21. Tentang Manusia dan Waktu

2 1 0
                                    

Happy reading all❤️

***
Pada akhirnya, kala waktu manusia di muka bumi telah habis ... mereka akan pergi, meninggalkan kenangan dan luka bagi orang yang dicintainya.
***

PLAK!!!

Kepala Bianca tertoleh ke kanan usai mendapatkan satu tamparan dari Mega, mamanya. Perih dan sakit rasanya, karena sekeras apa pun beliau pada Bianca, tak pernah sampai bermain tangan. Berbeda dengan papanya.

Tepat saat itu, Mahesa datang dan langsung memeluk sepupunya. Kedua mata bambinya itu menatap sedikit tajam ke arah wanita yang selalu dia panggil dengan sebutan Ateu, dia marah karena wanita itu berani bermain tangan kepada perempuan kesayangannya-setelah sang ibunda-yang selalu dia jaga bersama Arjuna. (Ateu adalah panggilan tante dalam bahasa Sunda)

"Ma, udah."

Tubuh Mama lantas direngkuh oleh Papa, membawanya sedikit menjauh dari Mahesa dan Bianca. Pria itu membawa tubuh sang istri menuju sisi lain brankar rumah sakit yang di tempati oleh tubuh tak bernyawa itu. Rasa sesak dan sakit di dalam hatinya semakin menggebu, Ajie tersiksa dibuatnya. Namun, pria itu harus menahannya karena tak ingin memperkeruh suasana, apalagi sampai membuat tangis istrinya semakin histeris.

Bianca-yang masih berada dalam dekapan Mahesa-masih membungkam mulut dengan tangan kiri menyentuh pipi yang baru saja menjadi sasaran tamparan mamanya. Tentu saja perempuan itu terkejut, karena perlakuan yang biasanya dia dapatkan dari papa, kini mama pun turut ikut melakukannya.

"Biya, Biya nggak kenapa-napa, kan?" tanya Mahesa setengah berbisik sembari menatap wajah terkejut Bianca. Dalam hati dia merutuk kerena tak bisa menjaga perempuan dalam dekapannya dengan baik agar tak mendapat kekerasan dari ibunya.

Tak mendapat jawaban dari Bianca, laki-laki itu kemudian mendongak mengarahkan pandangannya pada seseorang yang terbaring kaku di brankar rumah sakit. Tatapan matanya kemudian menyendu, suasana duka semakin menyelimuti seluruh ruangan dan hatinya, Mahesa benci itu.

Angkasa Mahesa Sanjaya turut merasakan kehilangan, karena esok dan kemudian hari tak akan ada lagi bocah laki-laki yang mengganggunya ketika bermain game dengan ratusan spam chat, yang selalu menceritakan kesehariannya melalui panggilan telepon saat malam datang, dan tak akan ada lagi yang memanggil laki-laki itu dengan sebutan Aa. Semua akan terasa kosong, bahkan pagi harinya pun akan berbeda karena tidak ada lagi pesan berupa pertanyaan 'A Ahes, udah sarapan belum?' di ponselnya.

Bevaro Dirgantara, dari sejak bertemu dengannya untuk pertama kali, anak itu selalu mengisi kekosongan dari sebagian hidupnya. Dia yang mengajarkan Mahesa untuk merelakan kepergian, menerima sebuah kenyataan, bahkan mengajarkannya untuk berdamai dengan masa lalu termasuk dengan keluarganya dan Arjuna. Kisah lengkapnya akan diceritakan di dalam SMAN Universe lain.

Bianca yang masih berada dalam pelukan sang sepupu, lantas berujar dengan suara paraunya, "A-Aksa ... i-itu bukan Va-Varo-nya Bian, kan?"

Mahesa kontan menoleh, turut meraba duka yang terpancar dari dua netra si perempuan Dirgantara yang tak berbinar lagi. Dia semakin mendekap tubuh itu, menopangnya agar tidak terjatuh usai mendengar lontaran kalimat yang keluar dari mulutnya, "Biya, ikhlasin Varo ya, Cantik? Tuhan udah rindu sama jagoannya Biya."

Sebenarnya, Mahesa tak tega berucap demikian, apalagi rungunya kembali mendengar lirih tangis dari perempuan kesayangannya setelah Bunda. Laki-laki Sanjaya yang satu itu mana tega melihat orang-orang tercintanya meluruhkan air mata, Mahesa kecil mungkin akan ikut menangis, tapi Mahesa yang sekarang akan selalu mencoba menahan luruhan cairan bening itu keluar dan membiarkan mulutnya terus mengeluarkan kata penenang. Setidaknya itu membuat suasana duka di sekitarnya menjadi tenang sedikit.

Antara Cinta dan Pendidikan [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang