Chapter 8

123 70 5
                                    

DISCLAIMER

The characters, places, and events appearing in this work are fictitious. Any resemblance to real persons, living or dead, is purely coincidental.

 Any resemblance to real persons, living or dead, is purely coincidental

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Play the BGM for better experience!]
BGM by yunzizi 윤지지

Alyssa Magan © FIRSTYRN

.
.
.
.

CHAPTER 8

Alyssa Magan menutup pintu dan berjalan dengan riang ke arah sepedanya. Perempuan itu menyimpan tasnya pada keranjang sepeda dan mulai mengayuh. Karena jalanan yang menurun, tidak perlu ada energi yang perlu ia kerahkan. Setelah beristirahat berjam-jam hari ini, Alyssa merasa tubuhnya terasa sangat ringan seakan angin bisa membawanya melayang bersama burung-burung putih yang terbang bersilangan di atas kepalanya.

Tanpa ia sadari, sang sepeda telah membawanya sampai ke tempat tujuan. Setelah mengamankan benda itu, Alyssa lekas menuruni tebing pantai dengan hati-hati. Perempuan itu bersenandung sembari bermain-main di sepanjang garis pantai.

Alyssa menekan pelan bandana kain berwarna hitam yang terpasang di kepalanya. Perempuan itu berputar ke kanan dan ke kiri. Matanya memperhatikan pantulan tubuhnya pada air laut yang terjebak di antara bebatuan. Seperti gadis perawan pada umumnya, hari ini pun ia ingin menampilkan gaya berpakaian terbaik. Ia menangkup sebelah pipinya seraya mengangkat sebuah cermin tangan hingga sejajar dengan wajahnya yang tersenyum.

“Oh, tidak! Apa ini?” Alyssa meraba bibirnya yang kasar.

Perempuan itu mengaduk isi tasnya lalu mengeluarkan beberapa benda seperti pernak-pernik yang dibawanya dari Polton--hadiah untuk Maven Roth--serta beberapa sampah kemasan roti dan gula-gula. Sekadar catatan, Alyssa bukan perempuan yang jorok--oh, ya, semua orang harus tahu itu--hanya saja ia tidak sempat mencari bak sampah saat berkeliling mencari buah tangan bersama sang ayah sebelum kereta berangkat. Terpaksa ia mengantongi semua sampah kertas itu di dalam tas kemudian melupakannya begitu saja.

Perempuan itu menyandarkan cermin tangannya pada batu setelah menemukan sebuah botol kecil berisi madu. Ia mengoleskan sedikit cairan itu pada bibirnya dan kembali tersenyum. Tidak ada penampilan buruk yang boleh menodai pertemuannya dengan sang kekasih.

Ia terkikik geli dengan sematan kekasih yang melintas di kepalanya. Benar juga, mereka--Alyssa Magan dan Lare Jeth Ammar--adalah sepasang kekasih. Ya, kekasih. Itu berarti mereka sama seperti Mone-Ilte dalam kisah romansa legendaris yang mewarnai dunia sastra dan budaya Lybelium*. Kisah itu telah dipentaskan beberapa kali dalam setahun, meskipun begitu kelompok teater ibukota masih bisa mengeruk keuntungan yang fantastis dengan membawakan lakon Mone dan Ilte. Alyssa sendiri sudah dua kali menontonnya. Mereka selalu menggunakan aktor yang berbeda dan sedikit menggubah naskah asli Mone-Ilte. Dan itulah alasan mengapa orang-orang masih ingin menyaksikannya.

ALYSSA MAGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang