Epilog

2K 78 3
                                    

Shaylene Glory's View

Aku terpaku, tidak bisa membendung rasa terharuku begitu melihat acara penyambutan yang meriah dilakukan oleh para peri di istana langit. Aku sudah kembali sekarang menjadi seorang peri dengan sayap mekar di belakang punggungku, aku menarik sebuah senyum mencoba terlihat ikut terlarut bahagia bersama mereka semua. Bersama Logan, berkumpul kembali, dengan Whale dan Grace. Ratu Everence berhasil mengirim Whale untuk menjemputku di bumi saat Grace yang semula disekap oleh Freddie kini berusaha kabur dan mengadukan semuanya kepada ratu. Aku tidak akan pernah menyangka—akan terjadi—seperti ini. Maksudku, ini mustahil begitu mengetahui bahwa ternyata Laurence yang sudah menjebakku. Dan dia sudah tiada.....

Aku menghela nafas perlahan, memperhatikan para peri terlihat bersorak dengan penuh euphoria seakan terlihat sangat antusias kembali mengajakku menjadi salah satu anggota keluarga mereka. Aku menyeka air mata yang menetes dipipiku kemudian beralih menarik Grace, gadis bermata hijau rumput itu menatapku intens dan memeluk punggungku. Aku membenamkan wajahku di pundaknya karena merasa kehilangan Laurence, yah bagaimanapun juga dia adalah salah satu sahabat terbaikku. Seseorang yang ada disaat aku kesepian, aku ingat saat kita berdua bernyanyi lullaby bersama lalu terbang berdua mengitari langit.

Aku melepaskan pelukanku, merasakan bahwa kebahagiaanku belum sepenuhnya merasa sempurna. Aku tidak tahu apa yang lebih spesifik sedang kurasakan, seakan ada sesuatu mengganjal di hatiku. Sebuah perasaan dimana aku terasa sedih, kehilangan dan kesepian. Bagian didalam dadaku tidak terasa sepenuhnya ini benar. Aku mengigit permukaan bibirku, berusaha menahan gejolak emosi yang berjumul membuatku terasa sesak dan tercekat lantas otakku berputar teringat dengan wajah seseorang berambut cokelat gelap dengan mata karamel teduh saat menatapku. Justin. Kenapa rasanya sangat menyakitkan? Semua ini terasa seakan menyiksaku, menahanku untuk merasa bahagia.

Tidak. Aku menggelengkan kepalaku, mengusir pemikiran yang sangat menganggu diotakku. Bukankah sesosok peri tidak dapat bersatu dengan manusia? Tidak bisa. Kita berbeda energi, berbeda darah dan berbeda partikel. Akan terjadi sebuah kecelakaan—mungkin menghilang atau lenyap jika aku dan Justin bersentuhan, karena dia berdarah manusia. "Kenapa kau terlihat sedih?" Grace menatapku heran, aku mengangkat wajahku untuk meliriknya lagi lantas menahan nafas. Ingin rasanya segera meluapkan rasa sesak yang terasa sangat mencekikku, tapi tetap saja tidak bisa seakan perasaan itu sudah melekat erat dan tidak akan hilang sebelum aku bisa melupakan Justin seutuhnya. Dia seperti kepingan puzzle yang sudah melekat, menyatu dalam diriku dan jika kepingan yang terlepas itu sudah menyatu, akan sangat sulit untuk melepaskannya lagi.

"Aku mengingat seseorang, seorang manusia yang sudah melindungiku di bumi. Seorang manusia yang mengajariku bagaimana caranya bertahan di antara manusia.... Seseorang yang saat ini mengisi hatiku." Aku menjelaskan dengan suara tercekat, terdengar gemetar. Gemetar karena perasaan emosi yang bergejolak ria dalam dadaku, seakan tidak memberiku waktu untuk bernafas—atau terlepas dari sebuah belenggu yang begitu menyiksa. "Shay..."Grace bergumam, sedikit bingung melihat kesedihanku.

"Tapi aku tidak akan bisa kembali, aku tidak akan pergi ke bumi."

"Apa kau begitu mencintainya?"

"Apa yang bisa kulakukan? Mungkin hanya mengingatnya di otakku, jika aku merindukannya maka cukup untuk mengingat detik-detik di mana dia masih ada disisiku, berimajinasi bahwa aku sedang berada dalam pelukan hangatnya sepertinya sudah cukup walaupun kedengaran begitu konyol dan menyedihkan," jelasku dengan ekspresi yang terlihat sangat ironi. Aku memang bisa saja berimajinasi di mana saja aku berada, berharap dia ada di sisiku, aku masih mendengar suaranya saat memarahiku dan melihat dia menunjukkan ekspresi kesal melihat tingkah anehku. Tapi bukankah sesuatu yang tidak nyata itu tidak selamanya terlihat indah? Ada kalanya kau akan merasa lelah, merasa kecewa dan akhirnya putus asa.

The Law (By Erisca Febriani)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang