🏆1. Suno Majdi dan Peringainya🏆

44 5 0
                                    

Part 1 nih hihiii kuy ramekaaaan🤩


***

Namanya Suno Majdi. Orang-orang biasa menyapanya Suno. Tak ada yang spesial dari hidupnya, tetapi cukup untuk membuat iri para kaum ambis seperti dirinya. Bagaimana tidak? Ia kerap menjuarai ONMIPA-PT mewakili universitasnya. Selain itu, ia juga aktif mengikuti organisasi di kampusnya, yakni BEM tingkat fakultas, HIMATIKA, dan English Club.

Sebenarnya Suno pernah mendaftar BEM tingkat universitas, tetapi ia tak datang pada sesi wawancara, sehingga ia dinyatakan gugur. Maka tak ayal ia beralih aktif pada BEM tingkat fakultas, yang tugasnya tak jauh berbeda. Hanya saja untuk departemennya tentu lebih lengkap BEM tingkat universitas.

Selain itu, Suno sangat aktif pada kegiatan di prodinya. Sehingga ia tak sungkan-sungkan mengikuti himpunan mahasiswa prodi matematika atau yang biasa disingkat HIMATIKA. Tak tanggung-tanggung, Suno menjabat sebagai wakil ketuanya. Menemani Erlan sebagai ketuanya.

Laki-laki dengan IPK tinggi itu juga rajin mengasah kemampuan berbahasanya. Tidak main-main, ia mengikuti organisasi bernama English Club, yang lebih banyak diisi oleh jurusan pendidikan bahasa Inggris. Sehingga ia menjadi minoritas di hadapan mayoritas. Untungnya Suno ini bukan tipe manusia yang pendiam, justru ia itu tipe manusia yang mudah akrab dengan orang baru. Kendati tidak terlalu mendalam, setidaknya ia berani menyapa duluan. Tidak malu-malu meong seperti orang pintar kebanyakan.

Namun, kali ini Suno tak mood dengan segala tetek bengek kegiatannya itu. Bahkan menyentuh soal-soal matematika di atas meja belajarnya pun terasa enggan. Entah apa yang mempengaruhinya. Ia merasa jenuh dengan segala aktivitasnya. Terlebih ia tak memiliki teman akrab untuk membahas seputar hobinya; belajar.

Jika biasanya ia merasa senang melakukan apa pun tanpa teman, kali ini ia merasa bosan. Apalagi teman-teman sepermainannya zaman SMP sudah lost contact semua. Hanya tersisa sebuah bingkai berisikan enam orang anak lengkap dengan pakaian SMP-nya. Dua di antaranya adalah Gisel dan Ryana. Empat orang lagi adalah teman-temannya, termasuk dirinya.

Suno tersenyum tipis. Ia ingat sekali foto itu diambil sebelum semuanya retak. Ah, maksudnya persahabatannya retak. Momen-momen pada masa itu sangatlah menyenangkan. Tak ayal bila ia merindukannya. Terlebih lagi dengan segala perdebatan tentang pelajaran. Itu bagian favoritnya. Terutama pada gadis bernama Ryana itu. Gadis itu menyumbang banyak pada momen untuk Suno. Apa kabar gadis itu sekarang? Apa ia sudah baik-baik saja setelah lulus SMP?

Laki-laki itu menghela napas pelan, sangat menyayangkan hubungan persahabatannya terbilang singkat. Ia merasa tak menemukan kisah manis itu pada masa SMA-nya. Terlalu larut dalam dunia belajar yang menurutnya dapat mengalihkan segala kerinduan terhadap lima orang itu. Namun, kenapa ia merasa jenuh sekarang? Apakah belajar siang dan malam terasa tidak cukup untuknya?

Lagi-lagi Suno menarik sudut bibirnya, tipis sekali. Seraya mengalihkan pandangannya dari bingkai itu ke kalender yang tergantung di tembok kamarnya. Ia menatap lamat-lamat tanggalan yang tertera.

"Lima belas Februari masuk semester 6 'kan?" gumamnya dengan pandangan masih tertuju pada kalender. "Sebelum bulan itu, saya bisa cari kesibukan lain."

Setelah itu, ia bangkit dari duduknya. Tak lupa menutup buku tebal itu, sebelum akhirnya keluar dari kamarnya.

"SEBELUM FEBRUARI MOOD BELAJAR SAYA HARUS BALIK!"

Laki-laki itu berteriak tepat di depan kamarnya. Tentu saja aksi itu membuat sebuah guling melayang ke arahnya.

Suno mengaduh, karena guling itu tepat mengenai wajahnya. Ia menoleh ke arah sumber kesakitannya, menatap sinis gadis yang lebih tua tiga tahun darinya itu.

"Kenapa sih?" ketusnya merasa tak terima dilemparkan guling demikian.

"Kamu tuh yang kenapa! Malem-malem gini malah teriak, gak kasihan kamu hah sama gigiku!" balas gadis itu nyolot, seraya menunjuk pipinya yang tertambal salompas.

"Heleh, teriak gitu doang malah bikin side tantrum. Gimana coba pas saya teriak pake toa masjid, beuh pasti side udah kesurupan," ujarnya yang membuat darah gadis di depannya mendidih.

Ah iya, Suno itu memang pintar dalam hal apa pun. Multitalenta juga. Termasuk dalam hal mengompori dan mengganggu sang kakak.

"Sini kamu No! Aku cincang kamu jadi makanan Opin!" Gadis berambut sebahu itu mengulurkan tangannya, hendak meraih Suno yang masih memasang wajah julidnya.

For your information, Opin adalah soang peliharaan kesayangan keluarga. Dan sudah menjadi bagian dari keluarga Suno. Tak tanggung-tanggung juga pernah mengajak soang itu foto studio. Bahkan sampai di pajang di ruang tengah rumah Suno.

Kembali pada Suno.

Suno berkilah cepat sebelum sempat diraih oleh sang kakak. Ia segera menuruni tangga sambil terbahak. Puas melihat wajah garang kakaknya itu. Terlebih lagi dengan pipi gembul kakaknya yang tertempel salompas.

"Sunooooo!"

Suno segera berlari ke luar rumah. Menuju rumah tetangganya yang tak lain dan tak bukan adalah Erlan, yang sekaligus menjabat sebagai teman sekelasnya.

***

"Kamu kalo ada masalah itu gak usah libatin saya. Kalo masalahmu tentang percintaan ya okelah, tapi kalo masalah ketiplek tentang belajar gini ya gimana saya mau kasih saran." Erlan tak habis pikir dengan teman speerjuangannya itu. Ia kadang heran, dari sekian banyak masalah, entah kenapa harus masalah yang melibatkan otak. Sesekali masalah keterlibatan hati gitu.

Suno mengembuskan napas pelan, ia juga tak tau. Ia hanya merasa jenuh dengan kegiatannya, dan lagipula ia hanya meminta saran kegiatan yang menyenangkan. Bukan minta THR lebaran pula, tapi temannya satu ini pelit bukan kepalang.

"Terus kamu mau apa sih? Dari tadi saya udah ngasih saran, tapi kamu nolak semua. Ini jadinya saya bingung mau nyaranin apa lagi," kesal Erlan karena kegiatan bermain gimnya terganggu oleh Suno.

"Gini loh, saya tuh mau punya kegiatan bermanfaat. Bukan sekedar main-main aja, paham gak?"

Kali ini Erlan mendecak. Satu jam lalu pun Erlan sudah memberikan bantuan berupa saran menjadi amil zakat atau marbot untuk masjid depan komplek. Namun, Suno menolak dengan tegas. Katanya, dia tidak ada bakat dalam hal seperti itu. Terlebih lagi dulu dari SMP sampai SMA, dia itu langganan bolos pelajaran agama.

Erlan memijat pelipisnya, tiba-tiba merasa pusing akibat teman ambisnya ini. Kenapa juga lah Suno ini merasa jenuh dengan tumpukan soal-soal matematika itu?

"Kamu punya kenalan gak, Lan? Yang hobi main ice skate gitu? Atau yang lain?" tanya Suno lagi dengan wajah tak bersalahnya. Belum tau saja jika Erlan sudah pusing seven around karena pertanyaan yang diulang-ulang itu.

"Atau ..." Erlan mengernyit, menunggu Suno melanjutkan kalimatnya yang gantung.

"Saya coba cari cewek?"

Pletak!

Suno mengaduh, melayangkan tatapan sinis pada Erlan. "Apa sih?" ketusnya tak terima disentil dahinya.

"Kamu yang bener aja dong. Masa iya, jenuh matematika pelariannya cewek? Waras kamu, No?" Lagi-lagi Erlan tak habis pikir. Tolong beritahu dirinya letak kamera tersembunyi. Ia ingin melambaikan tangan saking tak kuatnya menghadapi si cowok ambis di depannya ini.

Sementara itu, Suno mengernyit. Seolah sedang memikirkan sesuatu. Tentu saja Erlan mengabaikannya, memilih kembali login permainannya. Namun, ....

"SAYA TAHU!"

Seketika Erlan oleng dari kursi empuknya dan bokongnya berhasil mencium lantai keramik di bawahnya. Belum sempat ia mengaduh, Suno lebih dulu bersuara.

"AYO AMBIS BERSAMAKU!" serunya menggebu-gebu. Tak menghiraukan Erlan yang mengusap bokongnya.

"Sumpret!" umpat Erlan menatap nyalang teman kampretnya itu.

***






VOMENT VOMENT AKU AGAK MAKSA, canda ding🤣

Break the Rules [Sunwoo TheBoyz]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang