[7]. Kicauan Sutradara

38 5 0
                                    

Welcome to Chapter Seven!
Happy Reading^^

☽☾

Bruk

"Apa-apaan ini, Rora?" seorang wanita paruh baya melempar kasar sebuah iMac di hadapan putrinya.

Rora yang sedang asik menonton televisi pun membuang napas lelah.

"Kenapa lagi sih, ma?" tanyanya lesu.

"Kamu lihat itu! Ipk kamu lebih buruk dari semester lalu. Kerjaan kamu selama ini ngapain sih di kampus? Kalo begini terus, bisa-bisa kamu mengulang mata kuliah, Rora." dumel ibunya.

"Ngulang ya tinggal ngulang sih ma." acuh tah acuhnya.

"Astaga, Rora..." Ibunya memegang pelipisnya pusing.

"Bisa-bisanya ya kamu sesantai itu. Mau ditaruh di mana muka mama kalo kamu gak lulus tepat waktu? Selama ini mama selalu memenuhi kebutuhan kamu. Kamu gak pernah kekurangan apapun. Harusnya kamu bersyukur, kamu bisa kuliah, tinggal di rumah mewah, uang saku banyak. Sedangkan di luar sana, banyak anak-anak yang putus sekolah karena faktor ekonomi. Kamu beruntung, Rora." lanjut ibunya.

Rora hanya bergeming tidak bersuara, seperti biasanya. Ibunya memang selalu seperti itu. Rora memilih diam karena sudah lelah mendengarkan ocehan ibunya dan tidak ingin semakin lelah karena berdebat dengan ibunya.

"Kamu dengerin mama gak sih?" ibunya berkacak pinggang.

"Iya." jawab Rora lesu.

"Apa perlu mama kirim kamu ke luar negeri?" ancam ibunya.

"Mama apa-apaan sih. Aku gak mau ya ke luar negeri." Rora menatap ibunya protes.

"Kamu bisa mandiri nanti di sana. Kamu juga gak bisa main-main di kampus. Nilai kamu lambat laun akan terus meningkat."

"Sampai kapan pun aku gak akan pernah pindah kampus, apalagi ke luar negeri." tolaknya sedikit meninggikan suaranya.

Sang ibu hanya bisa menghela napas melihat anaknya susah diatur.

"Okay, kamu gak jadi ke luar negeri. Sebagai gantinya, kamu akan mendapatkan tutor belajar selama 2 semester ini." tegasnya tidak ingin dibantah.

"MA?" protesnya tidak suka.

"Jangan meninggikan suaramu di hadapan mama, Rora." tegur ibunya.

"Ck." Rora beranjak pergi ke kamarnya dengan raut kesal.

"Anak itu benar-benar...." gumam ibunya.

☽☾

Pagi harinya, Rora sudah siap untuk berangkat ke kampus. Saat menuruni anak tangga, dahinya mengernyit heran melihat kehadiran ibunya di meja makan.

"Tumben masih di rumah." gumamnya.

"Hari ini kamu selesai kelas jam berapa?" Ibunya bertanya saat Rora baru saja mendudukkan diri di hadapannya.

"Jam satu." jawab Rora.

"Selesai kuliah nanti langsung pulang. Jangan keluyuran dulu. Ada yang mau mama bicarakan." ibunya mengutak-atik iMac di tangan kirinya.

"Gak janji." jawabnya tanpa menatap sang ibu.

"Kalo gitu nanti kamu dijemput pak Rio."

"Apaan sih, ma? Aku bawa mobil sendiri juga." protesnya.

"Makanya nurut sama mama, langsung pulang." menatap anaknya sekilas.

"Mau bahas apa sih?" ketusnya.

"Mama sudah dapat tutornya. Siang nanti dia akan ke rumah untuk membahas lebih lanjut terkait jadwal belajarnya. Jadi, mama ingin kalian bertemu hari ini untuk saling mengenal dan mendekatkan diri." meletakkan iMac nya di kursi sebelahnya yang kosong.

"Gak perlu mendekatkan diri. Kaya orang mau pacaran aja." dengusnya.

"Belajar sama teman itu lebih nyaman dari pada sama orang asing, Rora. Jadi akan lebih bagus lagi jika kalian bisa akrab." tutur ibunya.

"Suka-suka mama aja." jawabnya malas.

Rora pun memakan sarapannya tanpa minat. Dulu, ia selalu menginginkan bisa makan bersama ibunya dalam satu meja. Hari ini keinginannya terwujud. Namun bukannya bahagia, keberadaan ibunya sekarang ini justru merusak suasana hatinya.

"Aku berangkat." Rora beranjak setelah menyelesaikan makannya.

Rora berjalan ke pintu utama tanpa menunggu ibunya. Kebingungannya yang tadi sudah terjawab. Ternyata ibunya masih di rumah bahkan makan bersama, karena ada maksud terselubung.

Beruntung Rora tidak berekspektasi lebih dan bisa menahan diri. Tadinya, ia kira ibunya sudah mulai sadar dan ingin memperbaiki hubungan mereka. Ternyata itu hanya akan selalu menjadi angannya saja.

Nyatanya, sang ibu tetap seperti dulu, tidak mungkin berubah. Bahkan saat di meja makan pun, ibunya lebih fokus pada benda canggih di tangannya.

Sepertinya dirinya memang harus berhenti untuk menunggu dan berharap lebih.

°
°
°
°
°
°
°
°
°
°

To be Continued

°
°
°
°
°

Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya.

Semua anak sudah semestinya memberikan yang terbaik untuk orang tuanya.

Jangan lupa vote and comment ya.

See U on next chapter!

°
°
°

🌙8 Juni 2024

He's so Attractive but He's YoungerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang