TOM 01 [Bersembunyi] ☑️

8.4K 278 16
                                    

~ TAKUT ORANG MATI? ~

🍁

"Ibu Darmi meninggal, ayo cepat masuk!"

Teriak ibu mertuaku kepada semua cucunya.
Begitupun kakak dan adik ipar yang ikut masuk ke dalam rumah dengan segera.

Ibu Darmi adalah tetangga kampung sini, jarak rumahnya hanya berbeda tujuh rumah dari rumah ibu mertuaku.

"Gina, ayo cepat masuk rumah, kunci langsung pintunya!" Teriaknya Ibu mertuaku sembari tergesa-gesa.

Aku yang bingung melihat pemandangan aneh itu, mematung menyaksikan kesibukan mereka satu persatu yang kalang kabut bersembunyi ke dalam rumah, dengan mengunci pintu dan menutup semua jendela.

"Ini ada apa ya, Bu?" Ucapku masih belum mengerti.

*

Panggil saja aku Gina, aku tinggal di rumah ibu dari suamiku--Mas Hari.
Baru tiga hari aku, 'menginap' disini untuk sementara waktu,  karena memang pekerjaan suamiku kali ini lebih dekat dengan rumah ibu mertua.

Tapi, baru saja tiga hari aku ada di sini, aku sudah menemukan keanehan pada kaluarga baruku.
Mereka ketakutan setelah mendengar kabar orang meninggal, padahal itu adalah tetangga dekat mereka.

Tapi kenapa semuanya malah ber s e m b u n y i begitu?

Setelah mendengar kabar duka tersebut, ibu mertuaku langsung mengajak anak cucunya masuk ke dalam rumah dan bersembunyi.
Kami di larang keluar rumah sebelum jenazah di makamkan.

"Jangan bengong! Ayo masuk, Gin.
Takut nanti ada orang yang mau takziah pada lewat!" Ulangnya dengan wajah panik sembari celingukan ke segala arah.

Aku yang masih belum mengerti, menyaksikan sikap mereka yang begitu paniknya, aku terpaksa menuruti perintah ibu mertuaku dan masuk ke dalam rumah segera.
Padahal, menyapu halaman saja belum terselesaikan.

Sebelum itu, mataku tertuju ke sekeliling rumah ibu mertuaku, tepatnya rumah keluarga besar dari suamiku, mas Hari.
Memang benar, mereka semua bahkan sudah mengurung diri di dalam rumah masing-masing, pintunya tertutup rapat, semua jendela juga sudah di tutup, tidak ada aktifitas seperti sebelum mendengar kabar orang meninggal.

Bahkan, anak-anak kecil yang sedang bermain di halaman rumah pun tidak ada, mereka langsung lari tunggang langgang masuk ke dalam rumah masing-masing.

Ada apa dengan mereka?

Ada apa dengan keluarga ibu suamiku?

Ada apa dengan semua keluarga baruku?

Apa yang mereka takutkan dari orang mati?

Apakah semua warga kampung ini juga sama seperti itu?

Muncul banyak pertanyaan di hatiku, namun aku tidak berani menanyakan langsung di situasi seperti ini.

"Aduh malah bengong, ayo masuk Gina!Cepetan kunci pintunya, tutup gorden semua jendela!" Titah Ibu mertua sedikit kesal.

"Eh, i--i-iya, Bu." Jawabku gugup dan langsung mengunci pintu seperti yang di perintahkannya..

Ku simpan sapu lidi yang masih ada di tanganku.
Karena tadi memang terburu-buru, sampai-sampai aku tidak sempat meletakannya kembali ke tempat semula.

Daun-daun kering masih menumpuk di jalan depan rumah, bahkan sudah mulai berserakan karena banyak sekali ayam berkeliaran yang mengacak-acak lagi.

"Ayo Gina, jangan ngintip-ngintip begitu! Lebih baik kamu masuk ke dalam kamar saja!" Tegas ibu mertua.

"Baik, Bu."

🍁

Suasana rumah begitu hening dan terasa hampa.
Bukan hanya itu, di luar rumah pun begitu sepi, tidak ada suara anak kecil yang tadinya ramai, jika di rasakan kampung ini seperti tidak berpenghuni.
Semua berubah sunyi dalam sekejap.

Ku lirik Ifa dan Radit, mereka adalah anak dari adik dan kakak iparku.
Mereka diam duduk di atas springbed tanpa suara sepatah katapun, setelah Ibu meminta mereka bersembunyi di dalam kamar bersamaku.

"Tante, sini duduk sama Ifa!" Bisiknya, pelan sekali.

Ku alihkan pandanganku ke arah Ifa dan duduk mendekati mereka yang terlihat sedang ketakutan.
Tanganku memegang pundak keduanya, anak yang masih berumur lima tahun itu.

"Kalian itu kenapa sih, sayang?" Tanyaku.

"Takut, Tante!" Jawabnya serempak dengan berbisik.

"Takut apa?" Tanyaku lagi.

"Kan ada orang meninggal!" Jawabnya polos.

"Loh, kenapa kok kalian takut?" Tanyaku semakin penasaran.

Tiba-tiba ibu mertua dan kakak iparku sudah mengganti pakaiannya serba hitam.
Sepertinya mereka akan berangkat takziah ke tempat mbok Darmi.

"Bu, Gina ikut ya!"

Aku bangkit dan berdiri, hendak mengganti pakaian.

"Eh sembarangan kamu, Mbak! Ya jangan lah!" Spontan Dini yang menjawabku, dia adalah adik iparku.

"Iya, jangan Gina! Kamu di rumah aja sama Ifa dan Radit.
Dini juga nggak ikut, dia di rumah kok. Mending kalian tidur aja, asal jangan ada yang berani keluar rumah dulu sebelum jenazah mbok Darmi di kubur ya.
Inget, jangan ada yang keluar rumah sebelum yang layat pulang semuanya!" Sambung Ibu mertuaku mewanti-wanti.

"Ta-tapi kenapa Gina nggak boleh ikut, Bu? Kalau alasannya Radit sama Ifa sendiri di rumah, mereka kan bisa ikut?" Jawabku sukses memancing emosi mereka.

"Ehh kamu ini apa-apaan sih? Beraninya mau ngajakin anak kecil ke tempat orang mati, aneh aja deh!
Pokoknya engga boleh kemana-mana!" Tegas Kak Rara, dia adalah kakak iparku.

"Iya, lebih baik kamu nurut saja Gin. Pokoknya kalian tetap di rumah, lagian kamu kan lagi hamil muda kan? Pamali!" Sambung ibu mertuaku dengan raut wajah entah.

"Iya, Bu."

Apa boleh buat, aku tidak mendapatkan izin dari Ibu untuk ikut mereka.
Mau tidak mau, aku hanya berdiam diri di dalam rumah, entah sampai kapan menunggu semua pelayat pulang semuanya ke rumahnya masing-masing.

"Ifa, Radit, ini sandal kalian. Ayo simpan dan rapikan, masukan ke dalam rumah, jangan ada yang tertinggal di luar rumah ya!"

"Tidak ada mainan kalian yang masih di luar kan?"

"Nggak ada mainan mereka yang ketinggalan di teras kan, Gin?"

Aku menggeleng.

"Bagus! Pokoknya kalian tetep di dalam rumah, jangan ada yang keluar rumah sebelum orang takziah pulang semuanya, ingat!"

Kak Rara melemparkan dua pasang sandal milik Ifa dan Radit ke dalam rumah, sebelum berangkat.
Dan ternyata sandalku yang ada di luar rumahpun, ikut di masukan ke dalam, oleh Ibu mertuaku.

Pakaian yang baru saja di jemur dan tentunya masih basah di paksa masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang.
Setelah itu pintu di tutup kembali dan mereka langsung menuju rumah mbok Darmi.

🍁

Akan aku tanyakan ini kepada mas Hari, setelah suamiku pulang bekerja nanti.

BERSAMBUNG

TAKUT ORANG MATI? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang