"OLIMPIADE SEJARAH."

43 16 15
                                    

SsAllaMm sEejahTerAa bBunDa🌹.

Berjumpa lagi dengan saya. Manusia paling baik di dunia.

2. OLIMPIADE SEJARAH.

***

"Mohon maaf karena telah mengganggu pelajaran. Bagi Lily dan Axelio silahkan menemui saya di ruangan. Silahkan minta izin bapak ibu guru yang mengajar."

"Ck, kenapa dugong juga di panggil sih?!" ucap Lily sambil berjalan keluar kelas dengan langkah gontai. Efek mengantuk mungkin.

Kelasnya kosong hari ini, membuat seisi kelas gaduh kecuali dirinya yang tidur.

Bugh!

"Keras, tapi agak empuk? Ap— BANGSAT!!!" mata Lily langsung melek kala ada Axelio di depannya.

Tadi memang nyawa Lily belum terkumpul sepenuhnya, sehingga dia berjalan sambil menutup mata. Axelio yang berada di sisi lain dengan iseng menjadi pagar Lily. Dan yang di tabrak tadi adalah dada Axel.

"Sialan! Ngagetin gue babi!"

"Lo kalem dikit kalo sama gue nggak bisa? Harus banget nge-gas kayak tadi."

"Nggak, karena lo pantasnya di sewot-in."

Tak sadar, mereka berjalan bersama menuju kantor. Walaupun sesekali tangan Lily sangat ringan, Axel yang iseng menjulurkan kakinya di depan kaki Lily atau saling adu tinggi.

Prik banget. Jelas-jelas Axel yang menang.

"EKHEM!!! Asik banget sampe gasadar kalo udah sampai di ruangan ibu kayanya."

Keduanya saling bertatapan lalu menautkan alis, SEJAK KAPAN UDAH SAMPE ANJIR?!

"Udah tatap-tatapannnya? Nggak usah pamer, ibu juga punya suami."

Mulai deh, mulai.

"Bu, ada plastik nggak?"

"Buat apa?" tanya bu Suci keheranan, agak aneh karena Lily tiba-tiba menanyakan plastik.

"Buat di muntain, di tiup terus di letusin di atas kepala ibu." Ucap Axel datar membuat Lily sedikit tersenyum, mewakili banget!!!!

Sedangkan yang dibicarakan melotot garang mendengar ucapan anak emas kebanggannya.

"Ini ... pasal olim lagi?" tanya Lily to the point.

"Hm, kalian berdua akan menjadi perwakilan sekolah kita. Karena tahun lalu kalian berdua pernah ikut olimpiade sejarah, dan masing-masing juara 2 kan?" lalu di angguki oleh keduanya.

"Nah, olim tahun ini 1 sekolah harus 2 orang perwakilannya. Jadi ibu pikir ... kalo kalian seimbang terus di gabungin, kemungkinan besar bakal jadi juara 1." Lanjut bu Suci.

"Tapi ... ini aneh banget bu, ada ya? olimpiade perwakilannya 2 orang?"

"Ibu awalnya juga sedikit kaget, ibu tanya pihaknya ternyata mereka emang pengen menyatukan kalian. Karena kalian dari SMA yang sama dan juga nilai kalian seimbang."

"Lah?"

"Nggak ada yang nggak mungkin selama kalian mengejar prestasi."

Lalu ibu Suci melepaskan kacamatanya. Bediri di depan Lily dan Axel, mengelus rambut mereka.

"Ibu harap kalian menjadi yang terbaik, karena kalian anak emas ibu."

Lily sendiri sedikit tersentak, dia tidak pernah di perlakukan seperti ini. Bahkan dari ibunya sendiri.

Urusan sudah selesai, lalu mereka diperbolehkan kembali ke kelas. Situasi terasa akward sekarang sampai akhirnya Axel mengeluarkan suara.

"Nanti sore gue jemput."

"Nggak usah, lagian—"

"Brisik, nanti sore gue jemput. Jam 4. Lagian itu juga searah sama tempatnya bu Suci." Ucap Axel datar. Tangan Lily sebenarnya sudah gatal ingin menonjok muka Axel.

"Tangan gue gatel, siniin muka lo. Biar gue tonjok."

"Nih."

BUGH!

"ANJ—"

Axel meruntuki ucapannya tadi, ini cukup sakit.

"Thank you man." Ucap Lily, lalu pergi begitu saja meninggalkan Axel yang masih memegangi pipinya.

"Cewek gila."

***

Perjalanan yang tak memakan waktu begitu lama sampai akhirnya Axel sampai di rumah sederhana ber-cat putih dengan ayunan di teras, rumah Lily.

Bukan, bukan itu yang membuatnya terdiam di tempat.

PRANG!!!

BRAK!!!

"PERGI DAN JANGAN PERNAH MENEMUI KU LAGI! ANDA SENDIRI YANG MEMBUANG—"

"SIALAN, SIAPA YANG MAU MEMUNGUTMU? BAHKAN AKU MENYESAL TELAH MELAHIRKAN MU!"

"BAJINGAN! LEBIH BAIK KAU KELUAR DARIPADA KU TENDANG."

"DASAR ANAK DURHAKA!"

"Siapa yang kau sebut anak, hah?! ORANG TUA KU SUDAH MENINGGAL! AKU YATIM PIATU, DAN KAU TAU ITU."

"PERSETAN DENGAN DOSA, DENGAN MELIHATMU SAJA MEMBUAT KU MUAK HINGGA INGIN MEMBUNUH MU."

"DASAR—"

BRAK!

"PERGI!!!"

"Hidup mu—"

"KU BILANG PERGI!!!"

Axel agak tersentak melihat pemandangan di depannya. Dimana ada seorang wanita yang mirip dengan Lily di dorong kasar oleh Lily yang mukanya sudah merah padam.

Tunggu ... itu ibunya?

Wanita itu melenggang pergi dari sana, dan itu melewati Axel. Sungguh, dia seperti melihat duplikat Lily di dalam wanita itu. Tidak terlalu mirip sih, tapi 80% ada.

"Khem, jadi latihan?" ini jelas canggung, apalagi Axel yang sempat melihat pertengkaran tadi.

"Hm, 15 menit gue keluar."

Saat Lily berbalik, kepalanya menoleh ke samping.

"Tolong lupain kejadian tadi, anggap itu cuma mimpi. Dan yang paling penting, jangan cerita ke siapapun termasuk orang tua lo."

"Satu lagi, jangan beranggapan gue kejam. Lo nggak tau apa-apa." Ucap Lily serak bersamaan dengan air mata yang turun dari mata kanannya.

A feew 15 minute later...

"Udah, ayo." Ucap Lily setelah mengunci rumahnya. Tapi bekas air mata di pipinya seakan memberitahu kondisi yang asli. Dia seperti memakai topeng.

Yah, kalian taulah. Pura-pura tersenyum dan bahagia di depan orang-orang yang menyangka dia tidak mempunyai beban yang berat di pundaknya.

Beban itu selalu abadi, bahkan sampai detik ini.

"WOI! Gue tau gue cantik, nggak usah sebegitunya ngeliatin—"

"Pede, pantes aja lo nggak pernah bahagia."

"Si anjir, diem lo. Nambah beban aja, cepetan.

"Lo kayak nggak tau bu Suci kalo ngereog kaya gimana. Israel sama palestina pun bisa damai kalo dia udah berkehendak." Lanjutnya sambil terkekeh.

***

Tebak ending?🥰😘

LILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang