🏆8. Katanya, Terjebak di Masa Lalu🏆

13 5 0
                                    

Yuhuuu baru bisa update~

Kamsanida yang sudah baca, lopme tu > _ <♡






***



Sudah beberapa menit berlalu, tetapi kedua insan itu masih saja enggan membuka suara. Tentu setelah Yura pergi meninggalkan mereka, guna membuat keduanya bisa berbincang dengan leluasa. Atau saling menyapa satu sama lain setelah lama tidak berjumpa.

Dua insan itu tiada lain adalah Ryana dan Suno. Sahabat yang sudah terpisah jauh oleh jarak dan waktu, serta dengan kesibukan masing-masing.

Sebenarnya, di antara mereka berenam—persahabatan SMP mereka—hanya Ryana dan Suno yang tergolong netral. Tidak ada isu tentang rasa yang tumbuh. Pure pertemanan selayaknya orang-orang biasa. Hanya saja, kala itu dua kubu terbentuk tanpa diminta, membuat Ryana memilih pergi dan tak kembali lagi. Sehingga Suno yang tidak terbawa arus pertikaian antar sahabat itu, kehilangan jejak teman-temannya. Pergi entah ke mana.

Suno berdehem pelan, memberanikan diri membuka percakapan. Walau hanya sekedar menanyakan tentang kabar. Ia rasa itu sudah cukup untuk melepas rindu pada teman lamanya itu.

"No, kamu gak berubah sedikit pun," ucap Ryana setelah menjawab beberapa pertanyaan klise yang dilempar Suno.

Suno terkekeh pelan, "Kamu yang banyak berubah, Rya. Sekarang udah punya prioritas," katanya.

Gadis itu hanya tersenyum, tak menyangkal. Ia memang lebih banyak berubah akhir-akhir ini.

"Rya," panggilnya setelah diam beberapa saat. Gadis itu bergumam menanggapi.

"Saya gak tau kalo ternyata kita se-fakultas. Bahkan bareng Alfian juga." Suno tersenyum tipis. Rasanya canggung berbicara dengan Ryana saat ini. Namun, tak ayal tetap melanjutkan.

"Dia apa kabar?"

Ryana memberikan gelengan. Suno bisa menebaknya, bahwa Ryana tidak terlalu akur dengan Alfian.

"Kalian masih terjebak friendzone?" tanya Suno menatap serius Ryana di hadapannya.

"Kurang tau, No. Terakhir aku ketemu, dia kenalin pacarnya ke aku," jawab Ryana seadanya.

Suno mengangguk-angguk kecil. Tak bertanya lagi. Sebab ia merasa kehabisan topik untuk dibahas. Sehingga membiarkan kecanggungan mendominasi keduanya sampai beberapa saat.

"Maaf untuk lima tahun yang lalu." Ryana membuka percakapan.

Suno menoleh, mengangkat sebelah alisnya. Menunggu kelanjutan kalimat gadis itu.

"Aku minta maaf. Tapi sebaiknya kamu gak nyari kami lagi."

"Kenapa?"

"Itu buka luka lama, No. Saran aku, lebih baik kamu fokus sama dirimu. Aku yakin jenuhmu hanya sementara."

Suno terdiam. Apakah memang benar begitu?

"Kamu udah melangkah jauh untuk masa depanmu, No. Jangan mikirin kami yang bisa aja menjadi penghalang buatmu." Jeda. Ryana memperbaiki posisi duduknya.

"Aku tau, persahabatan kita yang lalu berharga banget. Tapi kalo kamu masih merasa itu berharga sampai sekarang, kamu benar-benar terjebak di masa lalu. Karena sekarang semuanya udah berubah. Bahkan aku gak bisa lagi ketemu Gisel, meski aku maksa gimana pun caranya.

"Aku udah masuk daftar hitam dia, dan sulit untuk bisa kembali lagi dari nol. Aku terlalu egois karena kekeuh untuk mempertahankan, padahal talinya udah putus duluan." Gadis itu mengakhiri kalimatnya dengan senyuman getir.

Suno yang melihatnya jadi merasa tak enak. Merasa bersalah sudah mengungkit luka lama itu.

"Tapi gak apa-apa. Semua itu jadi pembelajaran yang berarti buatku."

Lagi, gadis itu tersenyum. Namun, Suno tak dapat menangkap arti dari senyuman itu. Membuat ia bertanya-tanya, memangnya selaam ini Ryana bagaimana? Apakah gadis itu sudah sembuh dari luka masa lalu?

"Rya, apa kamu ... baik-baik aja?" tanyanya membuat gadis di hadapannya itu tertegun.

Ryana mengangguk, "Iya. Saat ini baik-baik aja," jawabnya.

Suno mengangguk berulang. Sebenarnya banyak hal ingin ia katakan, tetapi semua kalimatnya seolah tercekat di tenggorokan.

Hening kembali mendominasi keduanya. Tak ada yang berniat berucap lagi untuk beberapa saat.

"Ada yang mau kamu bicarain lagi, No?" tanya Ryana memastikan.

Suno menggeleng, tak ada. Ia merasa pikirannya tiba-tiba teralihkan. Seolah mengatakan bahwa rencana break the rules-nya ini adalah hal yang sia-sia.

Ryana tersenyum simpul, menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk kedai. "Kayaknya aku pamit deh. Udah dijemput," katanya membuat Suno ikut menolehkan kepala.

Di sana sudah berdiri seorang laki-laki krempeng, rambut acak-acakan dengan warna perak, baju kaos bergambar doodle dengan kata-kata motivasi. Oh, jangan lupakan sandal jepit merk Swallow berwarna pink.

Jika tidak ingat tempat, Suno ingin tertawa saja memperhatikan laki-laki yang masih setia berdiri di sana dengan wajah lempeng bin datar. Sampai Suno tak habis pikir, kenapa modelan begini yang disukai oleh Ryana? Apakah selera cowok gadis itu  menurun?

"Pacarmu?" tanya Suno tak ingin memendam rasa penasarannya.

"Bukan weh, dia Iksa. Tetangga aku, dia sengaja nganter tadi karena motorku," jelas Ryana tanpa diminta.

Suno mengangguk saja. Membiarkan Ryana pamit karena sudah ditunggui. Ia tidak enak juga menahan gadis itu lama-lama. Lagipula mereka akan membahas apa-apa lagi. Semuanya berakhir tanpa ada kejelasan.

Suno menatap arah kepergian Ryana. Matanya mulai menerwang jauh. Ia memikirkan setiap perkataan gadis itu. Entah kenapa terkesan menyuruh dan tidak segan-segan rasanya menusuk. Membuat dirinya heran. Seolah gadis itu menyuruhnya untuk tidak memikirkan sahabat sendiri. Apakah ini artinya list nomer 4 harus ia hilangkan?

Laki-laki itu itu menghela napas pelan. Ia memijat pangkal hidungnya yang bak perosotan anak TK. Agak merasa lelah memikirkan banyak hal seperti ini. Ia memejamkan matanya, berharap keributan dalam pikirannya berhenti. Jujur saja, ia lelah

Huh, gini amat ya rasanya. Pusing.

"Kamu gak apa-apa?"

Suno membuka matanya. Ia mendapati Yura berdiri di hadapannya. Ia mengernyit, menatap heran gadis itu. Seingatnya bahwa Yura sudah pulang setelah berpamitan tadi. Lantas, kenapa sekarang ia masih berada di sini?

"Aku sengaja nungguin kamu. Aku pengin kita bahas ulang tentang daftar keinginanmu itu. Aku ada saran bagus, gak perlu pakai daftar kayak gitu."

"Kenapa gak perlu?" Alis Suno terangkat sebelah, meminta penjelasan pada Yura yang masih bediri di depannya.

"Daftar itu gak guna, kalo ternyata buat kamu kepikiran lebih banyak lagi. Itu bukan break the rules yang sebenarnya. Tapi sebaliknya, nambah beban pikiran doang," sahut Yura dengan kilat kata runcingnya membalas tepat tatapan Suno.

"Kamu mending duduk dulu kalo mau bahas itu," kata Suno tak ingin membahas hal itu dulu. Pikirannya memang benar-benar penuh. Namun, ia terlewat gengsi jika memberitahukan hal itu pada Yura.

"Besok. Sekarang pulang."

"Sekalian aja. Mumpung lagi penuh pikiran saya," ucap Suno yang mendapat delikan dari gadis itu.

"Kamu gak mau perhatian sama diri sendiri? Aku yakin setiap kamu bahas hal berat, pikiranmu juga memberatkan. Makanya lagi sekali aku tanya. Kamu baik-baik aja kah?"

Suno tak dapat menyembunyikan keterketegunannya. Sebelum ini ia bahkan tak ingat jika ada orang yang menanyakan dirinya seperti demikian. Rasanya benar-benar baru. Dan ada sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan secara lisan.

***




Break the Rules [Sunwoo TheBoyz]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang