ISTG | 25.

17.6K 355 20
                                    

Hari itu tiba.

Di ruangan bercat putih, di kerumuni oleh dokter dan para perawat. Katia yang berbaring di brankar khusus untuk ibu melahirkan.

Pagi tadi, Katia melihat bercak noda merah di celana dalamnya. Ia segera menghubungi Gabriel untuk segera pulang, menemuinya di rumah sakit.

Kebetulan sejak kemarin, Gabriel memiliki pekerjaan di luar kota.

Meski sudah di katakan oleh dokter bahwa HPL Katia di akhir bulan, nyatanya bayi mereka lebih dulu keluar mendahului perkiraan dokter.

Gabriel yang memang sudah di jalan, semakin khawatir. Katena sang istri terlebih dahulu di bawa ke rumah sakit bersama pelayan dan penjaga di rumah.

Orang tua dari Gabriel juga kebetulan sedang pergi ke luar negri. Mereka langsung melakukan perjalanan pulang, saat mendapat kabar jika Katia hendak melahirkan.

Ibu dari Katia pun masih berada di perjalanan. Desa tempat tinggal Katia cukup jauh dari kota. Perlu 4-5 jam sampai di rumah sakit tempatnya bersalin.

Sesampainya di rumah sakit, ternyata Katia masih dalam proses pembukaan 4. Dan ketuban Katia sudah pecah saat sampai.

Perlu waktu lagi untuk menunggu proses pembukaan itu sempurna, dan Katia bisa melahirkan normal.

Wanita itu tidak mau melahirkan dengan cara operasi. Ia ingin merasakan reaksi alami dalam proses persalinan pertama kali ini.

"Maaf, maafkan aku sayang." Gabriel terus mengucapkan kata maaf atas kelalaiannya meninggalkan Katia di rumah.

"Aku ... baik-baik saja." Katia menikmati sakitnya di persekian menit ketika reaksi pembukaan itu menyakitinya.

Gabriel tak kuasa melihat wajah Katia yang menahan sakit, menunggu pembukaan jalan lahir anak mereka.

"Kalau tidak sanggup, biar kita pakai rencana ke 2 ya, Sayang ... aku takut kamu kenapa-kenapa."

Gabriel juga yang baru pertama kali menyaksikan proses wanita melahirkan sangat gugup dan takut.

"Aku kuat, kok ... aku mau lahiran normal aja ...." Katia masih meringis merasakan sakit yang terkadang hilang dan muncul di setiap hitungan menit.

Gabriel mengusap perut Katia yang seperti semakin keras. Satu tangannya menggenggam tangan sang istri yang berkeringat dingin.

"Shhh!" Katia meringin lagi saat sakit itu datang yang sekarang durasinya semakin mepet, tidak ada jeda.

"Kenapa kalian diam saja?!" Bentak Gabriel pada dokter beserta perawat yang ada di dalam sana.

"Kalian ini bisa bekerja, atau tidak?! Lakukan sesuatu, agar istriku tidak kesakitan!"

Katia menahan tangan Gabriel untuk memberi ungkapan tetap tenang.

Karena sebenarnya, sedari tadi Gabriel terus-terusan juga memarahi pekerja medis yang menangani sesi persalinan ini.

"Biar kami cek lagi pembukaannya," ucap sang dokter persalinan seorang wanita yang sepertinys seusia dengan Gabriel.

Kedua kaki Katia kembali di buka, untuk melihat proses pembukaan, dokter tersebut perlu memasukkan jarinya ke dalam area sensitif Katia.

"Akh!" Katia merasa lebih menyakitkan kali ini sesi pembukaannya. Perutnya semakin keras, pinggulnya sakit luar biasa.

"Kita persiapkan. Pembukaannya semakin sempurna," kata dokter memberi aba-aba pada rekannya.

Ada 4 perawat yang membantu proses persalinan Katia. Mereka lekas menuju ke posisi maising-masing, menyiapkan alat-alat apa saja yang kemungkinan di gunakan.

ISTRI SIMPANAN TUAN GABRIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang