Epilog

472 28 3
                                    

Adrian membimbing istri dan kedua anaknya melangkah dengan hati-hati, diarahkannya agar mereka berdiri didepan rumah impian yang sudah cukup lama dia beli, dan diam-diam dia renovasi.

Saat di jalan ketika hampir tiba tadi, dia sudah menyuruh istri dan kedua anaknya memakai penutup mata, agar menjadi kejutan.

"Siap ya." Adrian memberi aba-aba. "1... 2... 3... ya, kalian boleh membuka penutup matanya."

Dengan rupa tak sabar mereka membuka penitup mata, dan tentu saja mereka terkejut ketika berdiri didepan rumah yang sangat besar bergaya mediteranian.

"Ini rumah siapa, Pa?" tanya Biru heran.

"Rumah kita tentu saja."

"Ini rumah baru kita, Pa?" Dewangga berseru gembira.

"Iya, ini rumah baru kita."

"Wah, asik!" Si kecil Dewangga pun melompat kegirangan. "Kak Biru, ayo kita masuk!" Dengan bersemangat Dewangga mengajak Biru masuk ke dalam rumah.

Sudah 6 tahun Adrian dan Adeeva berumah tangga, bayi kecilnya Dewangga sekarang telah berumur 4 tahun, sementara Biru telah menjadi remaja berusia 16 tahun.

Dan di hari pernikahan mereka yang keenam, Adrian menghadiahkan istrinya sebuah rumah baru, yang bangunannya tentu lebih besar dengan 7 kamar tidur dan 4 kamar mandi.

Adeeva sudah lama memimpikan sebuah rumah bergaya mediterania, dan suaminya tercinta mewujudkan impian itu.

"Ayo kita lihat ke dalam, Sayang." Adrian mengajak istrinya masuk menyusul anak-anak yang sudah lebih dulu berlarian.

Sebenarnya Adrian membeli rumah ini sudah lama, tapi karena dia harus merenovasinya, baru bisa hari ini dia memberitahukan istri dan anak-anaknya.

"Rumahnya besar sekali, Mas." Adeeva melihat sekeliling dengan kagum.

"Karena nanti keluarga kita akan bertambah, makanya aku beli rumah ini."

Sesuai dengan rencana mereka semula, ketika Dewangga sudah berusia 3 tahun, Adeeva akan berproduksi lagi meskipun hingga saat ini belum ada tanda kehamilan yang tampak, tapi Adrian tetap yakin hari dimana istrinya hamil lagi akan tiba juga.

"Bun, ada tempat gym juga." Biru memberitahu.

"Papa memang sengaja siapkan untuk kamu, Nak." Adrian mewujudkan mimpi anak sulungnya.

"Bunda!" Dewangga berlari menghampiri ibunya. "Ranjangnya dari mobil." Sepasang mata coklat tua Dewangga berbinar bahagia.

"Kalian suka rumahnya?" tanya Adeeva. Dan mereka berseru mengatakan ya dengan gembira dan semangat. "Kalau begitu, ayo kita foto dulu." Adeeva mengeluarkan ponsel dengan camera yang cemerlang. "Kalian ikuti aba-aba Bunda, biar senyumnya indah." Dia memberikan instruksi. "1, 2, 3, say Bunda pregnant!"

"Bunda pregnant!" Ketiganya berseru. Tapi sesaat kemudian mereka tersadar kata yang mereka ucapkan bukan say cheese, seperti yang seharusnya.

"Bunda hamil?" tanya Adrian masih dengan keterkejutannya.

"Iya." Adeeva menyahut.

Ketiga pria dalam hidup Adeeva itu pun kembali berseru dengan gembira, Adrian segera mengangkatkan istrinya tinggi-tinggi sementara Dewangga yang akan menjadi Kakak berlari berputar-putar mengekspresikan kegembiraannya sambil berkata, aku akan jadi kakak.

"Kamu membuatku sangat terkejut, Sayang."

"Itu hadiah dariku untuk anniversary kita."

"Hadiahmu amat sangat istimewa, Sayang, apa dia Arunika?"

"Aku belum tahu."

"Nggak apa-apa kalau bukan Arunika, mungkin dia Lintang, Baskara, Renjana atau Turangga."

"Kau ini senang sekali mengoleksi nama." Adeeva mengalungkan tangan ke leher suaminya, lalu dengan berjinjit, dia mengecup sang suami tercinta.

~~~ End ~~~

Badai dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang