1 2

66 9 0
                                        

Jaemin memutuskan untuk bersembunyi di kolam renang. Tidak, tidak benar-benar kolam renang. Melainkan ruangan kecil yang berada tepat di sebelah kolam renang.

Awalnya, Jaemin tak tahu itu ruang apa. Tapi setelah masuk, Jaemin rasanya menjadi tenang. Banyak senjata tajam di sini, ia bisa melawan jikalau ditemukan.

"Tapi di sini lembab banget, gue harus bertahan di sini selama berjam-jam gitu?" gumam Jaemin malas. Ia menatap kuku-kuku jarinya yang menghitam, kemudian mendecih.

"Padahal biasanya gue orang yang bersih," decihnya.

"Psst!" Jaemin menajamkan rungunya begitu mendengar sesuatu dari luar sana. Pemuda itu mengkerutkan keningnya. Siapa?


Tingtungtingtungtingtung

"Shit!" Jaemin mengumpat begitu ponsel di dalam sakunya berdering dengan keras. Setelah itu, orang di luar sana─Lee Jeno nampak tertawa puas. Rencananya berhasil.

Klak!

"Di sini rupanya." Jeno tersenyum lebar menatap Jaemin yang terlonjak kaget begitu pintu di depannya dibuka dengan santai.

"J-Jeno?"

"Kaget ya? Gue juga."

"L-lo pelakunya?" tanya Jaemin tak percaya. Jeno mengangguk dengan wajah polosnya, di tangannya sudah ada pisau dapur. Jaemin yang melihat itu merinding, tak bisa membayangkan bagaimana jika pisau tersebut menusuk bagian tubuhnya.

"Kenapa lo lakuin ini?!"

"Pertanyaan klasik, keluar dulu dong biar enak ngobrolnya."

Pisau dapur itu diacungkan ke lehernya, mau tak mau Jaemin menurut, sebelum itu, Jaemin sudah mengantongi dua buah pisau yang tajam di sakunya.

"Apa yang mau lo tanyain?" tanya Jeno dengan nada datar.

"Kenapa lo lakuin ini?" Lagi-lagi pertanyaan yang sama.

"Asal lo tahu, gara-gara kelakuan brengsek lo dan Mark bertahun-tahun yang lalu. Keluarga gue hancur. Lo pikir gue gak tahu kalau yang menyabotase mobil kami itu Chenle dan Renjun?"

"Padahal yang salah Mark, tapi kenapa gue, Haechan dan orang tua gue harus kena?"

"H-Haechan?"

"Lo pasti kaget ya?" Tawa Jeno terdengar keras. "Kami kembar tiga, Jaemin. Mark, orang brengsek itu, penghancur keluarga kami. Dan Renjun, orang yang gak tahu apa-apa itu dengan soknya ingin membantu Chenle. Kenapa lo dan Mark harus berlaku brengsek dan membuat keluarga gue hancur," desis Jeno penuh kekecewaan.

Jaemin mengulum bibirnya, hatinya mendadak sakit. "Ini semua gak seperti yang lo pikiri─"

"Padahal lo dan Mark yang ngerundung Chenle, kenapa harus gue yang kena? Keluarga gue hancur, dan dengan entengnya Mark bilang kalau kita semua sekarang sahabat. Gue gak sudi," ungkap Jeno menekankan setiap katanya. Ia terkekeh membayangkan wajah sok polos Mark yang menyuruhnya untuk berdamai akibat kematian kedua orang tuanya.

Jeno tidak bisa.

Ia merasa tidak adil.

Sangat tidak adil.

Jaemin, orang itu bahkan tidak mendapatkan ganjaran apapun.

"Gue sengaja jadiin lo orang terakhir, gue pingin buat lo menderita lebih dulu sebelum mati." Jeno tersenyum dengan mata yang kecewa. Pemuda itu sudah ancang-ancang ingin bergerak..

"Tapi, maaf ya Jeno."

"Ap─"

"Gue gak selemah yang lo pikir."


TASHH!

JLEBB!!!!


Jeno mengerang kesakitan, ia yang belum bisa mencerna situasi tertusuk oleh pisau Jaemin yang membuatnya berangsur mundur.

Jaemin menusuknya dibagian paha.

"Lo gak akan bisa bunuh gue segampang itu, Lee Jeno!"

Setelah itu, Jaemin kembali berusaha menusukkan pisau ke arah Jeno namun pemuda itu berhasil menghindar.

"Selama ini, gue berusaha jadi temen yang baik buat lo. Itu gak cukup?" tanya Jaemin dan Jeno tertawa.

"Fuck with you!"

"Oke kalau itu mau lo."

Jaemin dan Jeno saling menyerang. Jaemin berhasil menghindar saat pisau dapur itu hampir saja menusuk wajahnya. Jeno mendecih, ia kemudian melempar dengan kasar pisau dapur di tangannya.

"Gue lumpuhin lo dulu deh."

Jeno dengan cepat mengeluarkan pistol dari sakunya dan menodongkannya tepat di hadapan Jaemin.

Jaemin terkesiap, pemuda itu membatu.

"Jaemin, gimana bisa sih orang yang udah ngelakuin banyak kejahatan kayak lo tetep narsis dan percaya diri?" kekeh Jeno, sedetik kemudian ekspresinya berubah menjadi dingin.

"J-Jeno, tolong bicar─"






DOR!!!



"AKH!!!"

Peluru itu berhasil bersarang di lengan Jaemin yang membuat pisau di tangannya terpental jauh. Pemuda itu tersungkur dan mengerang kesakitan. Melihat itu Jeno tersenyum puas. Ia mendekat ke arah Jaemin, menendang wajah pemuda itu dengan santainya.

Jaemin terbatuk-batuk di tempatnya, dadanya sesak saat diinjak oleh Jeno.

"Coba tunjukkin senyum lo untuk yang terakhir kalinya," ucap Jeno tersenyum lebar.

Jaemin menatap Jeno dengan penuh amarah, ia hendak mengeluarkan pisau lagi dari sakunya, namun sebelum itu seseorang datang dengan tergopoh-gopoh.

"L-Lee Haechan?"

Jeno dan Jaemin terkejut di tempatnya, Haechan dengan kondisi babak belur, serta penuh darah itu berjalan dengen terseok-seok. Wajahnya bahkan sudah tak seperti Haechan lagi.

"Jeno, Jaemin. Malam ini akan panjang."

Into the Unknown ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang