Annyeong, besok part terakhir ajalah ya
Capek wkwk
***
Usai membatalkan kesepakatan 'Break the Rules' dengan Yura, Suno kembali pada aktivitas ambisnya. Seperti malam ini, tiada badai tiada petir, Suno duduk di kursi meja belajarnya. Ia fokus pada lembaran soal matematika di tangannya. Lembaran itu baru kemarin ia print di Fotocopy FKIP. Dan kini baru sempat ia membukanya.
Sebenarnya kampus tidak libur, hanya mahasiswa saja yang libur semesteran. Sementara dosen dan pegawai-pegawainya tetap masuk seperti biasa. Entah itu mengurus mahasiswa akhir yang konsultasi mengenai skripsi, ada yang rapat sana-sini, ada yang mempunyai tugas khusus seperti menjadi dosen KSA (kuliah semester antara), atau ada juga yang merangkap menjadi dosen sekaligus laboran. Sehingga minim sekali memiliki jatah libur.
Berbeda dengan mahasiswa yang sesuka hati pergi ke kampus saat libur semester. Mungkin bisa dihitung jari untuk mahasiswa ambis yang datang ke kampus. Kalau mahasiswa semester akhir, bisa saja konsultasi mengenai skripsi. Lain halnya dengan mahasiswa yang masih punya tanggungan mata kuliah. Kemungkinan beberapa dari mereka sibuk dan sering berada di kampus untuk urusan organisasi atau kuliah tambahan guna memperbaiki nilai.
Tak terkecuali Suno. Ia akhir-akhir ini kerap pergi ke kampus untuk menemani Erlan menghadiri rapat organisasi, yakni HIMATIKA. Selain tanggung jawab sebagai wakil ketua, ia juga ingin kembali rajin pada rutinitas organisasinya.
Kembali pada kanar Suno yang temaram, dengan pencahayaan berasal dari lampu belajarnya. Ia masih bergelut dengan kertas di tangannya.
Laki-laki itu menatap serius tinta hitam yang terbubuh pada kertas. Sampai terlihat lipatan terbentuk di dahinya yang mulus. Tanda ia tengah berpikir keras.
Sesekali mulutnya menggumamkan mater-materi semester 5 yang berkaitan dengan soal yang ada di hadapannya itu. Pun beberapa kali mendecak frustrasi.
"Ini soal gimana ya? Diferensial kan turunan, terus ini kenapa ada parsialnya lagi? Maksudnya turunan setengah gitu?" omelnya dengan alis menukik menatap soal di hadapannya.
Suno mendecak lagi. Kali ini ia memerlukan beberapa menit untuk memahami penyelesaian soal dengan menggunakan limit fungsi.
Lembaran soal itu mulai dicoret-coret oleh Suno setelah memahami cara pengerjaannya. Sebenarnya, soal yang ia kerjakan adalah materi semester 6 mendatang. Namun, lelaki itu selalu dua langkah di depan. Menyiapkan dan mempelajari materinya dengan caranya sendiri. Sehingga saat usai liburan, ia bisa bersantai untuk mempelajari materi mata kuliah yang lain. Tak dapat dimungkiri jika laki-laki itu benar-benar jenius.
***
Dua hari berlalu dengan cepat. Kini Suno sedang berada di gazebo taman belakang rumahnya. Duduk berdua bersama Hanggi yang baru menyelesaikan latihan renangnya. Bahkan gadis itu masih menggunakan mantelnya. Tak menghiraukan Suno, sebab ia masih fokus membalas beberapa pesan yang masuk ke ponselnya.
Berbeda dengan Suno yang sibuk menuliskan sesuatu pada notebook-nya. Raut wajahnya terlihat sangat serius. Sampai mengundang rasa penasaran sang kakak yang kini selesai dengan kegiatannya.
"Kamu nulis apa, No? Serius amat," tanya Hanggi berusaha melihat ukiran tangan sang adik.
"Bentar, aku lagi ngitung." Suno menahan Hanggi agar tidak bertanya lebih lanjut. Membuat gadis itu mau tak mau menurut, meski semakin dibuat penasaran.
"Sudah."
Hanggi mengernyit, "Apa yang kamu hitung?"
Tanpa menjawab, Suno menyerahkan notebook tersebut kepada Hanggi. Lantas Hanggi segera memeriksa tulisan adiknya itu.
"Apa nih? Panjang kali luas? Kedalaman kolam? Fluida statis?" Hanggi ingin menangis saja rasanya membaca deretan rumus dan angka yang ditulis oleh Suno. Manalagi ada tentang pipa bejana. Hanggi benar-benar syok melihatnya.
"Ada yang salah, Kak?"
"Mataku yang salah, No. Udah bersikeras buat penasaran tentang apa yang kamu tulis," jawab Hanggi mendramatisir. Ia melambaikan tangannya. Aku kayaknya perlu menyelam lagi," lanjutnya seraya beranjak menuju kolam tak jauh dari gazebo.
Suno menatap heran kakak semata wayangnya itu. "Kak, gak mau tau kah ini challange dari siapa?"
Hanggi yang sudah menceburkan tubuhnya menoleh, "Siapa? Yura 'kan?"
Suno menggeleng, "Yura mah banyak tanya, belajarku jadi satu arah kalo sama dia."
Alis gadis itu bertaut, menatap Suno dengan tatapan bertanya.
"Mau tau gak?" tanya Suno mengulur waktu menjawab.
"Iya elah, siapa sih? Cewekmu? Atau si Ryana?" kesal Hanggi karena adiknya itu tak kunjung memberitahu.
"Nomer Ryana aja aku gak punya, Ya kali dapet challenge ini dari dia," sanggah Suno dengan sewot.
Hanggi menarik napas pelan. Mencoba sabar menghadapi adiknya itu. Maklum, rasa ingin membanting lebih rendah daripada rasa penasarannya. Sebab ia baru kali ini mendengar bahwa adiknya itu memiliki teman sepermainan yang gemar matematika.
"Siapa?" ulang Hanggi sambil tersenyum paksa.
"Kakak inget Maylin?"
Hanggi mengernyit, ia merasa tak pernah mengenal orang bernama Maylin. Namun, kenapa adiknya mengatakan seolah ia mengenal orang itu?
"Gak inget deh, siapa emang itu?" Akhirnya Hanggi mengalah. Ia tak mau terlihat bodoh karena tak inget nama orang. Lebih baik ia bertanya, daripada sesat di tengah jalan.
"Yang sering Kakak panggil dengan sebutan Lingling," jawab Suno mencoba menarik kembali ingatan Hanggi tentang orang yang ia ceritakan.
Beberapa saat, Hanggi masih diam. Mencoba mengingat-ingat siapa gerangan orang bernama Lingling ini?
Suno menggeleng pelan. Sekarang ia percaya bahwa usia melapukkan ingatan. Baru ia akan menyahut, suara Hanggi lebih dulu mengintrupsinya.
"Yang dulu pernah nembak kamu jadi pacarnya waktu TK itu bukan?" seru Hanggi heboh sendiri. Bahkan gadis itu sampai naik ke tepi kolam hanya untuk menyuarakan pikirannya.
Suno mendelik, "Bisa gak sih inget bagian lain aja? Kenapa harus bagian yang itu?" kesalnya.
Hanggi menampilkan deretan giginya seraya menunjukkan dua jarinya membentuk tanda damai. "Sorry, ingatan yang itu paling membekas. Yang lain malah out entah ke mana."
Suno tak menanggapi, masih menunjukkan wajah kesalnya. Tentu saja tidak dipedulikan oleh Hanggi. Bahkan gadis itu mulai bertanya-tanya tentang Maylin atau biasa dipanggil Lingling olehnya.
"Dia sekarang gimana? Semenjak dia pindah dari komplek ini, malah gak ada kabar lagi dari dia."
Suno menghela napas, sebenarnya ia malas menanggapi Hanggi. Namun, karena yang sedang dibahas adalah Maylin, si teman masa kecilnya, maka ia akan bersedia menjawabnya.
"Dia satu fakultas sama aku, Kak. Tapi beda kelas."
"Maksudmu dia anak matematika juga" tanya Hanggi memastikan. Suno mengangguk sebagai respon.
Hanggi terdiam. Ia syok untuk kedua kalinya. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa Lingling si kecil imut menggemaskan itu kuliah dengan jurusan mematikan seperti itu?
"Kak, jangan heran. Ini aku aja bisa kuliah di jurusan matematika," sahut Suno seolah bisa membaca pikiran sang kakak.
"Aku kaget aja, No," jujur Hanggi. "Eh, apa kalian udah akrab dari awal kuliah?"
Suno menggeleng, "Gak. Beberapa hari yang lalu kami ketemu."
"Terus gimana——–"
"Sebentar Kak, ada tugas penting dari Lingling!"
Hanggi menatap cengo adiknya itu. Membuat ia yakin bahwa adiknya itu sudah kembali. Kembali belajar dengan rajin seperti sebelum-sebelumnya. Serta dapat ia simpulkan bahwa 'Break the Rules' yang dimaksud Suno suda tidak ada.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Break the Rules [Sunwoo TheBoyz]✔
Ficción General[Follow Sebelum Baca!!] 》spin-off seri campus life《 *** Menjadi mahasiswa dengan IPK nyaris 4,00 membuat Suno Majdi cukup terkenal di prodi matematika angkatannya. Laki-laki ambis itu kerap kali mengikuti ONMIPA-PT mewakili universitasnya. Dan tak j...