Sepasang bola mata karamel madu itu berpendar dalam cahaya remang-remang bulan, dengan diguyur titik-titik hujan yang kian lama kian menderas. Justin langsung berjalan mendekati Shaylene—gadis itu terduduk di bawah pohon, memeluk lutut dan tampak gemetar ketakutan. "Maaf, maafkan aku." Justin membungkuk, menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Shaylene untuk beberapa detik terperanjat, sedikit terkejut saat melihat Justin ada di dekatnya. Pria itu ada disini, dan berhasil membuatnya bernafas lega. Kerongkongannya yang semula terasa tercekat kini berangsur-angsur dapat meneguk ludah. Gadis itu menghembuskan nafasnya ke udara yang terasa dingin dan menyengat, berada di dalam pelukan Justin di tengah-tengah cuaca hujan memang sesuatu yang paling nyaman seakan dia sedang berada di depan perapian hangat, dengan aroma kayu cheddar yang melingkarinya. Tapi detik selanjutnya Shaylene langsung mendorong tubuh Justin hingga pria itu jatuh tersungkur dan menjauh darinya. Bola mata cokelatnya menatap pria itu dengan tajam seakan merasa marah, merasa kesal dan kecewa. "Kenapa kau ada di sini!? Bukankah tadi kau sudah mengusirku!? Hah?!" Shaylene tampak emosi, Justin terdiam, sepasang bola mata bekunya memperhatikan gadis itu intens.
"Aku...." kata-kata Justin seakan tercekat, dia mendesah pelan saat merasakan titik-titik air itu semakin lama semakin membasahi tubuhnya hingga rambutnya menjadi lembab dan layu. "Maaf," ujarnya merasa bersalah, tatapannya turun memperhatikan jari tangan Shaylene yang tampak tergores dan berdarah. Dia menyentuh luka itu dan gadis bermata mahoni itu langsung menarik pergelangan tangannya seakan ingin menghindar sentuhan tangan Justin.
"Aku tidak mengenal siapa-siapa di bumi ini, dan sekarang kau berusaha mengusirku? Kau benar-benar jahat."
"Ya, Shaylene! Bukankah aku sudah ada di sini sekarang? berhentilah memarahiku." Justin tampak sedikit emosi, gadis itu menggerutu lagi dan menangis, punggungnya tampak terisak. Astaga. Oke, dia memang bersalah. Sangat bersalah. Justin membatin pada dirinya sendiri dan menyentuh puncak kepala gadis itu, menyingkirkan helaian rambut yang menempel di sekitar pipinya. Shaylene hanya terdiam seakan tidak menggubris sama sekali hingga membuat pria itu menggerutu lantas beranjak bangkit dari posisinya.
"Sepertinya aku hanya membuang-buang waktuku untuk mencarimu, aku akan pergi sekarang." Gadis itu menengadah, menarik wajahnya menatap sepasang bola mata Justin dan menyipitkan kelopak matanya. "Benarkah? Kau sedang mencariku? Whoa, apa itu artinya.. kau khawatir. Kau pasti takut sesuatu terjadi apa-apa padaku, right?!" Shaylene tampak menebak dengan satu senyum tipis menyeringai diwajahnya. Justin memainkan alis, berdecak dan mengggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Tidak, tentu saja tidak. Aku hanya berpikir, jika aku mengusirmu itu tandanya kau tidak bisa mengganti kerusakan mobilku dan tentu saja aku yang rugi. Jadi aku tidak akan membiarkanmu lari sebelum semua kerusakan yang kau buat benar-benar terganti," bentaknya lagi membalas dengan nada masih diselimuti emosi. Shaylene mencibir, mengerucutkan bibir mungilnya seakan merasa sebal dengan jawaban Justin. God sake. Kenapa pria ini sangat menyebalkan? tidakkah dia merasa sedikit bersalah sedikitpun, setidaknya dengan mengatakan bahwa dia memang khawatir dengan dirinya.
"You, rascal!" ujar Shaylene tak terima sembari mengangkat jari telunjuknya dan menunjuk tepat kearah wajahnya. Justin melotot terkejut dan menatap gadis itu dengan tatapan gentar. Oh sialan. "Rascal? Who do you think you are? Bukankah seharusnya sekarang kau berterimakasih, karena aku makanya kau terbebas dari sentuhan tangan pria asing tadi." Justin membalas dengan dengusan sementara Shaylene menatapnya tak peduli.
"Karena kau? Terimakasih. Tapi nyatanya, kau adalah penyebab kenapa aku dikejar pria sialan tadi."
"Oh baiklah. Sepertinya aku sudah salah besar untuk terus berada di sini, di hadapan seorang gadis yang sama sekali tidak mengerti bagaimana caranya berterimakasih. Aku pergi!" P ria itu tampak tak terima, saat Shaylene justru membentaknya—memarahi dirinya, menyalahkan dia sepenuhnya. Lihat, bukankah itu begitu menyebalkan? Sangat. Justin kembali berdiri dari posisinya lantas berbalik, ingin kembali meninggalkan Shaylene tapi belum sempat sedetik, dia mendengar gadis itu menangis dengan berteriak. Kau jahat, benar-benar jahat!" dia merengek keras-keras membuat Justin melotot terkejut dan kembali memutar tubuhnya melirik Shaylene yang masih duduk di bawah pohon.