"Saat bersamamu, aku merasakan kenyamanan tanpa henti. Untuk mu, terima kasih telah ada."
~~~~
Pagi-pagi sekali Senja sudah di kejutkan dengan keberadaan Langit yang tengah berdiri di hadapannya seraya memakan permen susu nya, menunggu bus yang akan datang.
Netra itu memandang lelaki di hadapannya lekat "kamu ngagetin." Senja memberikan tatapan sinis sebelah tangannya mengusap dadanya pelan.
Langit tergelak "gue gak ngagetin lo, Lo nya aja kagetan dasar!" Tawa ledekan itu mengalun indah di kedua telinga nya.
Senja memilih tak peduli, bokongnya di bawa untuk duduk di halte bus bersamaan dengan lelaki di hadapannya yang ikutan duduk di sampingnya.
"Lo udah mendingan? Kalo masih sakit jangan di paksa," ujar Langit seraya memandang gadis itu dari samping.
"Aku dah mendingan kok," sahut nya singkat tanpa mengalihkan pandangannya ke depan.
Langit terkekeh kecil "obat yang gue kasih di minum?" Senja mengangguk.
"Kamu pasti tau kan." Senja mengalihkan perhatiannya pada Langit, dari tatapan nya saja sudah mengerti apa yang di maksud gadis ini.
Lelaki itu menundukkan kepalanya teringat ucapan Senja hari-hari lalu "gak ada alasannya buat gue ngehindar, gue serius ucapan gue waktu itu buat jaga Lo. Niat gue tulus gak ada maksud lain, gue terima kekurangan Lo apapun itu seburuk apapun masalah Lo, gak akan mempermasalahin," tutur katanya, Langit tulus berbicara seperti itu ia tidak berniat untuk melakukan hal yang tidak-tidak. Langit tak berbohong ucapan yang keluar dari mulut nya berkata jujur bukan sandiwara belaka.
Pandangan nya menyorot pada jalanan yang tak terlalu ramai "Senja ... Lo juga berhak bahagia, Lo berhak nangis kalo Lo udah gak kuat, jangan terus-terusan Lo pendam. Sini, ada bahu sandaran, Lo bisa kok sandar ke sini, telinga ini gue siap denger keluh kesah Lo sampai telinga gue berdenging pun gue tetep dengerin," tuturnya lagi seraya menunjuk pundak serta telinga nya sudut bibirnya memancarkan ketenangan.
Ia menoleh pada gadis itu yang memancarkan wajah sendu, jangan lupakan kedua netranya seperti ada kaca yang kapan saja pecah.
"Gue serius, dua rius biar Lo percaya." Langit tersenyum, siapa saja yang melihat senyuman setulus lelaki ini pasti akan merasakan kenyamanan dan merasa ia benar-benar di lindungi bagai permata indah.
Tangannya tak tinggal diam, lelaki itu mengelus puncak kepala Senja kentara lembut. Namun, Langit benar-benar salah fokus, melihat kepala Senja masih setia di perban.
"Sakit ya?"
Senja seakan baru sadar "Hmm?" menoleh dengan tatapan tanda tanya namun tatapan lelaki itu mengarah pada luka perban di belakang kepalanya. Luka yang waktu kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
NABASTALA [HIATUS]
Teen Fiction"kamu seperti Bumantara yang selalu ku pandang di bawah Nabastala yang sama. Dengan seribu Aksara yang ku tulis di atas kertas-kertas dengan penuh makna." Askara Senja Nirmala, kehidupannya selalu di perlakukan tidak baik. Berkali-kali ia selalu men...