~*23. Rancu*~

30 4 0
                                    

Halo semua!

Sudah 2 tahun aku gak update wkwk

Maaf ya..

Dan dalam waktu itu aku sebenarnya kehilangan ide. Cerita ini mau dibuat seperti apa dan bagaimana. Tapi syukurlah, aku dapet hidayah jadi bisa ngelanjutin cerita ini, cerita yang viewsnya paling banyak hehe

So,

Happy Reading!

*****

Bahkan ketika semuanya sudah tidak seperti yang diinginkan lagi, maka Gita hanya bisa menjalankan kehidupannya seperti dulu. Ya, dulu, jauh sebelum Andra ada di kehidupannya. Tenang, berjalan seperti seharusnya. Ia hanya cukup belajar, bekerja, dan berusaha agar tidak mempunyai masalah dengan siapa pun. Sungguh, Gita hanya menginginkan kehidupan yang tenang.

Tentang dirinya dan Andra, Gita sudah tidak peduli lagi. Bahkan ketika Andra mencoba mencari celah untuk berbicara berdua dengannya, Gita rasanya sudah muak, Gita enggan menghadapi Andra lagi. Lagi pula, Gita anggap dirinya sudah tidak ada hubungan apa pun lagi.

Andra pun tidak terlalu memaksakan, seperti tidak niat membujuk atau membuat keadaan seperti semula lagi. Tidak. Andra terlalu sibuk dengan atensi Luna. Jadi, ya sudah, Gita anggap Andra tidak benar-benar menyukainya.

Jika memikirkan itu, Gita rasanya ingin menertawakan diri sendiri. Bagaimana bisa ia percaya dengan bualan Si Cumi itu? Gita mungkin terlalu bodoh untuk mempercayainya.

"Americano satu," ucap pelanggan yang suaranya tidak asing di telinga Gita.

Gita mendongak. Dan, benar saja. Sebisa mungkin Gita mendatarkan ekspresinya, sebisa mungkin Gita tidak mengguyurkan kopi kepada pelanggannya ini.

"Americano satu, ada lagi?" tanya Gita.

"Ada," jawabnya.

"Apa lagi?

"Berbicara berdua denganmu," jawab Si Pelanggan.

"Aku gak ada waktu, Ndra," jawab Gita pada Andra.

Rupanya Andra masih gigih untuk berusaha berbicara dengan Gita. Sebenarnya, apa yang ingin dibicarakan? Gita rasa itu adalah hal yang tidak penting.

"Plis kali ini aja, dengerin aku, kita berdua gak bisa terus-terusan kayak gini." Andra seperti orang yang putus asa.

Gita menatap Andra dalam, seakan ingin menegaskan di kalimat selanjutnya. "Kita? Aku rasa udah gak ada kata kita. Dan gak ada lagi yang perlu aku omongin sama kamu. Aku anggap hubungan kita udah selesai. Jadi tolong, jangan ganggu aku lagi. Aku udah capek."

"Aku gak ada ngomong putus. Kita masih pacaran sampai sekarang, Git," ucap Andra penuh percaya diri.

Entahlah, yang ada di pikiran Andra saat ini hanyalah ingin memperjelas semuanya. Bila perlu, Andra akan menceritakan semua tentang Luna. Tentang bagaimana Ayahnya sendiri tega mencoba membunuh kekasihnya dulu.

Gita berdecih. "Jangan membuat patah hati orang lain, Ndra. Kamu jangan egois, aku bisa ngerasain kamu dan Luna memang saling mencintai. Itu udah cukup. Ngelihat kamu bahagia aja itu udah cukup. Meski itu bukan sama aku. Tenang aja, aku gak bakal ganggu kalian. Sebaliknya, aku juga minta kamu jangan ganggu kehidupan aku lagi."

Sebisa mungkin Gita menahan air matanya yang hendak turun. Dia seperti menyedihkan sekali berkata seperti itu, dan ia tidak ingin terlihat menyedihkan di depan Andra.

"Gita, plis, aku kangen sama kamu. Aku mau jelasin semuanya dari awal. Setelah kamu denger penjelasanku, kamu boleh mengambil keputusan. Aku gak akan nahan kamu lagi. Aku ... butuh kamu, Git." Andra membuang napasnya gusar. Terlalu putus asa dengan keadaan sekarang. Tentang Ayahnya, Luna, dan sekarang orang yang selalu ada di kepalanya, Gita.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GITANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang