Gadis itu terdiam di pinggir trotoar dengan bola mata cokelat kayu miliknya terlihat berkaca-kaca karena air mata. Ada bekas tetesan bening mengalir di pipinya, meninggalkan jejak lengket disekitar wajahnya. Shaylene mendesah dan menarik nafasnya perlahan, ada rasa sesak sembilu seakan melukai hatinya. Menimbulkan sesuatu yang terkoyak. Josh memang tidak mirip seperti Logan, mereka berbeda. Sangat berbeda. Shaylene menggelengkan kepalanya, membayangkan bagaimana sepasang bola mata biru itu menatapnya dengan hangat. Mereka yang selalu menghabiskan waktu bersama di padang dandelion, menikmati hembusan angin musim panas di Istana langit dan melihat gumpalan awan kapas berpendar disekitarnya dikelilingi kemerlip serbuk benang sari.
Serupa namun tidak sama.
Logan tidak pernah memperlakukan dirinya seperti Josh. Sama sekali tidak pernah, dan melihat di hadapan mata kepalanya sendiri bagaimana pria itu mencium seorang wanita didepannya entah kenapa membuat dadanya terasa sesak. Dia teringat Logan tiap kali melihat wajah Josh. Shaylene sedikit mengigil dan gemetar merasakan angin malam berhembus masuk kedalam pakaiannya yang basah karena tersiram koktail di rumah Chandler. Gadis itu menggosok kedua telapak tangannya, berusaha bertahan untuk tidak kedinginan. Shaylene memperhatikan mobil yang berjalan lalu lalang dihadapannya... semua mobil itu seakan tidak peduli padanya.
Hanya Justin, Justin yang dia butuhkan sekarang.
Shaylene melirik ke arah ponselnya. Dia tanpa sengaja mematikan sambungannya hingga tidak ada suara Justin terdengar menyahut lagi di telinganya. Tapi dia yakin, pria itu pasti akan ke sini. Menjemputnya. Gadis itu menengadah, mengangkat kepalanya untuk menoleh ke sekitar yang terlihat begitu ramai. Dia baru tahu bahwa bumi di huni oleh sedemikian banyaknya manusia. Dan dia sendiri tidak mengerti, apakah di antara para manusia itu memang akan selalu berbuat baik padanya.... Atau berniat buruk, terhadapnya. Bukankah dia tidak bisa menebak jalan pikiran seseorang?
Shaylene merasa diserang kantuk, gadis itu mengigit bibirnya lagi berusaha menguasai kelopak matanya agar tidak terpejam. Dia menggelengkan kepalanya, ingin mengusir perasaan itu. Dia tidak boleh tertidur, tidak boleh terlelap sebelum Justin datang di sisinya. Sepasang bola mata cokelatnya seakan mengawang, dipenuhi bayang-bayang gelap tak kasat mata. Ada beberapa wajah familiar seakan berhilir mudik dihadapannya. Ratu Everence, Laurence, Logan, Freddie, bahkan Grace. Gadis itu meneteskan air matanya lagi, membayangkan bahwa mereka semua sedang berkumpul dan menikmati berpesta yang sering di adakan pada malam hari. Saat di mana seluruh peri bisa berkumpul di satu ruangan, saling tertawa, bercanda, mengenal satu sama lain. Apakah dia bisa kembali lagi ke sana?
Dia menenggelamkan wajahnya di atas lutut, ingin larut dalam keheningan dan kesunyian sesaat lantas membayangkan dirinya sedang berada di tengah kebahagiaan para peri di Istana langit. Shaylene terisak lagi hingga mendadak dia merasakan ada sesuatu menyentuh kepalanya, mengusap lembut jari tangannya dan baju hangat menyelimuti punggungnya. Dia menengadah, melihat sepasang bola mata karamel madu kini menatapnya dengan hangat. Justin sudah ada di depannya. Pria itu menatapnya marah.
"Bukankah sudah kukatakan padamu untuk tidak ke mana-mana?!" bentaknya emosi, Shaylene membeku, mengatupkan bibirnya. Tidak bisa membendung perasaannya sekarang. Ada rasa lega seakan mengaliri dadanya, membuatnya bisa bernafas dalam-dalam.
Shaylene beranjak berdiri, merasakan aroma aftershave dan parfum Robert Cavali milik Justin menyelimutinya sempurna.
"Aku....."
"Benar-benar keras kepala!" Bola mata Justin menatapnya dingin, Shaylene menatap pria itu intens. "Aku takut..." bisiknya dengan nada suara terdengar serak, diliputi suatu kegentaran. Ada sirat ketakutan seakan berbayang dibelakang retina matanya, siluet kegelapan yang sama sekali tidak bisa tertembus oleh pandangan. Tidak bisa ditemukan namun dapat dirasakan. Perasaan yang menyatakan bahwa Shaylene tidak dalam keadaan baik-baik saja, Justin memperhatikan bagaimana raut wajah gadis itu selama beberapa detik, menelusuri bola matanya dari ujung rambut ke ujung kaki dan akhirnya tahu bahwa Shaylene terasa gemetar.