20. Dirgantara Yang Dirindukan

11 1 0
                                    

Happy Reading💫💫💫

***
Hari ini dia pergi tanpa pamit, Yang Maha Kuasa telah menantinya untuk segera pulang. Langit sudah merindukannya.
***

BANDUNG, Desember 2025

Mentari tak menampakkan dirinya sejak pagi tadi, awan seakan menghalangi niatnya untuk menyinari bumi, bahkan cakrawala yang kelabu pun turut mendukung sang awan yang sedang bersedih.

Rintik air hujan pun sejak tadi tak kunjung berhenti-hanya mereda sebentar lalu kembali menangis dengan kencang tanpa peduli gerutuan-gerutuan umat manusia yang berada di bawah tangisnya karena aktvitas yang sedikit terganggu. Namun dari ribuan jiwa manusia yang ada di kota Kembang, ada satu orang laki-laki yang saat ini tengah berdiri sendirian bermodal payung lipat yang melindungi tubuhnya dari hujan, menghadap sebuah gundukan tanah yang sudah lama tak dia kunjungi lagi.

"Assalamualaikum, Adek, apa kabar?" Perkataan itu terlontar begitu saja dari mulutnya, padahal dalam hati dia menahan sakit setengah mati.

Laki-laki itu kemudian berjongkok, sebelah tangannya yang menganggur tak luput memberi usapan lembut kepada batu nisan yang terukir nama orang terkasih di sana. "Maaf, Aa' ke sini nggak bawa apa-apa, sekalipun itu adalah bunga," katanya dengan-terpaksa-menyunggingkan senyumnya.

"Adek di sana udah nggak ngerasain sakit, kan? Udah bahagia karena ketemu sama kesayangannya Adek sama Biya?"

Dia-Angkasa Mahesa Sanjaya, sepupu kesayangan Bianca Dirgantara yang sekarang masih betah berjongkok di dekat makam mendiang adik sepupunya yang sudah berpulang tiga tahun lalu, tepat saat dirinya, Arjuna, dan Biya kesayangannya sedang melaksanakan ujian sekolah.

Kejadian itu, tak akan Mahesa lupakan sampai kapan pun. Karena dia bersama saudaranya, serta Namina dan Raya adalah orang yang menyaksikan bagaimana perjuangan tim medis demi menyelamatkan nyawa seorang Bevaro Dirgantara yang berakhir duka karena Dirgantara yang satu itu lebih memilih untuk berpulang.

Air mata Mahesa meluruh tanpa izin, bukan itu saja yang masih melekat dalam ingatannya. Bahkan mereka saat itu, terutama Sanjaya bersaudara, turut menjadi saksi betapa histerisnya tangisan Bianca karena ditinggal pergi oleh sang adik untuk selamanya.

"Adek, Aa' kangen adek," lirih laki-laki itu disela tangisnya.

Lantas laki-laki itu berbalik, menghadap sebuah gundukan tanah di samping makam Bevaro Dirgantara. Payung lipat yang dipakainya sengaja dia taruh di atas tanah, membiarkan tubuhnya diguyur air hujan, tak apa dia menjadi basah kuyup saat pulang nanti, karena ada sesuatu yang ingin dia sampaikan kepada seseorang yang sudah lama berada di dalam makam itu.

Sebagai tanda kegagalannya, Mahesa memilih berbicara tanpa payung yang melindungi tubuhnya. "Maaf, Ahes gagal menjaga kesayangan Kakak, bahkan tidak bisa membuat dia bahagia."

***

Bandung, Maret 2022

Ini adalah hari ke-2 ujian sekolah, dari awal ujian sampai sekarang semua tampak baik-baik saja. Tak banyak drama huru-hara yang membuat Bianca dan teman-temannya mengelus dada, kecuali perkara rokok yang sedang diributkan oleh Elsa dan Marcho pulang sekolah di parkiran hari ini.

"Astagfirullah Yang, nggak percayaan banget lo sama gue?! Serius anjir, gue ngerokok cuma sebatang. Tadi pas balik dari masjid bareng bokap subuh-subuh!"

"Bohong Sa, bohong dia mah!" Nah ini, si biang kerok yang menjadi kompor prahara rumah tangga Marcho-Elsa, Cakra Aditya Robert.

Kedua mata Marcho lantas mendelik tajam. "Kagak usah ngomporin lo, bangs*t!" katanya mengangkat sebelah tangan seolah siap melayangkan pukulan pada temannya itu.

Antara Cinta dan Pendidikan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang