1 1

32 6 0
                                    

"Mark itu saudara kembar gue, sialan."

Jaemin membuang muka. "Lo jangan ngaco."

"See? Lo emang gak pernah peduli sama orang lain selain diri lo sendiri."

"Lo gak tahu apa-apa," desis Jaemin dan Haechan menatapnya remeh. "Apa yang gue gak tahu?"

"Asal lo tahu, semua kejadian perundungan bertahun-tahun yang lalu, itu semua bukan dasar kemauan gue!"

"Lo jangan munafik, Na Jaemin!"

"Gue dipaksa sama Mark, kalau gak, adik perempuan gue bakalan dilecehin. Menurut lo, setelah semua yang dia lakuin, gue harus tetap tangisin kepergiannya?" Jaemin gantian terkekeh sinis, pemuda itu menatap Haechan yang terdiam. "Jadi jaga mulut lo."

"Lo pelakunya selama ini, huh?"

"Sialan, sekarang lo nuduh gue?! Memang keluarga lo itu keluarga penghancur hidup orang!"

BUGH!!!

"Lo berdua bisa diem?" desis Jisung penuh penekanan setelah meninju dinding hingga retak, pemuda itu menatap Haechan dan Jaemin tajam.

"Persiapin diri kalian, jaga mulut kalian."

Setelah itu, Jisung kembali berbaring.

Haechan mengulum bibirnya, pemuda itu menatap Jaemin tajam sebelum akhirnya mendudukkan diri dengan kasar. Pikirannya menerawang, perkataan Jaemin terngiang-ngiang di kepalanya.

Mark.. orang yang selama ini ia anggap panutannya adalah orang brengsek? Apakah Mark memang sebrengsek itu?

Wajah polosnya adalah topeng?

"Orang itu ngechat gue."

Jaemin tiba-tiba berujar, wajahnya berubah menjadi tegang. Pemuda itu menggigit bibir bawahnya khawatir sebelum menyodorkan ponselnya.



unknown
| Permainan dimulai
| Silahkan bersembunyi dengan baik,
karena kalau gue nemuin lo
| Lo akan mati

Setelah itu, seketika lampu dan pencahayaan di kapal mati dalam sekejap. Menyadari apa yang akan terjadi, keempatnya segera lari berpencar.












































































































Haechan berlari dengan cepat, panik melandanya, keringat sudah membanjiri tubuhnya. Haechan benar-benar takut mati.

Pemuda itu menyusuri lorong dengan tergesa-gesa, kakinya kemudian berhenti di sebuah ruangan terkunci dengan kaca kecil di pintunya.

Haechan berjinjit, mengintip dalam ruangan lewat kaca tersebut.

Tak ada apapun, hanya berisikan beberapa kain yang menutupi beberapa ember. Dengan sekuat tenaga, akhirnya Haechan memukul kaca tersebut menggunakan sikutnya, setelah berhasil dipecahkan, tangan pemuda itu meraba kenop pintu dari dalam kemudian membuka kuncinya.

Berhasil.

Haechan berhasil masuk.

Setelahnya, Haechan mengangkat barang-barang yang ada di sana untuk menghalangi akses pintu. Pemuda itu terbatuk-batuk, debunya bukan main.

"Gue cuman harus sembunyi di sini sampai pagi kan?" gumam Haechan pusing kemudian memundurkan langkahnya dari pintu.

Pemuda itu bernapas lega begitu tak mendengar suara langkah sama sekali. Akhirnya Haechan memilih mengitari ruangan ini dengan perlahan, ia penasaran dengan isinya.

Keningnya mengkerut begitu melihat banyak sekali ember-ember kecil yang tertutup kain berwarna hitam.

Karena rasa penasaran, akhirnya tangan Haechan perlahan menyibak kain yang menutup ember-ember tersebut.

































Kain itu terbuka sedikit demi sedikit.













































Sedikit terbuka.

















































Setengah terbuka.





























































Hap!


Terbuka sempurna.











































Seketika mata Haechan membola, pemandangan di depannya membuat perutnya mual, napasnya tercekat, mulutnya menganga, hatinya seperti dicabik-cabik.




























































Tubuh Renjun yang sudah dimutilasi dan ditaruh di banyak ember. Bahkan ada satu ember yang berisikan kepala Renjun yang masih utuh, sudah terpisah dari organ tubuhnya yang lain.


















































"Hai, Haechan! Gimana? Suka gak sama kejutan gue?"

Seseorang tiba-tiba muncul dari kegelapan, Haechan terkesiap, tubuhnya membatu. Bagaimana pemuda itu bisa tiba-tiba ada dalam ruangan?

"Jelas dong, sebagai salah satu teman lama lo. Gue jelas tahu pikiran lo kayak gimana, gue tahu lo akan masuk ke sini." Orang di depan Haechan terkikik geli.

"L-lo.. pelakunya?" tanya Haechan tak percaya, teman yang ia percaya mengkhianatinya.

"Haha, seratus buat lo! Bener, gue salah satu pelakunya kok. Tapi telat banget sih, kenapa baru tahu sekarang?" balas orang tersebut dengan wajah mengejek.

"Salah satu? Apa maksud lo?!" tanya Haechan lagi, kali ini dengan penuh emosi. Dalam sekejap, Haechan menarik kerah orang di depannya dengan penuh amarah. "Lo emang pantas mati, anjing! Lo udah bunuh saudara gue!"

Bukannya takut, orang itu justru tertawa terbahak-bahak, ia menatap Haechan, pura-pura prihatin setelahnya. "Lo pikir siapa yang rencanain semua ini? Dia juga saudara lo."

"Lo kalau ngomong yang bener anjing!"

"Haechan, Haechan." Orang tersebut tertawa puas melihat ekspresi wajah Haechan. "Lo pikir gue pelaku utamanya kan? Lo salah.."















































































"Pelaku utamanya adalah Lee Jeno, saudara kembar lo yang lainnya selain Mark. Gimana, lo kaget gak? Kaget dong pasti, udah gitu gue, Park Jisung, saudara tiri kalian bertiga ikut andil dalam permainan ini."










































































note;
wkwkwkw gimanaaa nih menurut
kalian part ini? ketebak gaa? 😏😏

Into the Unknown ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang