Hyung, asal kau tahu. Aku sangat menyayangi mu, walau kadang... kau jahil. Aku teringat waktu-waktu kemarin, saat kau berdiri sehat, saat kau bisa tertawa, lalu mengejar ku menuruni tangga, aku mengingat itu selalu.Sekarang? kau malah terduduk lemas diatas kursi ini. Sebenarnya masalah apa yang ada di pikiran mu? ada masalah apa tentang kau dengan Appa? setiap aku ingin tahu, kau selalu mengelak.
Kapan aku tahu apa yang terjadi di keluarga kita?
Aku selalu menunggu mu, menunggu kapan kau akan bercerita semuanya pada ku. Lalu, kapan kau sembuh? siapa yang akan merawat ku ketika aku sakit?
Aku teringat ucapan Haechan Hyung. Kau menjaga ku hampir seluruh hari mu, kau bahkan izin tidak sekolah karena ku, kan? saat ku buka mata, aku tidak melihat mu. Aku bingung, apa maksud ini semua? apa yang kalian sembunyikan dari ku?
Aku benar-benar seperti orang asing di rumah. Aku hanya tahu makan dan tidur. Aku tidak tahu apa yang terjadi di keluarga ku sendiri. Apa aku akan tetap menjadi anak kecil yang tidak tahu apa-apa dimata kalian?
***
Kursi roda kembali terdorong. Menyusuri jalanan kota yang kian menyepi. Di atas sana, daun tak henti bergoyang, menimbulkan suara gesekan antaranya.
Jisung mendorong kursi roda itu sendiri. Matanya setia menatap depan, melihat jalanan lurus tanpa batu. Sesekali melirik seseorang yang terduduk, memanggilnya tanpa sebab, menanyakan bagaimana kondisinya.
Jalanan mulai sepi lalu-lalang, karena malam kini sudah menguasai alam. Udara tak jauh berbeda dari sungai tadi, sama-sama seperti berebut menusuk tulang. Dingin.
Jisung paham. Ia melepas jaketnya, memakaikan pada tubuh ringkih itu. Awalnya Chenle menolak karena ia tahu Jisung tak jauh beda apa yang ia rasakan, tapi dengan paksaan yang terus berulang, membuat Chenle hanya mengangguk pasrah.
Jisung melewati koridor rumah sakit. Bau karbol mulai menyumbat hidungnya. Satu dua orang berlari terburu-buru entah kemana, itu tak menganggunya untuk terus berjalan mendorong kursi itu.
Tak ada yang membuka suara. Mungkin, karena percakapan tadi yang membuatnya sama-sama canggung.
Di depan pintu, sudah ada seseorang yang menunggu. Ia berdiri, menyilangkan kedua tangannya, bersandar ke dinding. Jisung tahu siapa itu, sudah ia duga sebelumnya, akan ada seseorang yang menunggu kepulangannya.
"Lama sekali, dari mana saja?" tanya Jaemin, masih dengan posisi yang sama.
Jisung tidak tahu harus menjawab apa, karena ia hanya diperbolehkan mengelilingi rumah sakit. Pertanyaan kembali terulang, kali ini sedikit lembut.
"Maaf, aku tidak mematuhi perintah mu. Disini sangat bosan, aku membawa Chenle Hyung keluar"
"Kemana?" Jaemin bertanya lagi.
"Sungai" jawabnya, hampir tak terdengar.
Ia menggeleng-gelengkan kepala, tak percaya dengan kelakuan adiknya barusan. Jaemin mengambil alih kursi roda itu, ia mendorongnya ke dalam, lalu menutup pintu.
Mereka membantu Chenle untuk kembali ke tempat tidur. Mengangkatnya perlahan, karena tubuhnya masih sakit jika tersentuh. Lebam yang setiap sudut terlihat, warna masih gelap membuat siapapun nyeri melihatnya.
"Hyung sudah bilang, di luar dingin" kata Jaemin, membenarkan posisi tidur Chenle.
Jisung mengambil selimut di atas meja. Perawat rumah sakit setia mengganti selimut pasien jika sudah lama digunakan, katanya untuk kebersihan. Ia sibuk menutupi separuh tuhuh Chenle, tidak mempedulikan Jaemin yang terus mengomel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laut dan Keindahannya [Chenle] {On Going}
General FictionKecelakaan itu benar-benar tak terduga. Kecelakaan itu merenggut satu nyawa. Seseorang yang seharusnya berada di dunia, hidup bahagia dengan keluarganya, ia harus mati sia-sia menyelamatkan anak laki-lakinya. Semua terpuruk. Terlebih lagi dengan an...