Akan ada masa depan untuk kita

285 25 4
                                    

"Bi Onah, gimana kabar terapi Ibu?" tanya Adrian pada asisten rumah tangganya.

Meski dia selalu menanyakan kabar kemajuan pemulihan cedera kaki Adeeva pada dokter Indri dan dokter Banu, tapi Adrian juga selalu menanyakan kabar kemajuan pemulihan cedera istrinya pada asisten rumah tangganya.

Karena Adrian ingin mengetahui kondisi istrinya dari dua perspektif yang berbeda, para dokter itu hanya mengetahui kondisi Adeeva selama perawatan tetapi Bi Onah mengetahui keseharian istrinya di rumah.

"Menurut dokter sudah jauh lebih baik, tapi Ibu masih takut turun dari kursi rodanya, menurutnya kakinya masih sakit."

Jadi Adeeva masih belum mau mencoba turun dari kursi rodanya? Padahal sudah 6 bulan berlalu, kandungannya pun sudah semakin besar, dan sebentar lagi akan melahirkan, apa dia benar-benar belum bisa turun dari kursi rodanya?

Memang menurut Banu, karena kondisi Adeeva yang hamil sehingga berat badannya terus bertambah, menjadi salah satu faktor pemulihan cederanya menjadi lambat, bobot badan yang semakin berat tentu akan menambah beban pada ligamen.

"Lalu dimana Ibu sekarang?"

"Tadi saya lihat di kamar."

Adrian pun menuju kamarnya untuk menemui istrinya.

Dia melihat Adeeva sedang menata rak buku yang berada di sudut kamar utama, tampak album foto diatas pangkuannya, cukup mengherankan di tahun 2024 seperti ini Adeeva masih menyimpan foto di album.

"Kamu sedang apa, Di?"

"Mas sudah pulang?"

Adrian tertegun mendengar panggilan barunya itu, rasanya tiba-tiba saja dia ingin terbang melayang saat itu juga.

Mereka memang pernah berhubungan intim sebelumnya, tapi sejak hari itu tidak pernah terjadi lagi, Adrian tidak ingin memintanya, dia hanya menunggu sampai Adeeva sendiri yang mengizinkan.

Tapi Adrian tetap masih bersabar, dia tidak ingin memaksa apapun yang terjadi, dia hanya bersyukur Adeeva kini tidak menghindarinya lagi bahkan Adeeva tak pernah ragu merapatkan tubuhnya jika dia ingin tidur sambil dipeluk, Adeeva juga sudah mengizinkannya memberi kecupan sesekali.

Dan sekarang Adeeva memiliki panggilan baru, sudah tidak sekadar menyebut nama meski dulu dia pernah memanggil Adrian dengan panggilan Kakak.

"Ini... aku mau menyimpan album waktu sekolah, tadi Kak Rin membawa album ini dari rumah Ibu."

"Heran, kamu masih saja sibuk tapi juga masih belum mau turun dari kursi roda." Adrian menghampiri seraya meraih salah satu album, dan membukanya.

Terdapat banyak foto istrinya didalam, dan semua foto-foto masa lalu Adeeva, lebih tepatnya jauh sebelum peristiwa itu terjadi.

Menurut Freya, dulu Adeeva sangat senang di potret, dia cukup fotogenic dan senyumnya menawan, tapi sejak kejadian itu Adeeva sudah enggan berfoto kecuali jika diambil diam-diam, dan Biru biasa melakukan hal itu.

"Kamu cantik sekali, Sayang."

"Itu foto-foto aku saat masih SMA, sebelum....." Adeeva menghentikan kata-katanya.

"Sebelum kejadian waktu itu, tidak apa-apa katakan saja, aku sudah terbiasa mendengarnya dari Freya atau Maureen."

"Apa kau... sedih?"

"Sedih? Ya, aku merasa sangat sedih jika diingatkan kembali dengan hal itu, aku sedih karena aku merasa sangat berdosa telah membuat istriku sendiri berubah, dari seorang gadis yang ceria jadi menyimpan penuh luka."

Adrian meletakkan album itu diatas meja rias, lalu dia berjongkok didepan istrinya.

"Aku sadar istriku yang sekarang tak ubahnya seperti korban kecelakaan hebat yang selamat, meski masih hidup tapi sudah cacat, aku sadar luka yang aku torehkan teramat sangat dalam dan mustahil untuk disembuhkan karena suatu waktu luka itu akan kembali berdarah, tapi aku tetap ingin menjadi obat untukmu, ingin menjadi pembalut lukamu, tentu kau tahu bagaimana rupa pembalut yang menutup luka berdarah? Kotor, usang, menjijikan, tapi aku tak peduli dan kulakukan ini bukan sekadar memenuhi tanggung jawabku, melainkan untuk menahan agar darahnya tak terus keluar, dan berharap agar lukamu bisa sembuh."

Badai dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang