"Hari dimana, Gin?" Tanya Ibu menghampiri.
"Mungkin masih tidur di kamar," Jawabku menoleh sebentar, lalu melanjutkan mengepel.
"Oh, yasudah, titip jamu ino buat Hari ya, soalnya Ibu mau buru-buru ke pasar. Inget, harus di minum sama Hari! Biar sehat suamimu, nggak gampang capek, sehat, segar bugar." Pesan Ibu sembari meletakan satu gelas jamu di atas meja.
Sebelumku menjawab, Ibu sudah berlalu pergi. Aku mendekati satu gelas jamu yang sudah di persiapkan Ibu itu.
"Minuman ini pasti sudah di campur dengan sesuatu dari ki Jono, biar mas Hari menuruti apa saja yang di katakan oleh mereka."
Dengan cepat, aku langsung membuang jamu pemberian ibu dan menghilangkan jejak bekas jamu itu.
•
"Bu, Ibuuuuuuuuu,...." Teriak Dini.
Aku keluar menghampiri Dini setelah selesai membereskan kamar. Sementara mas Hari sudah berangkat bekerja.
"Ibu keluar, ke pasar katanya." Jawabku seadanya.
"Berangkat kapan?"
"Belum lama ini,"
Dini langsung duduk di kursi dan sibuk menatap layar ponselnya, ia melakukan panggilan suara kepada ibu dan mbak Rara, namun tidak ada jawaban mereka.
Dini terlihat begitu panik, ia terus saja mengotak-atik ponselnya dan kembali menghubungi seseorang, entah siapa.Aneh! Dini dengan mudah menghubungi ibu dan mbak Rara tanpa kendala sinyal, sementara aku?
Padahal kami menggunakan kartu yang sama."Memangnya ada apa, kok panik begitu?" Tanyaku.
"Nggak ada apa-apa." Jawab Dini singkat.
"Hmmm,"
Pekerjaan rumah sudah selesai, mungkin lebih baik aku keluar sebentar sembari menunggu kak Bayu kemari atau sekedar jalan-jalan ke rumah, ..........
"Ya, aku akan ke rumah Kanaya lagi!" Pikirku.
Aku berhenti sejenak saat melihat banyak sekali orang berjalan ke satu arah. Aku tidak bisa bertanya, karena mereka berjalan dengan sangat terburu-buru.
Mereka berlalu, aku semakin dekat dengan rumah Kanaya, namun terlihat sepi sekali. Bahkan ketika aku mengucap salam sampai tiga kali, tidak ada jawaban dari Kanaya.
"Apa Kanaya sedang tidak ada di rumah?" Lirihku, kemudian berbalik arah dengan perasaan sedikit kecewa.
Namun saat berbalik, keluar dari halaman rumah Kanaya, aku berpapasan dengan Ibu Hanum.
"Eh, Neng Gina kok sampai sini?" Ucap bu Hanum.
"Iya, Bu. Jalan-jalan agak jauhan sekali-kali. Bu Hanum mau kemana?
Kok Gina lihat banyak sekali orang lewat ke arah sana ya?" Tanyaku."Anaknya Ki Jono meninggal, Neng."
"Meninggal?" Ulangku.
"Si,----s---siapa?" Tanyaku terbata-bata.
"Tidak mungkin Kanaya kan? Tidak mungkin! Siapa tau, ki Jono punya banyak anak, bukan hanya Kanaya saja." Aku berusaha membuang jauh-jauh pikiran buruk tentang Kanaya.
Jika yang meninggal anaknya ki Jono yang lain, harusnya ada mereka di sini, warga kampung juga harusnya kemari, bukan?!
"Neng Gina nggak mungkin kenal, soalnya dia sedikit gi-la. Sama seperti Ibunya dulu.
Meninggalnya juga sama-sama bvnuh diri!" Jawab bu Hanum.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKUT ORANG MATI?
Non-Fiction"Kenapa kita harus sembunyi, ketika mendengar kabar orang meninggal?" "Takut!" "Apa yang perlu di takutkan? Bukankah kita semua juga akan meninggal?" "Sudah jangan membantah!" 🍁Kisah perempuan kota bernama Gina, yang tinggal di kampung suaminya. ...