3

618 19 0
                                    

Seperti biasa mama pasti masih berada di sekolah adikku. Aku bingung sampai kapan adikku bisa mandiri berangkat sekolah sendiri.

2 gelas sirup rasa jeruk sudah aku sediakan di teras. Aku memilih untuk menyiapkan buku-buku untuk bimbingan belajar dan bimbingan bahasa Inggris hari ini. Sambil menunggu Ali yang masih shalat Jumat di masjid tentunya.

Suara motor besar terparkir di halaman rumahku. "Assalamualaikum. Riana?" Pasti itu Ali.

"Aku sedang membereskan bukuku, di meja depan ada sirup. Silahkan jika kau haus!" Aku berteriak dari lantai 2.

Ali menatap balkon di lantai 2. "Kau mandi?"

"Iya! Tunggu sebentar ya!" Aku melihat kilatan kacamata Ali yang terpantul cahaya matahari. Senyumannya, bukan itu bukan kak Harry.

Aku lihat Ali duduk lesehan di terasku. Pundaknya lebar dan agak sedikit membungkuk, namun masih terlihat tegap. Mengapa aku bertemu orang yang mirip sepertimu, kak?

"Sudah selesai?" Ali melambaikan tangannya. "Jangan terus berdiri di tangga, awas jatuh nanti."

Bodoh, aku terlihat orang bingung yang memandanginya dari tangga rumahku. Aku kemudiam menghampirinya. "Sudah, kok. Kau tidak pulang?"

Ali melihatku dari atas sampai bawah. Sirup yang berada di gelas yang ia pegang juga sudah habis. "Rapih sekali? Mau kemana? Bimbingan bahasa Inggris baru akan dimulai jam 5 sore, kan? Dan ini baru.." Ia melihat jam tangannya yang berwarna hitam, "pukul 3 siang?"

"Aku mau..... Eh tunggu! Pukul 3? Aduh aku terlambat, aku harus bimbingan belajar terlebih dahulu. Jadwalku memang sangat padat di hari Jumat. Huh" kataku mengeluh sambil mencoba mengeluarkan motor matic yang terparkir di garasi rumahku.

"Pasti bosan harus belajar terus, tapi itulah resiko kelas 12. Tapi.." Ali mencegahku untuk mengeluarkan motor. Matanya yang kulihat dari balik kacamata. Ya Tuhan mengapa begitu mirip?

Kami saling berpandangan. "Kenapa? Aku ingin buru-buru berangkat." Kataku menyudahi saling pandang yang barusan kami lakukan.

"Aku saja yang mengantar, lagi pula aku free sampai nanti jam 5." Ali membawa tas merahku, dan ia memakai jaket dan helm-nya.

"Aduh tidak usah, aku bisa bawa motor sendiri. Lagipula aku biasanya juga seperti itu."

"Ayok! Daripada kau terlambat!" Ali menarik tanganku, akhirnya aku naik ke motornya. Sebelum itu aku mengunci pintu, dan menutup pagar rumahku.

"Kau yakin kau tidak repot?"

Ali menggeleng. Dan membawaku cepat sampai ke tempat bimbingan belajar. "Kau pulang jam berapa?"

"Hah?" Dia akan menjemputku? "Jam setengah 5. Kenapa?"

"Tunggu sampai aku menjemputmu nanti, kita berangkat bersama ke tempat bimbingan bahasa Inggris. Bye!"

Ali melambaikan tangannya, dan langsung pergi. Sudah lama aku tidak dekat dengan laki-laki sejak kejadian itu.

"Pacar baru? Akhirnya temanku ini bisa move on dari masa lalunya." Gerry yang sedari tadi memperhatikanku datang bersama Ali meledekku dari kejauhan.

Aku kemudian menghampiri Gerry. "Bukan, dia hanya teman bimbingan bahasa Inggris, dan dia orang yang mirip kak Harry. Seperti yang aku ceritakan waktu itu!"

"Harry?" Nada gerry mulai meninggi, dia memang orang yang paling sensi bila aku punya cerita yang berhubungan dengan kak Harry. "Masih saja kau ingat Harry, dan masih saja kau menyebutnya dengan sebutan 'kak'. Kau tidak pernah luntur ya rasa sayangnya dengan laki-laki itu?"

Memori-memori yang aku lalui bersama kak Harry teringat kembali. Terutama, janji manisnya kepadaku. Dia mungkin menganggapku perempuan bodoh yang bisa tertipu, tapi rasa sayang menutupi rasa curigaku, jadi aku sangat percaya dengan janjinya.

----------------------------

KAHFI ALI FADHILLAH'S POV

Akhirnya aku kembali mengantar seorang perempuan setelah sekian lama aku memilih untuk sendiri. Aku tak mengerti mengapa aku begitu semangat untuk menjemputnya nanti.

Selesai membersihkan diri, dan merapihkan buku. "Ma, Ali berangkat ya.." Aku mencium tangan ibuku.

"Cepat sekali, inikan masih pukul 4 sore?" Mama bertanya padaku dengan nada heran.

"Iya, aku harus menjemput temanku dulu. Aku sudah berjanji padanya untuk berangkat bersama." Aku tersenyum.

"Menjemput perempuan? Ingat janjimu pada papa ya, Li." Mama menyubit pipiku.

"Iya, Ma. Siap!"

Aku berangkat menuju tempat bimbingan belajar Riana. Aku melihat jam tanganku. Masih menunjukkan pukul 4.20. Sambil menunggu, aku memilih untuk bermain dengan gadget ku.

Masih tersimpan foto perempuan berkerudung dengan senyumannya yang sangat manis. Di foto itu ia sedang menyubit pipiku, dan aku berada di sampingnya, ber-pose seakan cubitan dari perempuan itu sangat sakit. Kita terlalu bahagia di masa itu.

"Cepat sekali kau datang!" Riana sudah berada di hadapanku. Buru-buru aku mematikan gadget dan menyimpannya di saku celanaku.

"Sudah selesai? Mau langsung berangkat?" Tanyaku.

"Ayok, aku tak mau ketinggalan cerita-cerita dari Mr. Alex hari ini."

"Dia selalu punya cerita tiap harinya ya. Ya sudah, cepat naik."

Riana melambaikan tangan kepada temannya, dan ia laki-laki. Mengapa kalau laki-laki? "Dia siapa?"

"Dia Gerry, teman sekelasku. Dia memang laki-laki tapi cerianya tak kalah dengan perempuan." Suara Riana samar-samar tercampur dengan angin sore ini, apalagi kita mengobrol diatas motor yang melaju 60km/jam.

"Ohiya, nama panjangmu kan Putri Andriana. Kenapa kau tidak dipanggil Putri saja? Aku pikir nama itu lebih indah untukmu."

"Kalau di sekolah nama panggilanku memang Putri, kok. Aku hanya ingin dipanggil dengan nama yang berbeda. Dari kecil aku dipanggil Putri. Aku bosan saja, haha."

Kami sudah sampai di parkiran bimbingan bahasa Inggris. Riana turun dari motorku dengan hati-hati. "Kau mau eskrim?"

"Hah? Iya, boleh." Riana mengangguk.

Ia terlihat lucu. Wanita berpostur mungil, dan polos. Cara jalannya juga lucu. Tanpa sadar aku memandanginya sambil tertawa kecil.

"Ayok, katanya mau beli eskrim." Riana mengajakku membeli eskrim dengan nada merengek seperti anak kecil, lucu. Tak henti-hentinya kau, Li. Mengatakan bahwa dia lucu.

Kami menghabiskan eskrim sampai jam menunjukkan pukul 5, kami berdua masuk ke kelas.

Andai Dia TahuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang