Sepasang bola mata biru laut Logan tampak geram, pria itu mengepalkan tangannya sembari menatap tajam ke arah Freddie dan Laurence yang berada di sampingnya—mereka sedang berhadapan dengan ratu Everence di salah satu bagian ruangan istana langit. Pria itu beberapa kali menghela nafasnya, berusaha untuk tidak emosi. Tapi tidak bisa. Oh ya, tentu saja. Shaylene mendapatkan kutukan dari istana untuk menjadi manusia di bumi karena jebakan. Bukan kesalahannya.
"Bagaimana bisa aku percaya? kau tidak mempunyai bukti untuk menjelaskan tentang kata-katamu itu." Suara Ratu Everence terdengar keras, ketus dan berwibawa membuat semua peri di dalam ruangan itu menundukkan sayap dan kepala mereka. Tidak ada yang berani berbicara, seorang pun.
Logan mengangkat wajahnya, menatap sepasang bola mata kemerlip ratu Everence dengan berani. Ini adalah pertama kalinya dia mempunyai keberanian yang cukup untuk melakukan hal seperti itu.
"Lalu apa kau mempunyai bukti untuk menjatuhkan hukuman pada Shaylene? Apakah kau melihat sendiri bahwa gadis itu yang merusak taman istana?" ujar Logan penuh selidik. Ratu Everence meremas jari-jari tangannya, dia sama sekali tidak pernah mendapat perlawan sedemikian rupa terlebih dari seorang peri seperti pria bermata biru itu. "Jaga ucapanmu!" bentak ratu Everence terdengar emosi.
Pria itu mengeraskan rahangnya "Sebagai seorang pemimpin yang baik, bukankah seharusnya kau berlaku bijaksana? Kau tidak bisa menjatuhkan hukuman secara sepihak.. kau tidak pernah tahu bagaimana kabar Shaylene sekarang di bumi. Apakah dia baik-baik saja atau sesuatu terjadi padanya. Bagaimana dengan Freddie dan Laurence? Mereka yang sudah jelas menjebak Shaylene dan kau tidak menjatuhkan hukuman apapun pada mereka?"
"Kau tidak mempunyai bukti yang kuat untuk menuduh seperti itu! berhenti membicarakan omong kosongmu." Wanita itu berteriak keras hingga suaranya terdengar menggema, menimbulkan gaung yang memantul ke seluruh ruangan. Ada bunyi kepakan sayap-sayap burung seakan terbang menjauh dari kayangan. Freddie memainkan alisnya sementara Laurence hanya terdiam, menundukkan wajahnya dalam-dalam menatap ke arah karpet sutera istana di bawah kakinya.
"Apakah kau tahu kenapa aku benar-benar marah saat Shaylene merusak taman istana itu? karena di sana ada bunga Fairy. Bunga yang nantinya akan menetaskan bibit-bibit peri baru. Entah berapa banyak calon peri yang tidak dapat menetas keluar dari kuncup bunga lantaran bunga-bunga itu sudah layu akibat perbuatan Shaylene." Untuk kesekian kalinya Logan menahan nafas, merasakan kerongkongannya tercekat.
Itu benar. Dia memang tidak mempunyai bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa dua orang itu yang menjebak Shaylene. "Apa kau benar-benar tidak memikirkan Shaylene?! Bagaimana nasibnya sekarang di bumi, apakah dia dalam keadaan baik bersama para manusia yang sering membuat kerusakan. Apakah dia sedang sedih atau menangis sekarang? kau tidak pernah memikirkan hal-hal sekecil itu." Ratu Everence langsung mengangkat tongkat sihirnya hingga terlihat cahaya kemerlip berpendar naik ke udara dan tiba-tiba terlihat melilit tubuh Logan transparan. Pria itu langsung meronta, merasakan tali itu mengikatnya semakin erat hingga sayap-sayap di punggungnya yang semula terlihat mekar kini secara perlahan layu dan rapuh.
"Apakah hanya ini yang dapat kau lakukan untuk menghukumku? Perlihatkan semua kekuatan dalam dirimu, tunjukkan bahwa kau memang seorang pemimpin di sini." Suara Logan justru terdengar menantang. Ratu Everence benar-benar marah. Wanita itu menggeletukkan giginya lantas kembali mengayun tongkat sihirnya lagi, dan tiba-tiba tubuh Logan langsung jatuh tersungkur ke atas karpet istana. Pria itu mengerang, merasakan seluruh tubuhnya seakan terbakar dan terkelupas. Seolah dirinya secara perlahan akan berubah menjadi serpihan abu yang terbakar.
"Lagi, semua ini masih belum apa-apanya. Seharusnya kau benar-benar menghukumku karena aku sudah berani menentangmu." Logan makin bersuara, Grace yang sejak tadi memperhatikan dirinya terlihat melotot tak percaya. Laurence langsung menutup bibirnya dengan telapak tangan, melihat bagaimana tersiksanya pria bermata biru itu. Air matanya terlihat menetes kepipi, gadis bermata cokelat gelap itu langsung berlari mendekati Logan. Ingin memastikan bahwa dia baik-baik saja, tapi belum sempat itu terjadi. Tubuh Laurence langsung didorong keras oleh Logan seakan dia sama sekali tidak ingin gadis itu menyentuh bagian tubuhnya seinci-pun.