"Tidak." Ann menjawab cepat. Dia tentu tahu tujuan gila pria gila itu.
Max malah terkekeh pelan. "Aku tahu, aku tidak akan melakukannya tanpa persetujuanmu, sayang. Bukankah begitu?"
Jari-jari besar pria itu mengukir di perut Ann. Permukaan kulit tangannya yang panas bersentuhan langsung dengan perut Ann, membuatnya merinding lagi.
"Tapi aku yakin suatu saat kau akan dengan suka rela melakukannya denganku, Ann. Saat kau menjadi milikku seutuhnya. Hanya aku."
"Kau sangat yakin aku akan bersedia."
Mungkin jika suasana hatinya sedang buruk Max akan langsung uring-uringan mendengarnya. Tapi untuk saat ini, di sini, memeluk dan menciumi leher Ann sesuka hatinya, dia hanya tertawa pelan.
"Aku tentu yakin. Buktinya sekarang kau tidak menolakku saat aku melakukan ini." Ucapan Max diakhiri gigitan kecil di leher Ann.
Mata Ann melebar.
Oh tidak. Pria gila itu pasti akan berpikir Ann lemah dan tidak pernah bisa mengatakan tidak untuknya.
Meskipun sebenarnya iya.
"H-hentikan itu." Ann menggeliat dan berusaha melonggarkan pelukan Max, juga menghentikan kegiatan mulutnya di lehernya.
"Tidak mau."
"Kau mengatakan sendiri tidak akan melakukan tanpa persetujuanku, Max." Ann masih berusaha melepaskan diri namun itu tidak berdampak sedikitpun untuk melawan tenaga Max di tubuhnya.
"Ini hanya mencium. Kau milikku tentu aku boleh melakukannya, dan kau tidak bisa menentang." Max bersikeras.
Dia menciumi leher Ann lebih agresif. Namun lembut, dan sangat ahli memainkan lidahnya di sana.
Tubuh Ann melemas lagi.
"Aku tahu kau menikmatinya, Ann." Ucap Max melihat Ann memejamkan matanya.
Max tetap bersikeras dengan keinginannya untuk menyantap leher Ann sebelum tidur malam ini. Dia terus mencium, menjilat dan menghisap sesukanya hingga entah berapa tanda kemerahan yang akan tinggal di sana keesokan harinya.
Suara-suara kecapan dari mulut Max dan leher Ann yang beradu, juga desahan-desahan kecil gadis itu yang tanpa sadar lolos begitu saja dari bibirnya, diiringi suara gaduh hujan yang menghiasi malam yang dingin dan penuh gairah..
Ann berusaha keras mengendalikan desahan-desahan yang terlepas dari bibirnya. Sentuhan Max begitu intens, membuatnya sulit untuk tetap tenang.
Ia tahu, Max sedang menguji batasannya, mencoba melihat sejauh mana ia bisa melangkah. Meskipun tubuhnya merespons sentuhan itu, hatinya tetap penuh ketakutan dan kebingungan.
"Max, ini sudah cukup," Ann berbisik lemah, mencoba sekali lagi menghentikan tindakan Max.
Max hanya tersenyum kecil, melanjutkan ciumannya di sepanjang leher Ann. "Tidak pernah cukup bagiku, Ann. Kau membuatku gila."
Ann tidak tahu harus bagaimana lagi menghentikan Max. Hujan yang deras di luar jendela seolah mengiringi suara napasnya yang semakin berat. Tangan besar Max tak berhenti menjelajahi tubuhnya, semakin membuatnya tersiksa dalam dilema antara menolak dan menyerah.
"Max, kumohon, berhenti," bisik Ann dengan nada yang bergetar.
"Tidak, Ann. Aku ingin merasakanmu lebih dekat," jawab Max seraya menggigit lembut kulit leher Ann, meninggalkan jejak-jejak kemerahan yang kontras dengan kulit putihnya.
Ann mencoba berbalik untuk menghadapi Max, matanya mencari-cari wajah pria itu dalam gelap. Dia berharap bisa menemukan celah untuk menghentikan perilaku Max yang semakin liar. Namun, tatapan mata Max yang penuh gairah membuatnya kehilangan kata-kata.
"Kau tidak bisa lari dariku, Ann," kata Max sambil mencengkeram pinggang Ann lebih erat. "Kau milikku."
Tangan Max bergerak lebih berani, menyusuri perut Ann ke atas, menyentuh kulitnya yang hangat. Ann menggeliat, mencoba menghindari sentuhan itu, tetapi tubuh Max yang besar membuatnya sulit bergerak.
"Max, kau berjanji.... untuk tidur..." Ann mencoba mengingatkan lagi, tapi suaranya tenggelam oleh ciuman Max di lehernya yang tiba-tiba berubah menjadi isapan panjang, penuh gairah, menguasai, seakan menuntut penyerahan total dari Ann.
Tubuh Ann bergetar hebat, antara takut dan terpesona oleh cara Max memperlakukannya.
Tangan Max tak lagi terkendali, menelusuri setiap inci tubuhnya dengan penuh hasrat.
"Aku tidak bisa... ini terlalu..." Ann terengah-engah, mencoba mengambil kendali atas situasi.
Max mengabaikan protes Ann. "Katakan kau menginginkannya, Ann. Katakan kau ingin aku."
Ann menggigit bibirnya, menahan desahan yang nyaris lolos. Perasaan yang campur aduk membuatnya semakin bingung. Tapi tubuhnya bereaksi sebaliknya. Dia tahu, di dalam hatinya, ada bagian dari dirinya yang tak bisa menolak Max.
"Aku butuh tidur, Max. Kau berjanji untuk tidur..." Ann berbisik.
Kemudian Max membenamkan wajahnya ke leher Ann lagi, menciuminya dengan lebih agresif. Tangan besarnya meremas-remas pinggang Ann, semakin membakar gairah di dalam tubuhnya.
Ann merasakan tubuhnya semakin panas. Suara hujan yang deras di luar sana seolah semakin membuat suasana ini begitu intim dan terlarang. Desahannya semakin keras, tak mampu lagi dia tahan.
Max berhenti sejenak, menatap mata Ann yang berkaca-kaca. "Kau milikku, Ann. Dan aku milikmu."
Dengan sentuhan yang semakin panas, mereka berdua tenggelam dalam lautan gairah, menikmati setiap detik kebersamaan mereka di ranjang kecil itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.