O 5

37 5 0
                                    

Mark dan Haechan menatap horror televisi di depannya yang tiba-tiba menyala sendiri. Padahal mereka sedang asik gibahin Renjun yang sensian terus akhir-akhir ini.

"Mark, lo coba cek deh!" suruh Haechan seenak jidat, ia takut. Mark mendengus.

"Lo aja lah, kok gue."

"Lo lebih tua dibanding gue."

"Gini aja lo nganggep gue lebih tua dibanding lo, biasanya ke mana?!"

"Udah, ribet ah lo. Cepet cek."

Kalau tidak ingat teman, Mark rasanya ingin membuang Haechan ke laut sekarang juga. Pemuda itu mendesah malas lalu berjalan ke arah televisi dengan waspada.

BRAK!

"WOI, JANGAN DIPUKUL JUGA DONG!" teriak Haechan panik begitu melihat tangan Mark dengan entengnya memukul televisi.

"Itu mahal coy!"

Kepala Mark dipukul Haechan dari belakang. Hmm, memang minta disantet nih bocah.

"Lo gak usah pakai kekerasan lah, sempak kuda! Kalau gue bodoh, lo mau tanggung jawab?!" cerca Mark kesal.

"Lo mah gak dipukul pun bakalan tetep bodoh!" hina Haechan sadis. "Udah lah, awas, gue aja."

"Katanya takut," cibir Mark mendengus. Ia akhirnya memilih mundur, kembali duduk di bar dan meneguk segelas alkohol.

Padahal masih sekolah, ck.

"Heh, lo kalau mabuk jangan sampai jebur laut ya," oceh Haechan yang memperhatikan Mark dari ekor matanya.

"Gue mati juga lo pasti seneng, cih."

"Sembarangan lo."

"Kalian ngapain?" Chenle tiba-tiba datang dengan jaket hitamnya, kacamata hitam senantiasa dipakainya.

"Le, lepas deh kacamata lo, risih gue lihatnya," suruh Mark dan Chenle justru tersenyum. "Hehe."

"Hehe hehe, apaan sih," dengus Haechan mengotak-ngatik televisi.

"Bahaya loh~" Setelah mengatakan itu, Chenle berlalu pergi begitu saja. Haechan dan Mark mengernyit, aneh sekali Chenle.

"Jangan-jangan itu bukan Chenle?" tebak Haechan merinding.

"Tapi dia napak kok."

"Y-ya bisa aja─"

ZLAPP!!!

Lampu dan penerangan kapal tiba-tiba mati, Haechan melirik ke kanan dan ke kiri dengan cemas. Hari sudah mulai petang dan ia takut.

"C-Chan.. sumpah.."

"Mark, lo jangan takut ya. Kalau lo takut gue juga takut jadinya," ucap Haechan pelan, mendekat ke arah Mark. Ia kemudian memeluk lengan Mark ketakutan. "Mark.. lindungin gue please."

"Gak usah aneh-aneh dah lo." Kepala Haechan ditoyor sama Mark. "Gue udah takut jadi tambah takut."

"Panggil Jeno aja deh, dia kan yang paling pemberani. Telepon coba," suruh Haechan dan Mark menggeleng. "Ponsel gue di kamar."

"Lah, bego banget sih lo! Ponsel kok ditinggalin!" kesal Haechan tidak tahu diri.

"Heh, kurang ajar, bisa-bisanya ngatain gue bego. Lo ngaca, mana ponsel lo?!" balas Mark tak mau kalah. Haechan mengerucutkan bibirnya sebal, perkataan Mark tak salah.

"Ya udah gini aja─"

TING!

"Silahkan berkumpul di ruang penghangat diri, permainan akan segera dimulai hihihi~"
























































Into the Unknown ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang