Chapter 8 🌿

25.8K 2.2K 42
                                    

Di sebuah tempat yang entah berantah, Zian yang masih menempati raga Archel terlihat kebingungan saat ini.

"Dimana aku?"

sesuatu yang tampaknya seperti sebuah sistem akhirnya datang menghampiri. "Halo Tuan."

"S-siapa kau? Apa maksud dari semua ini?" Zian mulai merasa kesal karena mendapati keanehan itu kembali.

"Saya adalah sistem yang akan memberitahu Anda terkait perkembangan cerita yang sudah anda lakukan."

"Apa?! Kenapa kau baru muncul sekarang?!"

"Maaf Tuan, saya sengaja tidak muncul lebih awal untuk mengetahui potensi Tuan mengubah alur cerita ini."

Zian menghela nafasnya kasar. "Menyebalkan! Untung saja aku tahu apa yang harus aku lakukan."

"Potensi Anda memang bagus Tuan, Anda langsung membuat karakter Azra dan Allen mulai menyayangi Anda, tapi tetap saja itu masih kurang."

Zian mengernyit heran. "Apa maksudmu?

"Berikut persentase kemungkinan Ending yang akan Tuan hadapi.." Sistem itu akhirnya mulai menampilkan sebuah layar.

Sad Ending : 98%
Happy Ending : 2%

Zian terbelalak tak percaya. "Apa?! Jadi selama ini aku hanya mengubah 2% alurnya saja?!"

"Ya.. begitulah. Tapi Tuan jangan putus asa terlalu cepat."

Zian mulai mengepalkan tangannya dengan erat. "Ini semua karena kau?! Kau membuatku transmigrasi kesini. Aku ingin kembali ke tubuhku!"

"Maaf Tuan, itu tidak bisa. Tuan sudah dinyatakan tewas malam itu sejak tertabrak mobil. Jasad Tuan juga sudah dikebumikan." Jelas sistem itu secara langsung yang membuat Zian terkejut bukan main.

"A-apa katamu?" Zian tiba-tiba merasa lemas. "L-lalu, bagaimana dengan Ayah?" Tanyanya dengan bibir bergetar.

"Ayah Anda tidak peduli sama sekali atas kematian Tuan, dia malah sibuk bersenang-senang dengan gadis-gadis girang dan—"

"Cukup! Sudah cukup.. Hiks.. Aku tidak ingin mendengarnya lagi.." Zian terpukul, sangat terpukul.

"Maaf Tuan. Waktu kita hampir selesai."

Mendengar itu, Zian segera menyeka air matanya dengan kasar. "T-tunggu sistem, kau akan memanduku disepanjang cerita ini, kan?"

"Tidak Tuan, saya tidak bisa memandu Anda. Saya disini hanya memberitahu Anda mengenai hasil kemajuan ceritanya saja."

"A-apa?" Nadanya terdengar kecewa.

"Kita akan bertemu kembali saat sudah di akhir cerita nanti. Apakah masih sad ending atau happy ending? itu Tuan yang menentukan."

"Si*lan kau sistem!" Zian benar-benar kesal, dia lalu berlari untuk mengejar sistem yang hampir menghilang.

"Sampai jumpa dan selamat berjuang Tuan Archellio yang ke-17."

◆◆◆

"Archel.. Archellio.."

Archel perlahan mulai membuka matanya saat seseorang mengusap lembut pipi bulatnya. "Hiks.. Hiks.."

Allen yang terkejut mendapati si bungsu tiba-tiba menangis dalam tidurnya akhirnya langsung segera mendekap hangat tubuh mungil itu.

"A-Archel, kau kenapa?" Panggilnya ragu, terdengar sedikit gugup.

"Kakak.. Hiks.." Lirih Archel sambil terus berderai air mata. Dia kini menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang kakak.

Allen yang tidak mengerti apa yang sudah terjadi pada Archel hanya bisa terus berusaha menenangkan Anak manis itu. Mungkin dia baru saja mengalami mimpi buruk.

Saat mereka masih di perpustakaan, Archel tertidur ketika Allen masih membacakan buku cerita untuknya. Pemuda itu kemudian segera membawa Archel diam-diam ke kamarnya, tanpa diketahui para Penjaga ataupun Maid disana.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kau mimpi buruk?" Tanya Allen dengan penuh perhatian.

Archel menggeleng pelan, sulit untuk menjelaskannya pada sang kakak. Allen yang melihat tatapan sayu itu akhirnya mengambil sebuah susu kotak rasa strawberry untuk diberikan pada Archel.

"Minumlah dulu, kau pasti haus."

Archel meraih kotak susu itu, rasanya manis dan enak. Hingga tidak terasa dia sudah menghabiskan seluruhnya. Allen terkekeh pelan. "Ternyata kau menangis karna haus ya?"

Archel segera menggeleng ribut, tangan mungilnya kini mulai meremat kuat baju sang kakak. Netra hijaunya yang teduh hampir membuat Allen hilang akal saat itu juga.

"Kak, apa kakak sayang padaku?"

◆◆◆

Sebuah mobil mewah berwarna putih kini berhenti di area Mansion. Alden yang baru saja kembali dari Mall, kini menggendong Ales dengan dua orang pengawal yang mengikuti sambil membawa paper bag berisi belanjaan mereka.

"Bagaimana hari ini, hmm?"

Ales menggenggam milkshake kesukaannya dengan antusias. "Menyenangkan sekali, kak!"

Alden tersenyum lebar, namun senyumannya langsung pudar saat langkahnya tiba-tiba dicegah oleh Allen. "Ada apa?"

"Kau pulang larut malam sekali. Cepat masuk sana, kak Azra sudah menunggumu." Allen kemudian melirik ke arah Ales yang berada di gendongan Alden.

"Kak Allen, gendong~" Pinta Ales dengan wajah cerianya, dia tahu Alden setelah ini pasti akan diomeli oleh Azra.

"Kakak lelah, kau dengan Alden saja." Tolak Allen tiba-tiba sambil berbalik pergi meninggalkan mereka berdua.

Alden yang mendengar ucapan Allen yang tidak biasa langsung mengernyitkan dahi.

Saat ini, suara langkah kaki Allen terdengar menggema di lorong Mansion yang sepi. Pikirannya selalu terpusat pada Archel. Kenapa dia merindukan anak itu?! Entah apa yang membuatnya begini, namun Archel yang sekarang benar-benar membuatnya candu.

Perasaan itu tidak bisa dia tahan lagi, langkah kakinya kini membawanya ke arah kamar Archel yang berada jauh disana.

Kamar Archel memang dibuat terpisah dan diletakkan paling jauh agar mereka tidak senantiasa melihat keberadaan Anak itu.

Allen akhirnya melihat sebuah pintu kamar yang sudah lama tak pernah dia kunjungi, kamar Archel. Dengan pelan, tangannya mulai menyentuh gagang pintu itu untuk segera membukanya.

"Apa yang sedang kau lakukan, Allen."

TBC

jangan lupa tekan bintang~

see you next chap! 💚

ARCHELLIOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang