Setelah beberapa lama Chenle menunggu, akhirnya bus itu datang. Ini lebih dari apa yang diperkirakan, karena kedatangannya sudah melewati jadwal yang tertera. Supir itu berkata, ada kendala saat di jalan menuju halte tadi.
Chenle hanya mengiyakan saja, lagi pula ia tak terlalu mempermasalahkan itu. Yang terpenting sekarang ia sudah duduk dan meninggalkan tempat ini. Lelaki itu memilih duduk paling belakang, dekat jendela. Bus lumayan sepi, jadi ia leluasa untuk memilih kursi.
Tak begitu buruk, menaiki kendaraan umum sudah terbiasa ia lakukan. Setiap pulang sekolah, atau pergi kemana pun, ia selalu menggunakan kendaraan ini. Bahkan Ahjussi yang mengendarai pun sudah mengenalinya. Mungkin karena ia yang terlalu sering duduk di halte, menunggu bus datang.
Saat ini yang dilakukan lelaki itu adalah melihat pemandangan luar dari dalam jendela. Jalanan kali ini agak sedikit macet, ia bisa melihat sekeliling kota saat bus itu berhenti.
Helaan napas kembali terdengar, menciptakan embun di kaca. Kepala ia sandarkan, mengamati jalanan yang seakan mengepul karena panas. Chenle hanya mengikuti arah roda itu, tanpa tahu kemana tujuannya sekarang.
Sudah terhitung berapa lama lelaki itu duduk disini? semua penumpang sudah turun, hanya tersisa dirinya seorang.
Ahjussi itu mendekat, mengamati wajah tirus itu. Tangannya melambai tepat di depan wajahnya, namun mata itu tak sekalipun berkedip.
Ahjussi itu melirik ke bawah. Di selipan kantung celananya terdapat student card yang selalu ia bawa saat sekolah. Itu sebagai tanda bahwa ia siswa disana, biasa digunakan saat masuk pelajaran pertama (absen).
"Lee Chenle" ejanya. Matanya sedikit menyipit melihat tulisan yang tak terlalu jelas.
Lamunan itu sirna. Chenle sedikit terkejut melihat keberadaan pria paruh baya itu.
"Ya? kau memanggil ku?" tanya Chenle pelan.
Ahjussi berganti menatap manik itu. Ia tersenyum, "kita sudah beberapa kali mengulang jalan ini. Tujuan mu kemana?"
Tangan keriput itu sedikit menggeser tempat duduknya. Chenle menurut tanpa membalas pertanyaannya tadi. Sekarang, mereka duduk bersampingan. Chenle tersenyum kala pria itu melemparkan lelucon padanya. Walau memang, tak ada lucu-lucunya di telinga, tapi tak apa, itu membuatnya sedikit terhibur.
"Jadi, kemana arah tujuan mu? kau ingin pulang?" tanya Ahjussi keberapa kalinya.
Lelaki pucat itu menggeleng. Ia meminta di turunkan saja disini, tak masalah baginya. Namun, lagi-lagi Ahjussi itu menolak. Katanya, ia tak mau menelantarkan orang, ia harus mengantarnya sampai arah yang di tuju.
"Tapi memang aku tak memiliki rumah"
Terlihat ekspresi terkejut dari wajahnya. Ahjussi menunduk, seperti mencari sesuatu yang hilang. Ia terlihat kelabakan, merasa bersalah karena ucapannya tadi.
Kemarin saat pulang sekolah, anak itu berlari sembari tersenyum. Ia bertanya ada apa dengan harinya. Lalu masih dengan senyuman anak itu menjawab, ia akan kembali ke rumah dan bertemu adiknya. Jadi, sekarang?
Banyak sekali pertanyaan yang ingin pria itu tanyakan. Namun sepertinya ini bukan waktu yang tepat, lagi pula tidak semua orang ingin bercerita pada orang asing.
"Tapi aku punya satu tujuan. Tolong bawa aku ke laut"
Alis pria itu tampak berkerut.
"Tidak. Aku tidak akan melakukan itu. Untuk apa? hidup ku bahagia di dunia ini" ucap Chenle tertawa saat melihat raut wajah itu.
Kemudian, raut khawatir tadi berubah sedikit tenang. Ahjussi itu tersenyum, mengelus dada pelan.
"Tuhan tahu apa yang terbaik. Walau kadang perlu air mata untuk melewatinya" ucap Ahjussi itu pergi meninggalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laut dan Keindahannya [Chenle] {On Going}
Ficción GeneralKecelakaan itu benar-benar tak terduga. Kecelakaan itu merenggut satu nyawa. Seseorang yang seharusnya berada di dunia, hidup bahagia dengan keluarganya, ia harus mati sia-sia menyelamatkan anak laki-lakinya. Semua terpuruk. Terlebih lagi dengan an...