10

339 12 0
                                    

"Salah, seharusnya hasil dari y² nomer 3 ini samadengan 48x." Patricia mengoreksi hasil tugas Matematika yang baru saja aku kerjakan.

"Bukannya ⅓x?" Gerry menimpal dengan jawabannya sendiri. Disaat seperti ini mereka selalu membuatku semakin bingung mana jawaban yang benar.

"Ah sudah! Lebih baik kalian satu perasatu menjelaskan bagaimama kalian mendapatkan hasil yang berbeda tadi."

Patricia mulai menjelaskan terlebih dahulu bagaimana ia mengerjakan. Dan juga Gerry, benar saja. Gerry selalu tidak teliti di akhir-akhir dia menghitung.

"Pantas saja jawabanmu berbeda! Hah! Aku menang!" Patricia tertawa dengan lepas tanda ia benar-benar berhasil lebih unggul daripada Gerry.

Memang, kedua sahabatku itu sangat pintar dalam bidangnya masing-masing, Gerry sebenarnya pintar juga dalam pelajaran Matematika. Tapi, dia lebih jago di pelajaran Biologi. Seperti yang kalian tebak, cita-citanya menjadi dokter. Lebih tepatnya dokter anak. Aku tak bisa membayangkan sahabat sejiwaku yang satu itu suatu hari menjadi seorang dokter anak. Pasti banyak tingkah lucu yang ia lakukam agar pasien-pasein kecilnya tidak menangis saat berobat.

Patricia? Seingatku dia selalu bermimpi menjadi arsitektur, dia jago untuk menghitung, kemampuan Fisika dan Matematika-nya lumayan. Apalagi untuk mengkhayal berbagai gedung-gedung, atau rumah-rumah unik yang akan dia ciptakan nantinya. Ah, aku bersyukur bisa bertemu mereka.

------------------------------

KAHFI ALI FADHILLAH'S POV

Aku memarkirkan motorku di depan café yang dekat dengan gedung SMP-ku. Sudah lama aku tak mengunjungi tempat ini, tak menyapa para karyawan yang hampir semua aku kenal, apalagi semua kenangan yang aku lewati disini. Tidak, aku bukan remaja laki-laki yang gemar 'hang-out tampan' seperti kebanyakkan remaja laki-laki yang suka menghabiskan waktunya berkumpul tanpa ada aktifitas yang berproduktif. Aku hanya, hanya dipertemukan dengan perempuan manis itu.

"Hai, bro! Aku tak menyangka kau masih terus mengunjungi tempat ini."

Seorang remaja laki-laki menghentingkan lamunanku, wajah yang sudah lama menghilang dari penglihatanku. "Garingggggg!! Kau masih saja seperti dulu." Kita berjabat tangan ala-ala sahabat yang tidak berhenti sampai hampir 15 detik. Hal yang sudah lama tidak aku lakukan bersama sahabat lamaku ini.

"Masih saja kau memanggilku Garing, aku sudah tidak segaring dulu lagi. Lagipula sekarang aku sudah mulai mendekati beberapa teman-teman wanitaku di sekolah. Sekarang panggil aku Alfian Rangga!" Garing tertawa dengan lepasnya seperti raksasa yang berhasil memakan mangsanya.

"Aku lebih suka memanggilmu Garing, anggap saja itu panggilan sayang-ku."

"Ih, kau! Ayolah cari perempuan pengganti Renitha, aku tau kau selalu mudah mendapatkan perempuan dibandingkan aku, si Garing." Garing menepuk pundakku, dia adalah orang yang paling tau jalan cerita diantara aku dan perempuan itu. Renitha, Renita Putri Anjani. Bahkan, dia yang memperkenalkan diriku pada Renitha.

-------------------------------

Aku, Garing, dan Fauzi baru saja selesai mengerjakan tugas-tugas akhir yang harus kami selesaikan sebelum bulan Maret. Bulan dimulainya anak kelas 9 menjadi anak-anak yang super sibuk. Sibuk untuk merapihkan nilai, ujian praktek, try out, ujian sekolah, dan berbagai macam ujian-ujian sekolah yang akan kami lakukan nantinya.

Andai Dia TahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang