Chapter 27

1.2K 117 77
                                    

Hinata menggigit bagian dalam pipinya sambil berpikir roti mana yang harus dibeli. Saat itu masih pagi dan ia memutuskan untuk melewati toko roti sebelum bertemu dengan rekan satu timnya. Ada pertemuan Jounin satu jam lagi dan timnya memutuskan untuk pergi ke menara Hokage bersama-sama.

Setelah membuat keputusan, Hinata mengalihkan pandangan dari kotak kaca dan tersenyum pada tukang roti yang sedang menunggu pesanannya. Tukang roti itu adalah seorang pria paruh baya yang tinggi dan berwajah ramah. Ia selalu tersenyum tulus yang membuat Hinata menyukainya. "Ano... aku ingin ini lima." Hinata menunjuk nampan roti kismis. Masih segar dari oven karena wadah kacanya lembab.

"Tentu, Hinata-chan." Tukang roti tersenyum senang dan mengambil kantong kertas yang diisinya dengan roti-roti itu. "Aku akan menambahkan satu khusus untukmu."

Hinata berseri-seri saat menerima roti beraroma harum itu. "Arigatou. Kau baik sekali, Tauro-san."

"Hmm... baunya enak." Sebuah suara berkata di belakangnya sehingga Hinata berbalik. Kalimat itu diucapkan terlalu dekat dengan telinganya dan Hinata bahkan bisa mencium semacam parfum maskulin. "Dan aku tidak hanya bicara tentang roti."

"Genma-san." Hinata tampak terkejut sesaat sebelum menundukkan kepalanya untuk memberi salam sopan. Jounin veteran itu menyeringai lebar, dengan senbon khas di bibirnya. Genma memasukkan tangannya ke dalam saku dan matanya berkilauan nakal seperti biasanya. Genma adalah tipe orang yang akan membuatmu merasa sedikit malu saat pria itu hanya melihatmu. "Ohayou."

"Apa kau sudah mendengar tentang pertemuan Jounin?" Genma bertanya, menundukkan kepalanya sedikit ke samping. Ino pernah mengatakan bahwa Genma adalah gambaran 'anak nakal yang keren' sedangkan Asuma adalah 'pria jantan yang kasar'. Sejujurnya Hinata tidak mengerti apa arti sebutan-sebutan itu tapi melihat Genma sekarang, ia mulai menyadarinya.

"Hai." Hinata menyelipkan beberapa helai rambut ke belakang telinganya yang mengganggu penglihatan dan menggelitik hidungnya. Sesaat, Hinata bahkan berpikir ia akan bersin. Mengernyitkan hidung untuk meredakan kesemutan, Hinata memandang Genma dan mendapati pria itu sedang menyeringai, bibirnya terentang hingga memperlihatkan gigi putihnya.

Hinata memandang pria itu dengan heran.

"Kau tahu, dengan rambut, suara, dan kulit itu, kau mengingatkanku pada seseorang bertahun-tahun yang lalu." Ucap Genma, mengedipkan matanya. "Tapi dia buta... dan menghilang tanpa jejak."

"B-buta?"

"Ya. Bisa dibilang dia adalah... uhm... cinta pertamaku."

Hinata menunduk. "Oh, begitu ya."

"Kalau saja kau lahir sedikit lebih awal, aku benar-benar akan langsung mengajakmu berkencan, Hinata-chan. Dengan begitu Hiashi tidak akan menghajarku karena kau berkencan dengan pria tua." Tambah Genma, terkekeh. "Meskipun aku selalu bersedia untuk mengambil risiko."

Hinata terbatuk, tersedak air liurnya sendiri saat mendengar kata-kata Genma. Genma mengucapkan kata-kata itu seperti sebuah kejahatan—tentang berkencan dengan gadis remaja seusianya. Dan pria itu adalah teman seangkatan Kakashi...

Jadi mereka seumuran.

Shiranui menertawakan reaksi Hinata, merasa sangat lucu bagaimana gadis itu bisa mengubah pipinya menjadi semerah tomat dalam sekejap. "Aku hanya bercanda. Jangan sampai pingsan, oke?"

"Apa aku... terlalu muda?" Hinata bertanya. Itu adalah pertanyaan yang mengganggunya sejak ia mengingat peristiwa perjalanan waktunya. Hinata tahu ia bisa bertanya pada Kakashi kapan saja tentang hal itu, tapi Ninja Peniru tidak akan pernah memberinya jawaban jujur jika itu akan menyakitinya.

The Girl Who Skipped Through TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang