"LILY KANIA-"

45 15 24
                                    

SsAllaMm sEejahTerAa bBunDa 🌹

"Luka itu tetap ada sekalipun sudah di obati berulang kali."
—Lily Kania Nareshwara.

6. LILY KANIA-

***

Suara merdu Lily mengalun indah di rumah minimalisnya dengan tambahan gitar di pangkuannya membuat suasana semakin indah.
Apalagi hujan rintik-rintik dan bau khas tanah basah membuat semua orang enggan keluar rumah.

Malam ini dirinya menyanyikan lagu I love you 3000, karya Septhanie Poetri.

Baby take my hand,

I want you to be my husband,

Cause you my iron man,

And i love you three thousand.

Baby take a—

BRAK!!!

PYARR!!!!

Jantung Lily berpacu cepat begitu mendengarnya, walaupun sudah biasa tapi tetap saja dia kaget.

Dirinya keluar dari kamar. Benar saja, Nyonya Nareshwara datang dengan 2 bodyguardnya.

"Mau apa lagi ke sini sih ma?" tanya Lily frustasi sambil mengacak-acak rambutnya.

"Ma? Kamu bilang apa tadi?"

"Bilang apa hm? SAYA BUKAN MAMA KAMU!"

"Aku capek, aku minta maaf atas kesalah aku dulu."

"Sampai kamu mati pun—"

"YAUDAH, BUNUH AJA AKU! NGGAK USAH NYIKSA BATIN SAMA MENTAL GINI!!!" bentak Lily keras.

"Perlu aku bunuh diri dulu? Atau mau pake pistol? Di laci kamar ku ada pistol."

"Cih, kamu masih sama seperti dulu. Dasar pembunuh." Desis Allyna tajam.

"Ya, ya, ya. Aku mengakui aku pembunuh. Sesulit itu buat maafin aku?"

"5 tahun aku hidup sendirian tanpa kasih sayang kalian. Hidup sendiri seperti anak yang kehilangan orangtua, padahal mereka masih hidup."

"Lalu nenek mu itu kau anggap apa?" tanya Allyna sinis.

"Seorang nenek tak akan bisa menggantikan sosok ibu dan ayah dalam kehidupan seorang anak."

"Anak? Kau bahkan bukan manusia, kau hanya pembunuh. Lyta bahkan—"

"LYTA, LYTA, LYTA!!! KENAPA SELALU DIA?"

"Karena dia anak yang di inginkan!"

"Jika kau tidak menginginkan ku kenapa kau menyayangi ku sewaktu kecil sialan! Seharusnya kau buang saja diriku."

"Seharusnya kau buang aku sejak lahir."

"SEHARUSNYA KAU BUNUH AKU SAJA SEJAK LAHIR!"

Lily berjalan ke kamarnya, mengambil sesuatu di laci dan menyerahkannya kepada Allyna.

Itu sebuah pistol.

"Ayo, tembak saja. Jika aku saja yang pembunuh pasti tidak seru kan? Kau juga harus menjadi pembunuh."
Ucap Lily tegas, walaupun air matanya tidak berhenti mengalir sedari tadi.

Benar saja Allyna mengarahkannya di kepala Lily. Belum sampai menarik pelatuk, dirinya malah tertawa keras. Lily mengernyit, dia gila?

"Melepaskan mu begitu saja? Lalu kau akan bebas dari rasa penyesalan dan kesengsaraan?"

"Itu tidak akan pernah terjadi." Desisnya tajam.

"Sudahlah, aku muak." Ucap Allyna sembari melemparkan pistol milik Lily ke lantai.

LILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang