Meet For The First Time

31 15 8
                                    

Deka terbaring lemah di salah satu kamar rumah sakit, sementara Arsen tengah sibuk membersihkan luka-luka nya di kamar lain. Di bantu oleh seorang suster, Arsen sesekali merintih kesakitan saat alkohol menetes di kulitnya yang terluka. Rasa dingin dan perih bercampur aduk, awalnya Arsen menolak untuk dibersihkan menggunakan alkohol akan tetapi apalah daya suster yang membantunya ini bersikeras untuk membersihkan luka Arsen dengan alkohol.

Walaupun Arsen hanya mendapati luka sedikit akan tetapi luka ini sangat dalam, sekitar dua puluh lima menit kemudian Arsen telah selesai diobati. Suster meminta agar Arsen tidak banyak melakukan hal yang berat dan tidak banyak bergerak karena akan menghambat proses keringnya luka.

"Terimakasih suster!" Suster itu menoleh sekilas pada Arsen dan tersenyum, lantas meninggalkan ruangan ini.

"Luka-luka ini masih mending, dibandingkan dengan luka di tubuh Deka" Arsen beralih mengambil ponselnya dan bercermin pada layar ponsel yang mati.

"Untung aja jidat gue gapapa. Ya walaupun kena sabetan sajam sedikit sih!" monolog Arsen memegang balutan kain kasa di jidatnya.

Tok! Tok! Tok!

Arsen refleks menoleh ke pintu dan pintu itu terdorong, disusul langkah kaki masuk. Arsen terdiam saat mendapati orang itu, ia tidak bisa berkata-kata sampai ponselnya pun ikut terjatuh ke lantai saking syoknya.

"Ka–kau kan—"

Taman Kota 09.15 PM.

"Beli air mineral kali ya sebentar!" Fiona berjalan ke arah lain setelah membuang sampah.

"Ya silahkan, cari apa kak?!" Fiona disambut ramah oleh penjaga toko.

Fiona tersenyum manis saat mendapatkan perlakuan seperti itu. "Saya cari air mineral dan es cream!"

"Air mineral ya kak, sebelah sini kak!" Fiona berjalan dibelakang mbak penjaga toko ini.

Setelah membeli beberapa jenis es cream, snack, dan air mineral, akhirnya Fiona keluar dari toko itu. Saat dalam perjalanan kembali ke tempat nongkrong nya tadi, Fiona seketika teringat sesuatu. Ia ingat jika ia tidak boleh pulang terlalu larut malam.

"Astaga! Ini sudah jam sembilan lebih. Bagaimana kalo papa marah pada ku?" Fiona mulai gelisah dan berlari-lari kecil menuju tempat awalnya tadi.

Sekitar lima menit berlarian kecil Fiona sampai, ia mendapati tidak ada Andina disana. Fiona hanya mendapati ponselnya yang tergeletak bagaikan barang yang sudah tidak terpakai. Saat Fiona membuka ponselnya ia mendapati ratusan pesan masuk dan juga panggilan telefon tidak terjawab sebanyak dua puluh kali.

"Matilah aku!" Gemetar Fiona saat melihat log panggilan yang ternyata berasal dari papa nya.

"Maafin Fiona pa!" Fiona menekan nomor Andina, lantas langsung menghubunginya.

Selang beberapa detik kemudian Andina pun menjawab telefon Fiona yang sedang panik setengah mati.

"Halo, Andina dimana lo?!" suara Fiona panik bercampur takut.

"...."

"Apaa?" lo–lo dimana?"

"...."

"Ke–kenapa bisa? Po–posisi lo dimana sekarang??" suara Fiona bergetar bercampur aduk dengan perasaan takut pada papa nya.

"...."

"Lo te–tetep tenang oke! Gu–gue kesitu. Lo jangan kemana-mana!"

"...."

"Iya-iya, gue kesitu sekarang. Lo jangan takut oke!"

Tut...
Sambungan telefon terputus.

Fiona memasukan ponselnya ke dalam saku dan bergegas menyusul Andina dengan wajah yang di penuhi keringat. Setelah berlari menyusuri seluruh taman kota, Fiona tidak mendapati Andina dimana pun. Sampai ia terdiam seribu kata saat mendapati Andina tergulai lemas diatas bangku kosong, dengan segera Fiona menghampiri teman nya itu.

"Bangun Andina! Bangun!" Fiona berlutut di hadapan tubuh Andina sambil menggoyangkan goyangkan tubuh teman nya secara perlahan, namun tidak ada reaksi dari Andina.

"Andina... hikss... " lirih Fiona dengan mata berkaca-kaca. "Lo ke–kenapa, An? Lo kenapa? hikss..."

Air mata Fiona tidak bisa terbendung lagi, mengalir di kedua pipi nya sampai menetes ke wajah Andina. Tidak ada luka di tubuh Andina akan tetapi gadis itu tidak sadarkan diri tubuhnya lemas, pucat, bibirnya mulai membiru secara perlahan.

"An–Andina!" Fiona memeluk tubuh Andina dengan air mata yang terus mengalir bagaikan air terjun yang tidak ada habisnya.

"Bawa dia kerumah ku saja, akan ku obati dia!" celetuk seseorang bersuara berat.

Fiona menoleh perlahan ke sumber suara, ia mendapati seorang pria bertubuh tinggi besar dengan rahang yang tegas, rambut yang tesisir rapih lengkap dengan pakaian formal dan juga memiliki halis tebal serta mata elang yang menawan. Usianya sekitar dua puluh tujuh tahunan, wajahnya nampak tenang dan tidak mengancam. Lantas pria itu berjongkok menyetarakan tinggi badan nya dengan Fiona.

Puk! Puk!

Fiona terdiam tidak bergeming saat pria itu menyentuh kepalanya dengan lembut, dan pria itu pun tersenyum sambil terus mengusap lembut surai kepala Fiona.

"Tidak perlu takut nak, aku berniat baik pada kalian" Pria itu lagi-lagi tersenyum lembut pada Fiona yang masih terdiam dan sedikit takut.

"Nama ku Arlo Mackenzie, salam kenal!" ucap Arlo dengan ramah sambil menjulurkan tangan kanan nya. "Nama mu siapa?"

Fiona membalas jabat tangan Arlo. "Na–nama ku Fi–fiona Faziani Zamora, salam kenal pak!"

"Aku masih muda, jangan panggil aku pak. Panggil saja aku kak Arlo, oke!" Fiona mengangguk sambil melepaskan jabat tangan nya.

"Teman kamu kenapa?" Fiona menoleh pada Andina sekilas lantas menatap kembali Arlo sambil menggelengkan kepala perlahan.

"A–aku engga tau kak, dia tadi sempat telfon aku katanya dia dibuntuti seseorang sehabis keluar dari wc umum, terus se–setelah itu dia nyuruh aku untuk datang menemui nya tapi saat aku datang dia sudah terbaring lemah seperti itu kak" jelas Fiona dapat anggukan dari Arlo, pria itu pun berdiri sementara Fiona menenggak ke atas untuk bisa melihat wajah Arlo.

"Bangun lah, akan ku bawa kamu dan teman mu itu ke rumah ku" Fiona berdiri dibantu Arlo sementara Andina dibopong oleh teman Arlo menuju sebuah mobil.

Fiona terdiam sambil menunduk. "Tapi... Nanti or—"

"Aku akan urus itu, sudah ayo bergegas kamu tidak mau teman mu kenapa-kenapa kan!" Arlo sudah lebih dulu memotong ucapan Fiona.

Fiona masih terdiam tidak bergerak sementara Arlo sudah melangkah sekitar sepuluh langkah dari Fiona.

Jezz!

"HA?!" Kedua bola mata Fiona membulat terkejut dengan perlakuan Arlo yang menggendong nya ala ala Bridal style.

"A–apa yang kau—"

"Sudah kamu diam saja!" Arlo melangkah menuju mobilnya yang terparkir tidak terlalu jauh dari lokasi bangku taman tadi sambil menggendong Fiona.

'Izinkan aku membawa saudari mu ini, Algara!' - batin Arlo.

*TO BE CONTIMUE....

Love is CriminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang