12. Tentang satu fakta

6 1 0
                                    

Happy reading!!



Sore itu selepas pulang sekolah, ibunya yang sedang sibuk berkutat dengan kue-kue nya sedangkan Riyo sang adik sedang mengerjakan pr di ruang tengah.

"Riyo, perlu teteh bantu?" pinta Senja menghampiri sang adik.

Riyo menoleh lantas menggeleng "gak usah teh, Riyo bisa sendiri kok," tolaknya.

Senja tersenyum "yakin nih? Kalo kamu butuh apapun panggil teteh ya?" Riyo mengangguk ria lalu Senja pun menghampiri ibunya yang tengah berada di dapur.

Senja mengamati setiap detail ibunya sibuk mengaduk-aduk bahan kuenya dengan sekuat tenaga.

"Ibu pasti capek ya? Senja bantu yah," Ucap Senja mengamati kue-kue yang sudah di bungkus

Ibu menoleh lalu tersenyum tipis "gak kok, kamu gak usah bantu gak papa kok."

Senja tersenyum miris "kenapa ya? Ayah seperti itu, harusnya yang bertanggung soal ekonomi harus ayah, tapi takdirnya berkehendak lain, ayah Sampai sekarang gak pulang. Aku udah gak tahan Bu." Sorot mata Senja terpancar begitu sendu.

Ibu segera melepaskan sapu tangannya, lantas ibu menggenggam tangan Senja erat, sebuah genggaman singkat mampu merasakan sensasi hangat.

"Gak apa kok Ja, jangan salah kan ayah kamu. Ibu gak keberatan sama sekali, dan ibu harap ayah mu bersikap baik, tapi itu seperti mustahil bagi ibu." 

Senja melirik sekilas "tapi, Senja udah muak dengan sikap ayah Bu. Senja udah gak tahan lagi sama sikapnya yang kasar itu Bu, aku mau hidup damai lagi Bu."

Ibu menggeleng "kita berusaha membuat hidup kita damai, tapi kita juga harus berusaha buat ayah sadar."

"Maaf."

Dada Senja begitu sesak entah mengapa, ia berharap semuanya cepat berlalu. Ia tak merasakan lagi dengan yang namanya damai, pikirannya selalu berkecamuk kemana-mana dengan hatinya yang resah.

Ia takut, ia takut untuk menghadapi sikap-sikap orang yang di sekitarnya yang memandang dia sebelah mata, bukan hanya dia tetapi orang terdekatnya pun tak kalah sama.

Senja hanya bisa berandai-andai tanpa kenyataan yang ia inginkan.

Tak lama ibu kembali sambil membawa kresek yang di dalamnya kue pesanannya pada Senja.

"Ini pesanannya, kamu antar ya. Di dalam ada nama alamat nya, jangan sampe salah. Kamu harus ingat kata tulus." ibu tersenyum hangat pada nya.

Senja pun ikut tersenyum, hatinya seketika lega ketika melihat senyuman ibu membuat dirinya kian semangat lantas ia ambil alih kresek itu.

"Hati-hati di jalan, ibu." ia tersenyum merekah begitu lebar, lantas ia pergi dari dapur, di ruang tengah masih ada keberadaan Riyo.

"Teteh? Mau kasih pesanan?" Senja menoleh.

Riyo tersenyum penuh arti sambil mengerjapkan kedua matanya gemas, Senja yang mengerti kodean tersebut lantas tersenyum.

"Iya, teteh gak lupa kok." Riyo tersenyum puas lantas Senja segera pergi dari rumah nya bersiap untuk mengantarkan pesanannya dengan membawa sepeda kesayangannya.

Ia menggowes sepedanya dengan santai suasana sore kini terasa sejuk, ia menghirup-hirup udara segar.

Tetapi saat di perjalanan kedua netranya tak sengaja melihat seseorang yang berjalan memunggunginya, ia menyipitkan matanya seolah familiar dengan punggung lebar itu.

Dengan tergesa ia melewati orang itu dan ternyata tebakan nya benar, orang itu adalah Langit yang berjalan santai di kawasan komplek elit, di banding dirinya hanya sederhana. Jarak rumahnya dengan rumah Langit hanya berjarak dua gang saja, sedangkan Langit tinggal di kawasan komplek perumahan elit.

NABASTALA [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang