12. NARA PULANG

31 4 0
                                    

Tidak banyak rumah untuk kembali itu sempurna, seringkali paling baik bentuk rumah adalah kembali pada diri sendiri.

*****

Sehabis mata kuliah beberapa menit yang lalu, Nara kini duduk di kantin kampus bersama Tika. Tadi, Tika mengajak Nara untuk mengisi perutnya yang sejak pagi belum terisi oleh makanan karena terburu-buru hingga melupakan sarapan paginya.

Setelah ini, Nara akan pergi ke terminal bus untuk pulang ke rumahnya yang berada di kota kecil. Semua barang-barang pun sudah selesai dibereskan beberapa olehnya, agar tidak membuang-buang waktu lagi biar bisa cepat sampai disana.

“Gimana Ra? Kamu jadi pulang hari ini?” tanya Tika.

“Jadi Tik, rugi banget kalau gak balik.”

“Putra gimana, masih belum selesai acara Pramukanya?”

“Belum Tik, katanya sih besok dia balik. Tapi, gak mungkin kan aku nunggu dia dulu kalau mau pulang,” ujar Nara sambil tertawa kecil.

“Dia udah tahu kalau kamu suka sama dia?” Tika tampak serius bertanya kepadanya.

“Ya, enggaklah tik. Lagian aku udah bilang kan, kalau gak mau nyakitin perasaan aku sendiri, lebih baik kayak gini aja.”

“Banyak orang ingin dicintai oleh yang mereka cinta, tapi satu hal harus dipahami bahwa setiap perasaan tidak semua harus tersampaikan pada pemiliknya apabila hanya akan mendatangkan sakit.”

“Gak ada salahnya mencoba ra,” kata Tika menyarankan.

“Suatu saat nanti aku akan melihatnya mencintai orang lain.”

Paling baik dari jatuh cinta adalah dengan tidak memberitahu bahwa kita mencintainya, bila dengan cara diam-diam kita tidak akan menerima sakit yang luar biasa, lebih baik begitu meski yang kita cinta tidak akan tahu sama perasaan kita, tapi setidaknya kita tak merasakan luka yang begitu dalam.

“Memilih cinta diam-diam terkadang menjadi pilihan terbaik dalam episode mengaguminya,” cetus Nara.

“Terus gimana kalau suatu saat dia tahu sama perasaan kamu?” Tika benar, Nara tidak berpikir sejauh itu mengenai permasalahan ini.

“Mau bagaimana lagi, kalau memang nantinya dia akan tahu tentang perasaanku. Aku akan menerima segala resikonya, aku tidak akan memaksanya untuk menerima perasaan ini.”

“Ternyata serumit ini ya, jatuh cinta yang tidak memiliki kepastian,” ujar Tika.

“Udahlah itu urusan nanti, sekarang aku mau pamit dulu. Aku duluan ya tik, ketemu beberapa hari lagi,” kata Nara sembari tersenyum pada perempuan itu.

Nara beranjak dari tempat duduknya, menyeruput sisa minumannya sebelum akhirnya berpamitan pada Tika untuk meninggalkan tempat ini karena dia harus segera ke terminal takut kelewatan bus tujuan rumahnya.

“Aku balik dulu ya, takut ketinggalan bus.”

“Kamu hati-hati Tik, takut kepincut kating kampus,” kata Nara sebelum pergi dari hadapan perempuan itu.

Terminal menjadi tempat yang padat didatangi oleh berbagai orang yang akan bepergian, apalagi bila hari-hari libur telah tiba maka dapat dipastikan bahwa setiap sudut terminal dipenuhi oleh orang yang membawa barang-barang miliknya berjalan kesana kemari untuk mencari bus dengan tujuannya mereka. Seperti saat ini, Nara ditemani oleh Devan sedang berjalan mondar-mandir untuk menemukan bus yang memilik tujuan Nara pulang ke kotanya. Selepas dari kampus tadi, perempuan ini masih membereskan beberapa barang bawaannya sebelum berangkat kesini.

Putra MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang