Bunda dan Biru

1K 52 0
                                    

Biru menipiskan bibirnya saat dari kejauhan dia melihat Ibunya datang menjemput, padahal dia tidak mau dijemput ketika pulang sekolah, dia sudah kelas enam SD malu rasanya kalau masih selalu dijemput setiap kali pulang sekolah padahal kan jarak sekolah dengan rumahnya dekat, bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Dia merasa malu karena teman-temannya sering mengejeknya dengan memanggil anak mami, padahal dia ketua kelas tapi masih dijemput Bunda, mungkin dia penyakitan tapi bukan berarti dia ingin selalu dijaga setiap saat.

Meskipun dia agak kesal, dia tidak mau mengecewakan Ibunya, dia tahu Ibunya menjemputnya bukan untuk membuatnya malu, melainkan karena beliau mencemaskannya, kata Bibinya, Biru adalah anak semata wayang Ibunya, jadi wajar saja jika Ibunya sering merasa cemas padanya, bukan karena dia penyakitan tapi lebih karena Biru terlalu berharga bagi Ibunya.

Setelah menarik nafas Biru pun berlari menghampiri Ibunya, dengan tas gendong di punggungnya.

"Bunda!" Dipanggilnya Bundanya dan Adeeva tersenyum saat melihat putranya berlari kearahnya.

"Biru." Adeeva mengulurkan tangan, saat putranya mendekat, dia lalu mengusap keringat yang memahkotai dahi putranya.

"Bunda nunggu lama? Maaf yah, Biru tadi harus mengawasi yang piket dulu."

"Ngga apa-apa, Bunda juga baru saja tiba."

Bunda tidak mau jujur.

Bagaimana Bunda baru saja tiba ketika keringat sudah tampak membasahi dahinya? Bunda pasti kepanasan sejak tadi menunggunya.

"Hari ini Bunda buatkan ikan tuna bakar untukmu."

"Asik! Ayo cepat pulang, Bunda." Biru bergegas sembari menarik tangan Bundanya bersikap manja, beberapa temannya yang masih belum pulang menggodanya tapi Biru tak peduli, apa salahnya toh bersikap manja pada Bunda sendiri, dia lalu melambaikan tangan pada teman-temannya.

"Biru malu yah kalau dijemput Bunda pulang sekolah?" tanya Adeeva.

"Nggak, Biru nggak malu, malah Biru senang." Biru memperlihatkan senyum untuk menenangkan hati Bunda.

"Kalau Biru malu, Bunda ngga akan jemput Biru lagi deh, Bunda ngga mau kesayangan Bunda selalu diejek teman-temannya."

"Nggak apa-apa, Bunda, Biru nggak peduli, biarin aja mereka mau ngomong apa."

Bagaimana Biru sanggup membuat hati Ibunya kecewa, jika dia hanya memiliki seorang Ibu di rumahnya.

Biru memang tidak memiliki Ayah, dia tidak pernah tahu dimana keberadaan Ayahnya, tidak ada seorang pun yang memberitahunya, banyak orang yang menyebutnya anak haram karena dia lahir tanpa jelas keberadaan Ayahnya.

Tapi Ibunya selalu mengatakan tidak ada anak haram di dunia ini, semua anak terlahir suci, jadi untuk apa Biru mendengarkan perkataan orang ketika dia memiliki seorang Ibu yang amat berarti baginya.

Usia Biru sekarang baru sebelas tahun tapi Bundanya masih sangat muda, dua puluh sembilan tahun, itu artinya Bundanya melahirkan Biru ketika beliau baru lulus SMA, tapi meskipun hanya lulusan SMA Bunda cukup sukses dengan usahanya.

Saat ini Ibu Biru membuka usaha cake and pastry, empat orang karyawan dipekerjakan Ibunya di cafe miliknya, dua diantaranya bekerja sebagai pelayan, seorang kasir dan seorang lainnya pattisier. Dulu Ibunya sendiri yang membuat cake tapi sejak Kak Steven sang koki spesialis pastry bekerja dengan Ibunya tiga tahun lalu, Ibunya kini tak mengurus dapur lagi.

Pastry buatan Kak Steven sangat enak, Biru kadang memakannya tapi hanya sedikit. Memang sangat bertolak belakang, Ibunya memiliki usaha cake padahal makanan mengandung tinggi gula merupakan pantangan bagi putranya. Tapi apa mau dikata, keahlian Adeeva hanya membuat kue.

Badai dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang