"IDK."

1 0 0
                                    

SsAllaMm sEejahTerAa bBunDa🌹

jujurly, bingung mau ngasih judul apa.

btw, di sini ada yang mantan PMR?

gimana rasanya?

kalo di banding in sama osis, resiko lebih gede mana?

Haiya, PMR or OSIS?

or ... 2-2 nya?

song : End of benginning - Djo.
biar makin kerasa aja.

15. IDK.

***

"Kath! Nenek gue masih hidup kan?!"

Diam, Kathrine diam seribu bahasa, membuat Lily menggeram pelan. Tatapannya jatuh pada Nia yang di samping Kathrine.

"Ni! Nenek gue masih hidup kan?!"

"Argh! Ayo ngomong brengsek! Angel, lo pasti tau kan?"

"Nenek gue di mana? Dia di mana?"

"DIA DI MANA?!"

Hening.

Sampai akhirnya Nia memberanikan diri memeluk Lily, sambil berucap.

"L-ly, ikhlasin ya ..."

"Nenek lo udah ... jadi abu."

"Nggak ..."

Sang empu menggeleng frustasi, berkali-kali menolak kenyataan yang ada di depan mata.

"NGGAK, NGGAK BISA! SETIDAKNYA BAWAIN JASAD NYA DI HADAPAN GUE!" teriakan itu terendam.

Tangisnya tumpah lagi di perut Nia yang memeluknya sambil berdiri. Tangan Nia terulur untuk mengusap kepala Lily penuh kasih sayang— sewajarnya sahabat pada umumnya.

Tatapannya ke atas sambil menggigit bibir, ikut menahan sesak. Bukan dia saja, bahkan Axel dan Antek-Antek nya diam seribu bahasa di pintu kamar sambil memalingkan wajah.

Pun dengan Kathrine dan Angel yang mengusap cairan bening yang keluar dari mata kiri mereka.

"Okay, sebutin apa aja yang bikin lo bahagia!"

"Sebutin aja, kita bakal berusaha buat kabulin keinginan lo!"

"Mau nenek ..."

Kata itu membuat sekitar kembali menghela nafas,

"nope, kecuali itu." celetuk Axel.

Hening.

Isakan Lily berhenti, pun dengan semuanya yang terdiam.

"Mau kemana?"

Dengan penuh perjuangan, Lily menahan sesak yang menghantam dada nya. Pun dengan mata nya yang berkaca-kaca,

"Mau liat rumah nenek." Ucapnya serak.

Kaki nya berayun pelan tapi pasti. Kepalanya bahkan terasa berat dan berkunang-kunang. Rasa sesak menghantam dada, badan yang pucat pasi dan gemetar.

Teman-teman nya mengikuti dari belakang, kecuali Kathrine yang berbalik badan kemudian menutup mulut nya menggunakan tangan.

Lalu mulai berjongkok, menangis secara diam-diam.

Dunia terlalu kejam untuk sahabatnya, bahkan Lily tak pernah benar-benar bahagia. Kathrine di kenal acuh dengan segala hal, kecuali urusan teman-teman nya.

"Gila, mungkin kalo gue jadi lo, gue udah milih bunuh diri ly."

***

Garis polisi mengelilingi 1 wilayah, orang-orang bahkan berkerumun lebih banyak dari sebelumnya menatapi dan mengabadikan potret mengenaskan tersebut.

Beberapa reporter telah menyiarkan berita di televisi membuat satu Indonesia tahu akan kejadian ini.

Di ujung barat, tepatnya di samping rumah milik alm. terdapat polisi yang sedang di wawancarai.

Dengan sisa yang masih di miliki, Lily tetap melangkahkan kakinya yang sudah kebas.

Bruk!

"He, lo nggak usah maksain diri kaya gini." Ucap Axel sambil mengusap tangan Lily yang sedikit lecet akibat bergesekan dengan beberapa kerikil kecil.

"Gue mau ke sana."

"Okay, gue gendong."

Dalam sekejab, tubuh Lily sudah di gendong Axel dengan bridal style.

Mata para reporter mulai berbinar menatapi 2 cucu dari jajaran pengusaha terbesar di Indonesia.

'Dengan kak Lily ya? Kak, mohon penjelasannya kak.'

'Tolong jelaskan bagaimana insiden ini terjadi!'

'Kak-kak, kalian pacaran ya?'

'Apa status anda?'

'Apakah anda mempunyai musuh sehingga mengakibatkan insiden ledakan dari rumah almarhum?'

'Tolong jelasin kak!'

Sedangkan yang di tanyai enggan menjawab, Lily mengeratkan pegangannya di leher Axel. Juga semakin menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Axel.

"Nggak mau! Suruh mereka pergi!"

"Shhtt! Jangan nangis lagi,"

"Tolong minggir, kami tidak ada waktu untuk meladeni kalian."

Menurut, semuanya langsung memberikan jalan untuk keduanya walau dengan helaan nafas kecewa.

Siapa yang mau mengusik 2 marga terkenal itu?

"Mau turun atau tetep gue gendong?"

"T-turun."

Dengan gemetar, kaki Lily mulai melangkah mendekat. Lalu berjongkok memegang abu di sana. Juga memegang pecahan bangunan yang kondisinya sudah hitam pekat.

Air matanya terus mengalir, namun ia seka berkali-kali.

Matanya melihat ke tengah, tepat nya ke satu foto kecil yang di kelilingi kepulan asap.

Menoleh ke Axel, lalu menunjuk nya. Sang empu langsung mengerti membuat dirinya melangkah ke sana dengan cepat lalu mengambil foto tersebut.

Lily yang tersenyum dengan Nenek nya di sampingnya.

Lucunya ...

Foto itu di ambil ketika dia pertama kali masuk SMA, di masa tersebut kebahagiaan mulai menghilang satu persatu kecuali Nenek dan Kakek nya.

"Nenek, gimana ini? Nenek kenapa ninggalin aku sendirian?"

"Mereka jahat nek, mereka nggak ngebolehin aku nyelametin nenek."

Untuk kesekian kalinya, Lily menemui lukanya.

"Nenek satu-satunya harapan ku,"

"Kenapa malah ikut kakek? Nenek kangen ya?"

Nafas Lily mulai tidak beraturan dengan isakan yang ia tahan.

"Semua boleh people come and go kecuali Nenek."

***

yg ga vote nanti ketiban duren.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang