Mengunjungi kafe

294 23 1
                                    

Biru telah selesai melakukan hemodialisa, dia pun diperbolehkan pulang, tapi setelah hemodialisa itu selesai pun bukan berarti Adeeva bisa terbebas dari Adrian, lalu mereka baru akan bertemu seminggu lagi.

Pria itu malah sengaja mendatangi kafe Adeeva, dia sudah menyelidiki siapa saja pria yang menyukai Adeeva, yang tentunya berharap dapat memperistri wanita ini.

Ada 3 pria, Vino, dokter Kevin dan Steven seorang Pattisiere, rupanya perempuan ini sangat memikat hingga mampu membuat 3 pria mengharapkan perhatiannya.

Tapi tetap saja Adrian lebih unggul diantara mereka, selain dia memiliki Biru yang tentunya bisa dia manfaatkan, toh secara finansial dia tidak kekurangan, secara fisik dia memiliki banyak kelebihan, apa lagi yang kurang?

Yang kurang adalah masa lalu yang pernah dia lakukan pada Adeeva, jika mengingat masa lalu itu, Adrian pun sadar dulu dia telah kehilangan belas kasihannya, kehilangan akal sehatnya, hanya karena sebuah dendam yang salah.

Dia menyiksa seorang gadis yang baru beranjak remaja, memberikan trauma yang amat dalam, tangis Adeeva yang memohon ampun dan minta dibebaskan masih menghantui pikirannya, dia terus-terusan mengatakan ingin pulang.

Adeeva merasa matanya masih normal, tapi apakah kali ini matanya tidak salah melihat pria yang sedang duduk di meja nomor empat dan sedang menikmari phyllo pastry adalah dokter Adrian? karena terhalangi Ratna yang sedang melayani meja di depannya, Adeeva tidak terlalu yakin.

Dan matanya memang tidak salah, ketika dia memanggil Ratna, Adeeva bisa melihat dengan jelas wajah dokter Adrian, pria itu meminta bertemu dengan pattisiere, dia lalu melontarkan pujian ketika Stevan menghampirinya.

"Ratna, tolong bantu saya memeriksa keuangan."

"Baik, Bu."

Lonceng yang dipasang Adeeva di pintu berbunyi ketika pintu terbuka, Biru datang bersama Lisa, bocah itu langsung berlari menghampiri saat dia melihat dokter Adrian.

"Om dokter!" serunya gembira. "Om dokter sedang apa di kafe bunda?"

"Om hanya ingin menikmati pastry disini, kafe ini terkenal dengan pastry yang enak, makanya Om mampir, ini kafe Bunda, Sayang?" Adrian pura-pura tak tahu.

"Iya!" Biru menjawab tegas. "Pastry buatan Kak Steven memang enak, tapi Biru hanya bisa makan sedikit."

"Om dokter janji, suatu hari Biru bisa menikmari pastry buatan Kak Steven ini sampai puas." Biru tersenyum lebar. "Kamu sehat hari ini, Nak?"

"Sehat sekali, Om, rasanya Biru bisa main basket hari ini!" Biru berseru girang, walaupun dia tahu rasa sehat yang dirasakannya ini hanya berlaku seminggu saja, lalu dia akan ke rumah sakit lagi untuk hemodialisa.

Adrian mencoba menghiburnya dengan tersenyum dan melakukan tos.

"Ini siapa, Sayang? Adikmu?" Adrian memerhatikan balita yang sejak tadi berdiri didekat Biru.

"Ini Lisa anaknya Tante Maureen. Om, lucu deh, kata Tante Rin, Bunda itu anak bungsu tapi anak Bunda malah jadi yang paling tua diantara cucu Kakek."

"Begitukah?" Adrian pura-pura merasa terkejut, walaupun didalam hatinya dia merasakan kegetiran.

"Iya, karena Bunda melahirkan aku saat berumur delapan belas tahun, masih muda sekali, tapi biar masih muda Bunda itu yang paling hebat dan kuat."

"Iya, Bunda memang hebat." Adrian mengakui.

"Om, kapan mau kenalin aku sama anak laki-lakinya."

Tidak perlu dikenalkan, karena anakku adalah kamu, Nak.

Badai dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang