15. Sweet Boy

11 4 1
                                    

Selia melarikan diri dari situasi yang membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa dengan perasaan lega sekaligus sedikit menyayangkan karena dia sendiri yang mengakhiri pertemuan yang sangat dinantikan ini.

Di ujung perempatan sana, Selia mendudukkan diri di sembarang tempat. Tidak peduli dengan penampilannya yang sudah sangat cocok menjadi pengemis, perempuan itu berupaya mengatur napas. Bertemu dengan Marsel kurang dari sepuluh menit saja sudah membuatnya hampir kehilangan nyawa. Bagaimana jika seumur hidup? Hahaha.

"Gila, tuh cowok beneran bukan manusia," monolog Selia kemudian melambaikan tangan ke arah Jihan yang sudah menunggunya di ujung jalan sana. Dia sudah tidak memiliki tenaga untuk berjalan.

"Kenapa lo? Abis ketemu Phi Nine bukannya seneng malah kayak orang dikejar maling," olok Jihan yang menyaksikan penampilan Selia yang sangat berbeda dari sebelumnya. Rambut perempuan itu acak-acakan, dan keringatnya mengucur dimana-mana. Resleting tas Selia juga tidak sepenuhnya tertutup seperti saat berangkat tadi.

"Diem lo, bab*. Gak tahu apa gue hampir mati?" Balas Selia dengan nada terengah-engah. "Air, buruan!"

Untung saja Jihan sudah feeling kalau endingnya akan seperti ini. Jadi, dia tidak perlu repot-repot mencari air ketika Selia memintanya karena tadi sudah membeli.

"Gimana rasanya natap Phi Nine dari dekat?" Tanya Jihan usai Selia meneguk habis seluruh airnya.

Selia mengelus-elus dada. Ketampanan Marsel benar-benar tidak dapat dideskripsikan. Wajahnya yang manis, kulit putihnya yang bersinar, suaranya yang bagaikan alunan musik di telinga Selia benar-benar membuat candu.

"Bibirnya cip*kable sekali bundah..." Jawab Selia sambil membayangkan bibir Marsel yang masih terngiang-ngiang di kepala.

Jihan menggeleng-gelengkan kepala. Tidak kaget, Selia memang selalu seperti ini setiap selesai melihat laki-laki tampan, apalagi jika itu Marsel, Jihan sepertinya sudah tidak perlu menebak lagi.

"Gue nanya rasanya bukan bibirnya, bocil cab*l!" Sarkas Jihan yang menyaksikan hingga detik ini, Selia belum berhenti senyum-senyum sendiri.

Selia mengakhiri khayalannya. Gadis itu memposisikan diri dengan benar lalu menceritakan semua yang dirasakannya saat menghabiskan kurang lebih sepuluh menit bersama laki-laki dengan penuh keistimewaan.

"Bagus kalau lo seneng. Setidaknya, sebelum kembali ke kehidupan asli, lo udah dapet awal yang baik," respons Jihan tiga detik setelah Selia selesai mengoceh.

Kehidupan asli yang dimaksud Jihan adalah mulai minggu depan mereka akan bekerja dengan modal yang telah keduanya siapkan sejak dahulu. Ya, Jihan dan Selia sudah memiliki firasat bahwa situasi yang mereka hadapi saat ini akan tiba. Jadi, sudah dari SMP dulu mereka mulai menabung.

"Loh, mainan bebek gue mana?" Selia memasang ekspresi terkejut ketika menyadari ia telah kehilangan sesuatu. Perempuan itu kemudian berdiri dan berjalan sedikit untuk mencari bebek mainan yang ia jaga selama ini. Jihan juga turut mencarinya, meski pada akhirnya keduanya tidak mampu menemukan benda tersebut.

"Jatuh mungkin, Cil. Coba lo ingat-ingat," kata Jihan.

Sementara di tempat pertemuannya dengan Selia, Marsel belum beranjak dari tempatnya. Sebuah mainan bebek milik perempuan bernama Selia masih tergenggam erat di tangan kanannya. Marsel yakin pemiliknya pasti sedang mencari dan akan kembali ke tempat itu lagi.

"Apa dia gak sadar kalau barangnya jatuh?" Monolog Marsel dengan perasaan bimbang. Dia bingung harus berbuat apa dengan mainan itu. Jika dibawa pulang, Marsel takut Selia akan mencari dan dia pun tidak tahu harus mengembalikannya ke mana. Namun jika dibiarkan, ia takut ada seseorang yang mengambil, dan Selia akan kehilangan benda itu selamanya.

Steal Your Mind [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang