Chapter 2

1.8K 79 1
                                    

Still Shaylene Glory's View

Aku mengigit bibirku lagi sembari memasang ekspresi meringis saat melihat si pria menyebalkan itu keluar dari rumahnya dan menatapku dengan ekspresi dingin mematikan lantas melirik ke arah barang yang baru saja aku tendang hingga mengeluarkan bunyi tadi. Oh sial, dia benar-benar marah. Aku mendengus, menghembuskan nafas lelah sembari mengangkat wajahku lagi untuk menatapnya. Well, haruskah aku mengakui bahwa dia memang terlihat tampan.

"Apa yang barusan kau lakukan?!" dia berteriak, aku kembali menjauhkan wajahku mendengar bentakannya yang keras. Astaga, dia berani sekali membentakku sekarang bahkan ratu Everence saja perlu berpikir dua kali untuk memarahiku. Memangnya dia siapa, sih? Dia hanya seorang manusia biasa yang lancang menggertakku.

"Jangan berteriak di depanku!" Aku berteriak sembari mengangkat daguku tinggi-tinggi, pria itu terlihat kesal kemudian kembali mecengkram pergelangan tanganku dengan kasar. Aku meronta merasakan dia menekan bagian itu dengan keras hingga membuatnya berdenyut ngilu.

"Kau lihat, apa yang baru kau lakukan. Kau merusak mobilku!" ujarnya lagi terdengar begitu marah. Aku mengalihkan pandanganku kearah benda yang disebutnya mobil lantas memiringkan wajahku lagi memperhatikan penyok akibat tendangan kerasku tadi. Aku mencibir.

"Memangnya kau saja yang rugi? Lihat ini, kakiku menjadi bengkak dan terkilir karena berusaha membukanya," gertakku tak terima. Itu benar, bukankah bukan hanya dia saja yang mengalami kerugian sepihak? Dia hanya mengalami kerusakan penyok sedikit sementara kakiku, menjadi terkilir. Bukankah disini aku yang paling banyak mengalami kerugian, artinya.

"Apa? Jadi sekarang kau berusaha menyalahkanku?"Pria itu mendekatkan wajahnya membuatku meneguk ludah dan dengan terpaksa menarik wajahku menjauh. Sepasang manik matanya menatapku penuh intimidasi dan gejolak membuat sekujur perutku dialiri timah panas.

Dia sangat mengerikan, sungguh. Apakah sosoknya jauh lebih antagonis dibanding Grace Patel? Atau.... Ah tidak tidak. Aku menggelengkan kepalaku lagi membuat pria bermata karamel emas itu makin menggeletukkan gigi geram. "Lalu apa yang kau inginkan sekarang? bukankah kita sama-sama mengalami kerugian," ujarku polos dan justru membuatnya semakin marah. Aku benar-benar heran, apakah semua makhluk di bumi ini seperti dirinya—bukankah aku hanya berusaha mengatakan yang sejujurnya terjadi, kenapa dia justru terlihat geram di depanku.

"Oke, sepertinya kau ingin agar aku membawamu ke kantor polisi." Dia membalas dengan suara yang begitu keras serta tatapan membeku membuat seluruh permukaan senti kulitku menjadi mengigil. Aku mengerutkan kening mendengar satu nama itu. Gotcha. Aku tersenyum sembari memainkan alis dan kembali menatapnya dengan ekspresi berbinar-binar.

"Polisi.... Kau ingin membawaku ke polisi? Apakah tempat itu sejenis surga atau pintu masuk menuju surga?!" tanyaku girang, pria itu mendengus.

"Surga? Jalan masuk menuju surga? Kau benar-benar gila, di sana adalah surga untuk perkumpulan orang-orang jahat dan licik sepertimu." Aku kembali memutar otakku berusaha berpikir. Setahuku, surga adalah kumpulan orang-orang suci yang diberkahi dan diberi rahmat oleh Tuhan sebagai balasan kebaikan mereka. Tapi kenapa pria aneh ini mengatakan bahwa surga adalah kumpulan orang-orang jahat? Astaga, ternyata dia begitu bodoh.

"Kau idiot atau benar-benar tidak tahu? Surga adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang pantas mendapatkan kenikmatan."

"Ya benar. Jadi berhentilah membicarakan tentang surga, gadis sinting karena kau tidak akan bisa menemukan surga yang sebenarnya." Dia langsung menarik tanganku kasar untuk masuk ke dalam benda yang tadi aku tersaruk sembari melihatnya menarik knop yang ada di sisi pintunya. Oh tunggu, apakah begitu caranya untuk membuka pintu? Sedemikian mudahnya, lantaran kenapa aku harus bersusah payah dengan menendang atau memukul kacanya. Geez. Dia langsung mendorongku untuk duduk di dalamnya, aku memperhatikan bagian mobil itu sembari berdecak. Wahhh, ini keren. Aku menarik senyum tipis lantas tersentak saat dia menutup pintunya dengan kasar.

The Law (By Erisca Febriani)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang