-------
Justin ternganga dan spontan mengerjapkan sepasang bola mata madu terangnya begitu melihat Shaylene terlihat benar-benar berubah dalam artian positif, dia tampak semakin cantik. Pria itu kembali memicingkan bola matanya saat melihat kelopak matanya tampak terpejam di depan cermin setelah nyaris satu jam seorang peñata rias professional dan paling terbaik di kotanya sudah selesai mendandani Shaylene setelah menghabisi beberapa tahap, memaksa gadis itu untuk diam dan tak bergerak. Benar-benar memalukan, membayangkan bagaimana pengorbanan Justin untuk membawa gadis itu kedalam mall. Dia memang mirip seperti seorang gadis primitif, sungguhan. Dengan wajah secantik Cleopatra dan sifat seperti manusia purba.
Pria itu tersenyum dan sedetik setelahnya langsung menggelengkan kepala. Tidak. Apa-apaan? Apakah dia baru saja terlihat terpesona pada gadis semacam Shaylene. Tidak. Tidak boleh, bagaimana bisa? Uh, di luar sana masih ada sejuta wanita yang jauh lebih cantik dan lebih baik dibanding alien planet mars sepertinya. Justin langsung menjitak kepala Shaylene keras hingga gadis itu terdengar mengerang dan dengan gerakan spontan membuka sepasang bola mata gelapnya lebar-lebar.
"Hey kau, cepat bangun," ujar Justin terdengar mendengus sembari melipat tangannya di depan dada dan berdiri dibelakang Shaylene, pandangannya ikut tertuju ke arah cermin datar di hadapannya. Ikut memperhatikan bagaimana wajah gadis itu tampak begitu... cantik. Shaylene mengerjap beberapa kali, dia memicingkan tatapannya sembari menatap ke arah wajahnya di kaca, jari tangannya refleks mengusap pipinya saat melihat blush on merah tersamar di sana dan lipstick merona di bibirnya.
"APA BIBIRKU BERDARAH? DEMI TUHAN! APA YANG WANITA SIALAN ITU LAKUKAN PADAKU?" Dia tampak terkejut dan langsung mengusap bibirnya keras-keras, berusaha menghilangkan noda merah dibagian bibirnya yang tampak membara dan mencolok.
Justin melotot, ternganga aneh dan langsung menarik tangan Shaylene untuk berhenti merusak riasan wajahnya yang susah payah dilakukan barusan. Astaga. "What the fuck are you doing?!" Justin tampak membulatkan bola matanya, tampak frustasi dan mengeraskan rahangnya gemas. Gadis ini..... God sake. Apakah wajahnya memang tidak pernah sekalipun di-make over? "Kau baru saja merusak lipstiknya!" Justin menggertak lebih keras lagi membuat Shaylene mengusap bibir dan menjilati permukaannya yang berwarna merah seakan merasa takut bahwa itu adalah darah.
"Bibirku.... kenapa mengeluarkan warna merah seperti darah?"
"Darah? Apakah selama ini kau belum pernah memakai lipstick seumur hidupmu? Bagaimana mungkin kau menyamakan lipstik dengan darah," sahut Justin dengan nada terdengar begitu emosi. Tentu, dia merasa sedang berhadapan pada seorang wanita paling aneh di dunia—seakan gadis itu memang terlempar dan tertarik dari satu pusaran masa lalu, pada abad sebelum masehi yang lalu. Tidak mungkin.
"Kau benar-benar membuatku marah," teriak Justin gentar menatap Shaylene dengan tatapan membara, seakan bola matanya mengandung timah panas yang membuat tubuh gadis itu terasa membara dan gemetar. Gadis bermata cokelat itu meringis dan menundukkan wajahnya.
"Aku tidak tahu."
"Kau hanya ingin membuang waktuku, kau tahu?" sengitnya merasa tak bisa lagi membendung amarahnya. Well, membayangkan satu jam dia menunggu Shaylene benar-benar di make up dan sekarang. Dia dengan sukses merusaknya. Dalam hitungan beberapa menit, seorang ahli rias yang semula merias wajahnya kini kembali datang di hadapan Justin dan tampak terkejut begitu melihat lipstick gadis itu berantakan di wajahnya. Wanita tua itu menatap kearah Justin sembari menyipitkan mata penuh tanda tanya.
"Apa kau baru saja berusaha menciumnya penuh nafsu sehingga lipstiknya menjadi luntur seperti itu?" tanyanya penuh tatapan intimidasi. Justin terlonjak, menatap Shaylene dengan ekspresi kesal.