Chapter 30

1.1K 118 53
                                    

Pakaian mereka sekarang berserakan di lantai, dan itu membuat Hinata merasa ngeri hanya dengan membayangkan bahwa ia adalah yang pertama dari para gadis Rookie sembilan yang kehilangan keperawanannya—sejauh yang ia tahu—dan ia tahu pasti bahwa semua orang akan berpikir bahwa ia akan menjadi yang terakhir. Semua orang sudah mengambil keputusan bahwa yang akan menjadi yang pertama adalah Ino atau Tenten.

Karena mereka berdua cerewet dan bernyali dan berani.

Kalau saja mereka semua tahu.

Tapi meski begitu, Hinata tidak menginginkannya dengan cara lain. Ia bahkan tidak akan berpikir dua kali untuk melakukannya selama itu adalah Kakashi. Ini mungkin terdengar begitu ceroboh, tapi ia tahu bahwa Kakashi lebih tua dan lebih dewasa dibandingkan dengannya. Kakashi juga seorang pria, dan pria seperti Kakashi memiliki kebutuhan tertentu, kebutuhan yang ia bersedia berikan.

Selain itu, meski baru berusia delapan belas tahun, ia telah menghidupkan kembali kehidupannya dua kali setelah melakukan perjalanan waktu. Tentu saja itu dihitung dalam hal kedewasaan, bukan?

Dan fakta yang paling penting adalah bahwa pria yang akan pertama kali tidur dengannya—atau yang akan mengambil keperawanannya—adalah Hatake Kakashi. Ia mempercayakan hidupnya pada pria itu dan ia tahu bahwa pria itu tidak akan pernah mencoba mengambil keuntungan darinya. Bukan karena ia naif dalam hal semacam ini, tapi karena ia adalah Hime-nya.

"Kita bahkan belum pernah melakukan kencan pertama," Kakashi bergumam sambil tertawa kecil, membelai kulit di dekat paha bagian dalam Hinata. Bibir Hinata berubah menjadi garis tipis, takut kalau ia akan mengeluarkan suara yang memalukan. Tak ada yang boleh curiga kalau Kakashi ada di dalam kamarnya... telanjang. "Tapi lihatlah kita sekarang..."

"Praktik normal t-tentu tidak cocok dalam hubungan kita."

"Jika kau menghitung perjalanan waktu dan perbedaan usia, ya, kurasa kau benar." Kakashi mencium hidung Hinata, membiarkan bibirnya berlama-lama di sana. "Tapi apapun yang terjadi sekarang, ketahuilah bahwa aku mencintaimu, Hime." Tangannya berhenti membelai kaki Hinata, dan ia membuka kaki gadis itu dengan kakinya sendiri, memposisikan dirinya agar tepat berada di tengah.

Hinata terkesiap.

Dan saat itulah Hinata menyadari bahwa bercinta bukan hanya tentang perasaan pusing dan nafsu untuk melakukan kontak fisik, tapi juga tentang rasa sakit.

Rasa sakit yang menyiksa.

Hinata tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena saat Kakashi mulai mendorong sesuatu di bawah sana, yang ia lakukan hanyalah memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Ia bahkan lupa bagaimana caranya bernapas sehingga ia meraih pundak Kakashi dan memegangnya erat-erat. Kukunya menancap di kulit Kakashi dengan kuat—ia yakin, tapi hanya itu yang bisa ia lakukan untuk tidak berteriak.

"Berpeganganlah padaku, Hime..." Kakashi berbisik di telinganya dengan geraman pelan. Hinata bernapas dengan terengah-engah dan Kakashi bisa mendengar Hinata menggertakkan gigi—mungkin mencoba mengendalikan rasa sakit yang tak terelakkan. "Berpeganganlah padaku."

"S-sakit... K-kakashi." Hinata berkata dengan suara tegang rendah ketika Kakashi mendorong sedikit lebih dalam. Tentu saja, suaranya hanya akan membuat darah Kakashi mendidih tapi pria itu berusaha keras untuk tidak membiarkan nafsu dan hasrat mengambil alih dirinya. Rasa sakitnya memang tidak dapat dihindari, tapi Kakashi berusaha membantunya dengan cara terbaik yang ia bisa.

Hinata membenamkan wajahnya di dada Kakashi, air mata mulai mengalir di pipinya. Ia sebenarnya tidak ingin menangis sekarang, tapi air matanya mulai jatuh begitu saja. Untuk sesaat, ia bahkan secara mental mengatakan pada dirinya sendiri bahwa apa yang Kakashi coba lakukan itu mustahil—ketika ia membuka celananya tadi, ia melihatnya dan... 'itu' terlalu besar. Ia sudah menduga bahwa benda 'itu' tidak akan muat dan ia mulai yakin bahwa dugaannya benar.

The Girl Who Skipped Through TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang