01 : he can do anything

3.3K 138 0
                                    

Canada, 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Canada, 2023











"Kau. Kau milikku. Dan tidak ada orang lain yang akan menjauhkanmu dariku, mengerti?"

Ann sedikit menegang mendengar kalimat yang begitu mengerikan untuknya itu. Di tempat tinggal yang seharusnya menjadi tempat paling aman, ia kecolongan. Dan membuat pria gila ini berhasil menerobos masuk dan membuatnya hampir mati ketakutan.

Pria itu menatapnya cemas, sangat berharap Ann akan mengatakan 'bersedia' dengan kesadaran penuhnya.

Namun, kepala mungil itu menggeleng pelan.

Max memegang pergelangan tangannya dengan kuat.

"Don't test me, baby."

Ann melangkah mundur. Ann tahu, jika ia mengatakan tidak, hidupnya akan hancur. Dan jika ia mengatakan iya, hidupnya akan lebih hancur dari yang pernah ia bayangkan.

Max langsung menariknya lebih dekat.

"Why?"

Max menyeringai, memperlihatkan semua giginya yang tajam.

"Now, now, baby... it's getting closer. We can't have it, can we?"

Max mulai mengelus rambut Ann dengan lembut. Bukankah dia gila? Satu detik yang lalu dia menyeringai dengan begitu menyeramkan, seolah dapat menelan Ann hidup-hidup. Dan kini, dia bersikap lembut seolah tidak ingin Ann lecet sedikitpun.

"Aku sudah menjadi pria yang sopan, mengapa kau tidak membiarkan aku menjadi priamu, Ann?" Max merengek putus asa.

Dia seolah ingin meledak-ledak dan memohon-mohon agar kata-kata "im yours" segera dikatakan sendiri oleh Ann.

Sekarang juga.

Ann menatapnya takut. Menyadari itu, Max segera mengelus dagu Ann lembut.

"Hal yang bagus seharusnya tidak ditakuti seperti itu.." Max memeluknya. "Aku membuatnya agar aku tidak menyakitimu, selamanya? Aku janji."

Ann semakin ketakutan dan tubuhnya bergetar. Dia sangat ketakutan tubuhnya berada dalam pelukan pria gila ini.

"Tapi.. aku tidak mau.." suara bergetar Ann akhirnya memecah keheningan, dan sepertinya akan segera memecah kesabaran srigala yang mencoba menekan kesabarannya.

"Tidak! Kau menginginkannya..."

Max menyeka air mata Ann dengan senyum lembut.

"Kau memang ingin aku melindungimu, kau hanya takut. Jangan khawatir, aku akan melindungimu dari siapa pun." Max berkata begitu yakin, sembari menciumi punggung tangan Ann dengan lembut.

"Ann, begitu kau mengizinkan aku masuk, kau akan bahagia, percayalah. Kau mau, kan?"

Ann menangis akhirnya. Dia sangat ketakutan sekarang. Dia pikir kelemah lembutannya bukanlah sesuatu yang baik.

"Tolong yakinlah, sayang, jangan takut. Aku hanya berusaha bersikap baik."

Max kembali memeluknya dan membelai rambutnya dengan cara yang nyaman.

"Aku tidak akan pernah ingin menyakitimu, kau sangat cantik, seperti boneka, atau lebih cantik dari apapun. Aku hanya menginginkanmu, dan bukan orang jahat. Bukankah itu bagus untuk didengar?"

Nada bicara Max mulai tidak sabar, dia sangat tidak konsisten dengan sikapnya.

"Itu terdengar.. seperti obsesi. Jangan katakan itu. Aku mohon..."

Max balik melihat Ann, memerah dengan marah.

"Apakah itu buruk?! Hanya menginginkanmu? Menginginkanmu sebanyak yang aku mau, dan memilikimu untuk diriku sendiri? Bukankah aku pantas mendapatkannya, memilikimu untuk diriku sendiri?!" Suaranya naik beroktaf-oktaf.

Ann tersentak mendengar nada tinggi yang semakin menggila dari Max. Ketakutan meresap lebih dalam ke dalam dirinya, menggenggam setiap serat keberaniannya yang tersisa.

Ann merasa terjebak dalam mimpi buruk yang tidak pernah ia bayangkan akan menjadi nyata. Tubuhnya gemetar hebat saat Max menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Aku... Aku tidak mau menjadi milik siapa pun, Max," Ann berbisik, suaranya nyaris tidak terdengar. "Aku ingin bebas. Tolong... biarkan aku pergi."

Wajah Max berubah dingin. Kelembutan yang sempat mengisi matanya lenyap seketika, digantikan oleh pandangan kosong yang menakutkan. Ia mengepalkan tangannya, berusaha menahan amarah yang memuncak di dadanya.

"Tidak ada yang bisa pergi begitu saja dariku, Ann," desis Max. "Kau milikku, dan aku tidak akan pernah melepaskanmu."

Ann mundur setapak lagi, mencari jalan keluar. Namun, dinding di belakangnya menghalangi pelariannya. Max mendekat dengan langkah mantap, semakin mendesaknya ke sudut ruangan.

"Kau tidak mengerti, Max," Ann mencoba meraih simpati pria di depannya. "Cinta tidak bisa dipaksakan. Obsesi ini... tidak sehat. Kau butuh bantuan."

Max tertawa kecil, tawa yang terdengar lebih seperti cemoohan daripada kebahagiaan. "Kau pikir aku gila, Ann? Tidak ada yang lebih sehat dari mencintai seseorang dengan sepenuh hati. Dan aku mencintaimu, lebih dari yang siapa pun bisa."

Air mata Ann mengalir deras. "Tolong, Max. Biarkan aku pergi. Kita bisa mencari jalan keluar bersama, tapi bukan dengan cara ini."

Max terdiam sesaat, seolah merenungkan kata-kata Ann. Namun, kilatan keras kembali mengisi matanya.

"Kau tidak akan pergi ke mana-mana, Ann. Aku akan membuatmu mengerti bahwa aku adalah satu-satunya yang bisa melindungimu. Selamanya."

Dengan gerakan cepat, Max menarik Ann ke dalam pelukannya, terlalu erat hingga sulit bernapas. Ann merasa putus asa, terjebak dalam cengkeraman pria yang sudah kehilangan akal sehatnya. Ia tahu, apapun yang terjadi setelah ini, hidupnya tidak akan pernah sama lagi.

***





a/n :

HALLLOOWWW SEMUANYA! Kenalin aku Yeorana, kalian bisa panggil aku Yeo/Yeora. maaciww udah mampir di cerita yang aku buat karena gabut ini wkwk.

Jangan lupa tinggalin komennya, ya! gapapa deh ga vote tapi aku tuh pengen baca komenan lucu kalian biar tau cerita ini cringe atau ga [ngarep]

oh iya nanti yang ga ngerti ceritanya bisa komen, kokk! tanya aku di DM atau wall. tenang aja aku ga gigit. kritik dan saran juga boleeee bangedd.

HAPPY READING SEMUANYAAA <3

* aku revisi sedikit biar agak lebih panjang

Die Into YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang