"Gina, ini Budhe."
Terdengar suara perempuan dari luar kamar, itu memang suara budhe Yanti!
"Buka pintunya, Gin." Ucapnya lagi.
Namun, aku tetap melanjutkan bacaan shalat sampai selesai.
"Gina, Pakdhe baru saja pulang dari luar kota, dia bawa sate kambing.
Berhubung kebanyakan, Budhe mau membaginya ke kamu. Satenya di simpan di meja makan ya, jangan lupa di makan!" Pesan Budhe Yanti.Setelah mengatakan itu, suasana hening kembali.
Setelah salam, ku lanjutkan dengan membaca dzikir, shalawat dan bersiap-siap untuk membaca Al-Qur'an terlebih dahulu.
Air bening jatuh begitu saja saat memegang Al- Qur'an peninggalan Bapak.
Semasa Bapak masih hidup, beliau selalu membaca Al-Qur'an ini dan selalu di bawanya kemana saja saat beliau pergi, karena ukurannya yang kecil.Suatu ketika Bapak pernah berpesan, agar aku menjaga mushaf ini baik-baik.
Beliau memberikannya padaku, agar selalu menjaga mushaf ini sebaik mungkin.*
Audzubillahiminasyaitonirojim.
Artinya: "Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.
(Bismillahirrahmannirrahiim)
Artinya: 'Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang'
Di lanjut dengan membaca isi Al-Qur'an + Al fatihah, al ikhlas, an naas, al falaq, ayat kursi.
Setelah selesai membaca, aku menutup dan menyimpannya kembali ke dalam laci.
"Aku baru ingat, budhe Yanti kan tadi datang kemari!" Pikirku.
Baru saja melangkah, hendak membuka pintu kamar, aku teringat sesuatu.
"Hah, budhe Yanti datang? Tidak mungkin!"
Aku memundurkan langkah kembali menjauhi pintu kamar.
"Mana mungkin Budhe datang tengah malam begini?
Pakdhe juga sedang ada di luar kota, dan sudah terkontrak lama disana, kan?""Kalaupun Pakdhe meminta izin untuk pulang dengan alasan tertentu, sudah pasti Budhe tidak akan bisa masuk ke dalam rumah ini, karena kunci rumah hanya ada sama aku. Lalu suara siapa ta--di?"
Tiba-tiba kepalaku pusing memikirkan keanehan yang selalu saja ku alami, ini kali kedua aku mengalami kejanggalan di rumah mas Hari, saat semuanya tidak ada di rumah.
*
Tarik nafas, keluarkan .....
Tarik nafas, keluarkan ....
Aku sudah sedikit lebih tenang, dengan cara menarik dan membuang nafas perlahan.
Dada yang berdebar kencang, sekarang sudah normal kembali.Setelahnya, aku di landa rasa kantuk yang begitu hebat, hingga tak sempat lagi memikirkan apa yang baru daja terjadi, akhirnya aku pun tertidur di samping anak-anak, berharap tidak ada gangguan lagi setelah ini.
•••
"Tante, ... Tante, ...."
Badanku di guncang pelan oleh Ifa.
Aku berusaha membuka mata yang sangat lengket, karena rasa kantuk yang masih menggebu."Ifa pengen pipis," Ucapnya seraya turun dari ranjang.
Dengan berjalan sempoyongan, aku mengantar Ifa ke kamar mandi, yang dimana letaknya berdekatan dengan dapur.
"Sudah belum, sayang?" Tanyaku.
"Ini sudah," Jawab Ifa, ternyata sudah keluar dari kamar mandi.
Setelah Ifa selesai, aku langsung mengajaknya bergegas kembali ke dalam kamar.
Ada kekhawatiran yang terlintas ketika meninggalkan Radit sendiri di kamar. Terlebih lagi masih ku ingat dengan jelas, suara yang menyerupai Budhe Yanti itu memanggilku dan memintaku untuk keluar membukakan pintu.Artinya bukan hanya di luar rumah saja, namun mahluk itu bisa masuk ke dalam rumah.
Aku bergegas mempercepat langkah, namun aku sangat terkejut ketika melihat ada Radit di ruang tengah.
"R a d i t?"
"Kok Radit disini? Sedang apa kamu disini, sayang?" Tanyaku heran.
Aku menghampiri Radit yang sedang duduk bersila di atas sofa.
Radit menghadap televisi yang menyala dengan volume sangat keras."Kamu nyalain TV sendiri, Dit?" Tanyaku tak percaya.
Pasalnya Radit tak pernah aku biarkan melakukannya sendiri, karena dia masih terlalu kecil.
Bukan hanya itu, posisi stop kontak juga di buat sengaja lebih tinggi, jauh di atas anak kecil berumur lima tahun itu.Radit menggeleng dan memiringkan kepalanya ke arahku, ia malah terlihat bingung.
"Radit nggak nyalain TV kok, kan tadi tante sendiri yang nyalain," Ungkap Radit, aku semakin tidak mengerti.
"Tante tadi minta Radit bangun, terus Radit suruh tunggu di sini.
Katanya tante mau ambil sate kambing kan kesukaan Radit?
Sambil nunggu makanya tante nyalain Tv dulu, biar Radit engga ngantuk lagi." Jelasnya.S a t e?
Apakah aku yang Radit kira itu adalah pemilik suara Budhe Yanti?
Dia menjelma menjadi aku untuk menipu Radit? Tapi apa tujuannya?
Aku langsung memeluk Radit dan memintanya untuk berdiri, "Kamu belum sempat makan satenya kan?" Tanyaku mencemaskannya.
"Belum, kan tante Gina belum ngasih satenya."
Aku mengangguk lega, "Syukurlah," Lirihku.
"Kok tante nggak bawa satenya?" Tanya Radit menatap tanganku yang kosong.
"Oh iya, tante lupa Dit! Satenya ternyata sudah basi, jadi nggak baik kalo kita makan." Jawabku beralasan.
"Tante juga tadi sekalian nganter Ifa ke kamar mandi,"
"I f a?" Radit menatapku tajam.
Aku mengangguk.
"Tante Gina bohong banget, kan tadi cuma Radit yang Tante ajak kemari, buat makan sate kambing.
Kata tante Ifa nggak boleh di bangunin, soalnya kalo ikut kesinu juga percuma, Ifa kan enggak suka sate kambing." Radit menjelaskan dengan wajah meyakinkan."Astagfirullah!"
Aku langsung menoleh, tidak ada Ifa di sini. "Jadi siapa yang tadi aku antar ke kamar mandi, kalau bukan Ifa?!"
Secepatnya aku langsung mengajak Radit masuk ke dalam kamar segera. Kali ini aku mencemaskan Ifa!
•
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKUT ORANG MATI?
Nonfiksi"Kenapa kita harus sembunyi, ketika mendengar kabar orang meninggal?" "Takut!" "Apa yang perlu di takutkan? Bukankah kita semua juga akan meninggal?" "Sudah jangan membantah!" 🍁Kisah perempuan kota bernama Gina, yang tinggal di kampung suaminya. ...