everything will be alright

If you keep me next to you

You don't know about me

But I'll bet you want to

Everything will be alright

If we just keep dancing like we're

22, ooh-ooh

22, ooh-ooh

"Bisa kau kecilkan volume radiomu? Sungguh, ini malah menambahku pusing."

Patricia tertawa sambil bernyanyi lagu Taylor Swift yang sedang diputarkan oleh sebuah stasiun radio.

"Patriciaaaa!" Aku menutup telingaku agar tidak mendengarnya terus bernyanyi.

Mobil Patricia berhenti di sebuah warung makan. "Dengarkan aku, aku tahu kau sedang merasa tak karuan karena terus memikirkan Ali dan Alfian. Tapi sekarang aku ingin kau menemaniku reuni, aku tidak mau membawa sahabatku ini ke dalam reuni bila kau tetap cemberut."

Aku berusaha mengembangkan senyumku dengan perlahan.

"Ayo, lebih senyum lagi, terus, terus." Patricia menarik pipiku hingga aku tersenyum sumeringah.

"Cukup cukup. Aku sudah tersenyum. Jadi, ayok kita langsung berangkat ke UI."

Patricia menggeleng, "Tapi, sekarang aku ingin kau masuk ke salon itu dan mempercantik diri, aku ingin mengisi perutku terlebih dahulu."

"Hei, ingat minggu depan kau akan menikah apa kau ingin gaun pernikahanmu terasa kecil karena perutmu membesar? Haha." Aku mencubit perut Patricia.

"Asal kau tahu, aku sudah turun 5kilogram karena aku memikirkan pernikahanku. Jadi sekarang ingin makan."

Patricia keluar dari mobil, dan juga tidak lupa menarikku keluar dari mobilnya. Dia mendorong-dorong sampai aku masuk ke dalam sebuah salon di sebelah warung makan tadi.

Sebuah salon wanita yang sangat cantik, dekorasinya benar-benar ditujukan untuk dinikmati oleh seorang wanita.

"Selamat sore, Putri." Dua orang pegawai salon yang berseragam salon tersebut menyambutku dengan hangat.

Tunggu, apa tadi dia menyebut namaku? Mungkin saja itu sebutan untuk pelanggannya, nama Putri itu sudah terlalu pasaran.

Aku dituntun ke sebuah ruangan yang lebih nyaman dari lobby salon yang tadi.

Aku sangat dimanjakan oleh salon ini. Benar, salon langganan Patricia yang satu ini pantas untuk direkomendasikan ke semua orang.

Sampai akhirnya pukul 7 malam aku baru selesai di manjakan beberapa treatment di salon ini. Ternyata Patricia juga sedang berada di ruangan sebelah, sedang menikmati kenyamanan treatment yang disuguhkan.

"Apa harus aku mengenakan baju seindah ini? Kita kan hanya pergi ke reuni kampusmu?" Tanyaku heran ketika sang pegawai salon menunjukkan baju yang akan aku gunakan.

Patricia hanya mengangguk dan memaksaku masuk ke ruang ganti pakaian.

Dress kecil berwarna merah muda yang simple, dengan sedikit glitter di bagian roknya menambah keanggunan pada dress yang aku gunakan saat ini.

Sepatu hak berwarna senada juga lengkap menyempurnakan penampilanku malam ini. Aku seperti terlahir kembali. Rasanya akan ada moment yang akan aku rasakan malam ini.

"Kau sangat cantik, Putri." Patricia memelukku sambil sedikit menangis.

"Hei, jangan menangis. Baru sekali aku berpenampilan seperti ini kau langsung terpukau haha." Aku membalas pelukkan Patricia dengan hangat.

"Semoga malam ini kau bahagia, sahabatku." Gerry tiba-tiba ada di hadapan kami berdua. Membawa satu bouquet bunga mawar putih yang cantik. Disampingnya Eliza, istri dari Gerry yang sangat cantik.

"Kenapa kalian ada disini juga? Ada apa ini?" Aku mulai kebingungan.

----------------

KAHFI ALI FADHILLAH'S POV

"Garingggggg!!"

"Sudah jangan berisik, kali ini turuti ideku. Ini juga untuk kebaikan lamaranmu malam ini. Hahaha." Garing sangat antusias dengan apa yang direncanakan Patricia dan Gerry. Aku tak menyangka aku akan mempunyai kisah yang seperti ini dengan Putri.

"Ring, kalau nanti aku sudah menikah. Bagaimana dengan dirimu?"

Garing—Alfian, menarik nafas panjang. Aku tahu, tak mudah melepaskan orang yang kau cintai demi sesosok sahabatmu.

"Aku akan terus memperhatikan keadaan rumah tanggamu, sedikit kau lengah..... Aku akan mengambil Putri dari tanganmu, hahaha bercanda. Aku akan bekerja di Semarang dan akan membuka lembaran baruku disana. Doakan aku untuk menyusul kebahagiaan seperti dirimu dan Putri."

Kami berpelukkan seperti telettubbies yang sebentar lagi akan berpisah. Aku tidak tahu harus berterimakasih seperti apalagi kepada Alfian.

Jarak rumah Alfian ke tempat yang direncanakan Patricia dan Gerry cukup jauh. Tegang, pasti. Degup jantungku semakin tak terkendali saat melihat sebuah restoran kecil yang sudah mereka booking.

"Kau siap?" Alfian menepuk pundakku sambil menyadarkan aku yang sedari tadi melamun, entah aku sudah tak bisa membayangkan apa yang terjadi nanti.

Kami berdua memasukki restoran kecil, bahkan seperti greenhouse dimataku. Walau sudah mulai gelap, keindahan bunga-bunga yang berada di sekitar restoran ini masih nampak indah.

Putri duduk sendirian ditengah-tengah kerumunan orang yang sedang menikmati keindahan restoran pada malam hari ini.

"Putri?"

Ia mengangkat wajahnya, tersenyum kecil sambil menatap wajahku sebentar.

"Kenapa kau ada disini? Kau alumni UI juga?"

Tunggu, aku hampir lupa bahwa Patricia mengatakan kepada Putri bahwa tempat ini adalah tempat reuni dari para alumni Universitas Indonesia.

"Ah iya, aku ingin memberikanmu sesuatu." Aku memberikan kotak kecil yang berisi puzzle yang sudah aku buat seharian penuh.

Putri membuka kotak itu perlahan, "Puzzle?"

"Coba selesaikanlah."

Andai Dia TahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang