4. Lily

2K 224 17
                                    

The Burning Flower
Author Pov

"Lily!"

Sebuah suara ditambah tepukan ringan mengejutkan perempuan yang di panggil Lily itu, dia tengah memakai riasannya. Temannya, Jasmine datang dengan wajah sedikit pucat.

"Ada apa dengan wajahmu? Apa kamu sakit?" Tanya perempuan itu melihat temannya tidak bergairah, Jasmine berbaring di sofa ruang khusus hostess. Dimana mereka menunggu para tamu yang datang untuk memilih mereka atau sekedar untuk istirahat para hostess. Malam ini ada sepuluh hostess yang bekerja, termasuk perempuan bernama Lily.

Jasmine mengangguk, "Kepalaku rasanya pening. Bisakah kamu menggantikanku untuk bernyanyi di bar malam ini?" Katanya dengan mata sayu.

"Aku? Tapi aku..."

"Khun Bank mengatakan kamu tidak ada jadwal tamu VIP hari ini, hanya menyambut pelanggan kita yang datang saja." Jasmine berbicara dengan mata setengah terpejam, membuat perempuan itu merasa iba.

"Lily, ternyata kamu di sini!" Khun Bank tiba-tiba masuk menyapanya, "Ya ampun kasihan Jasmine sepertinya dia tidak enak badan malam ini." Kata Khun Bank melihat Jasmine yang meringkuk di sofa.

Jasmine mengangguk-angguk lemas.

"Lily! Mau kah kamu menggantikan Jasmine malam ini?" Kali ini Khun Bank melihat ke arah perempuan itu yang ikut memperhatikan Jasmine.

"Ng...." Perempuan itu berpikir.

"Malam ini saja! Tidak ada yang melakukannya selain kamu dan Jasmine. James masih mengambil cutinya. Aku akan memberikanmu tips double! Bagaimana?" Khun Bank dengan mulut manisnya berusaha merayunya.

Setelah berpikir sejenak dengan memperhatikan temannya yang lemas terbaring, akhirnya perempuan yang dipanggil Lily tersebut mengiyakan.

"Cocok! Aku suka gayamu Lily!" Kata Khun Bank sembari melayangkan kiss penuh rasa senang. "Lima belas menit lagi kamu tampil, bersiaplah. Terima kasih Lily." Ucap Khun Bank.

"Terima kasih Lily." Ucap Jasmine mengikuti.

Perempuan bernama Lily itu mengangguk pelan.

Becca Pov

Lily.

Ya, itu nama panggilanku di club ini. Hampir semua yang bekerja sebagai host maupun hostess tidak menggunakan nama asli mereka.

Nama Lily diberikan khusus dari Madam Lim langsung untukku. Dimana orang lain tidak diperlakukan seperti itu, "Cantik, tinggi, anggun, punya senyum manis, wajahnya putih seputih porselen... Kamu cocok dengan nama Lily. Bunga Lily yang melambangkan kecantikan dan keanggunan." Katanya saat pertama kali aku diterima bekerja di tempatnya.

Saat itu aku hanya mengiyakan saja, setidaknya nama Lily kedengarannya tidak seburuk itu. Aku anggap itu sama seperti pujian bagiku dilihat dari arti nama tersebut. Sering dipanggil dengan nama itu, lama kelamaan aku menyukainya, dan nama tersebut telah melekat padaku sampai sekarang.

"Bunga Lily saya yang satu ini harus selalu dipupuk dan di siram, dia adalah maskot club saya. Dia harus diperlakukan dengan baik, tanpanya tempat ini tidak akan seperti sekarang." Kata Madam Lim yang tak segan-segan memujiku di depan seluruh staff-staffnya. Setiap kali dia melakukan hal tersebut aku selalu ingin muntah, sangat bosan. Mungkin staff-staff club juga merasa sama sepertiku. Tapi tidak ada yang berani untuk memprotes. Bisa-bisa mereka akan ditendang oleh Madam Lim.

Perlakuan istimewa Madam Lim padaku, membuat banyak slentingan yang ku dengar bahwa mereka tidak menyukaiku, tidak menyukai sikap Madam Lim yang menganak emaskanku. Aku tidak peduli, selagi mereka tidak membuat masalah langsung denganku. Niatku hanya mencari uang untuk kebutuhan hidupku, bukan untuk memperbanyak musuh.

"Lilyyy.... ! Kamu hanya menemani Mister Nath kan? Tolong setelah itu temani Mister Folk."

"Tidak!"

"Lily... dia hanya ingin ditemani olehmu. Dia berani membayar berapa saja. Bukankan itu juga baik untukmu?"

"Aku tidak mau! Ini sudah waktunya aku pulang. Aku tidak mau menerima tamu di luar jam kerjaku. Masih banyak yang lain."

"Lilyyyyy... Heuh! Kenapa kamu selalu membuatku frustasi???"

"Anda sendiri yang membuat situasi rumit. Bukankah segalanya sudah tertera pada kontrak? Ck!"

Begitulah, terkadang aku juga tak segan menolak keinginannya yang tidak sesuai dengan kontrak kerja meski mereka menawarkanku tips lebih besar. Kecuali itu atas dasar keinginanku sendiri, dan Madam Lim tidak boleh menolaknya. Hahaha.

...

Malam ini, aku menggantikan Jasmine yang tida-tiba tidak enak badan untuk bernyanyi di bar. Khun Bank, asisten Madam Lim yang mengelola bar sukses merayuku. Ditambah aku memang tidak memiliki janji temu dengan tamu VIP.

Dari atas panggung, aku memandang ke segala penjuru. Orang-orang terlihat menikmati lagu yang ku nyanyikan. Kepala dan kaki mereka ikut bergoyang, sedangkan mulut mereka ikut menyanyikan lagu yang tengah aku mainkan didukung dengan cahaya yang remang-remang membuat para pengunjung berbaur dengan musik dan menikmatinya.

Warna-warni dari lampu stage memancar ke seluruh penjuru bar. Aku mengakhiri lagu dengan memainkan CDJ membuat up-beat lagu semakin gila sampai laguku selesai.

"THIS IS THE LAST!" teriakku kencang.

Penampilanku berakhir setelah hampir sejam lebih bernyanyi diatas panggung. Penampilan berikutnya adalah musik DJ yang meramaikan lantai dansa oleh para pelanggan. Ya, aku mengatakan pada Khun Bank bahwa tidak mau berlama-lama di atas panggung.

Aku duduk di depan meja bar sambil menikmati alunan musik dan mengobrol dengan teman-teman host dan hostessku yang sedang free dari para tamu.

"Cocktail blue sky non alkohol pesanan Nona Lily..." Pram si bartender berkepala plontos meletakan pesananku di atas meja bar.

"Terima kasih Pram!" Ucapku dengan senyum.

"Ini gratis, hadiah karena penampilanmu malam ini sungguh indah." Katanya memuji penampilanku di atas panggung tadi. Aku hanya tertawa, aku tahu dia selalu menghibur seperti itu.

"Bagaimana denganku Pram! Aku tidak pernah mendapatkan gratis." Jim salah satu host yang duduk di sampingku memprotes.

"Undang semua teman-temanmu untuk datang kesini, aku akan memberikanmu ekstra wine!" Kata Pram kemudian.

"Aku tidak percaya!" Ucap Jim yang membuat kami semua terkekeh.

"Apa kalian melihat pemandangan di sana?" Temanku Cassie berbicara berbisik padaku dan Jim. Dia menunjuk sebuah tempat duduk yang agak jauh dari keramaian. "Aku rasa dia sedang frustasi." Katanya lagi membuatku memutar kursi bar menghadap meja-meja pengunjung.

"Bukankah setiap orang yang datang ke tempat seperti ini kebanyakan seperti itu." Kata Jim menimpali.

"Maksudku, aku tadi mendekatinya untuk menawarkan menemaninya tapi dia mengusirku. Padahal dia tipeku sekali." Gerutu Cassie dia meneguk minumannya sedangkan Jim terkekeh.

"Sejak kapan kamu mendekati tamu perempuan?" Tanya Jim, setelah menajamkan matanya melihat sosok tak jauh dari kami berada.

"Sejak hari ini." Jawab Cassie tanpa melepas pandangan dari sosok itu. Terlihat dia sedang sibuk menenggak vodka. Wajahnya samar tak terlihat karena sinar lampu bar yang remang.

"Ck! Apa dia sangat cantik sampai kamu tergoda seperti itu?"

"Sangat Jim! Selain cantik dia juga berkharisma. Kamu tidak tahu dia? Coba lihat baik-baik!" Suruh Cassie membuatku dan Jim mengikuti perkataannya. Kami berdua memperhatikan wajahnya baik-baik, menunggu lampu sorot bar menyorot ke arah penonton.

"Bukankah itu Freen Sarocha?" Tanya Jim kepada kami agar lebih yakin. Dia menatap wajahku dan Cassie bergantian.

Cassie mangangguk, sedangkan aku masih terus fokus memperhatikan sosok yang dimaksud, mencari kebenaran itu sendiri.

To be continued...

THE HOSTESS (freenbecky)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang